"Ada sekitar 16 rumah warga yang bisa menikmati gas dari kotoran sapi" kata mas Daryanto salah satu pendamping di Merapi Project. Mereka bisa menikmati gas dengan harga murah. Mereka juga tidak pernah kesulitan memasak saat gas langka atau mengalami kenaikan harga.
Anak-anak sapi ini nantinya akan menjadi bibit yang bisa menggantikan sapi-sapi yang dianggap sudah kurang produktif. "Usia produktif sapi biasanya hingga usia 5 tahun" kata Nazmudin, pendamping di Merapi Project yang memberikan banyak informasi tentang tata kelola sapi perah di Merapi Project Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.Â
Sapi-sapi ini akan diperah selama 8 bulan tiap pagi dan sore hari. Tapi, siklus paling produktif memasuki bulan ke tiga. Umumnya susu akan berhenti ketika sapi sudah memasuki masa kehamilan.Â
Peternakan sapi ini juga sudah memiliki laboratorium mini. Fungsinya salah satunya adalah mengecek angka kuman dalam susu sapi. Batas toleransinya harus berada di bawah 1 juta. "Alhamdulillah, susu sapi di kita ini berada di angka 300-an" kata Nazmudin.
Proses kotoran menjadi pupuk seperti ini kata Daryanto bisa memakan waktu selama 1 bulan di musim kemarau. Sedangkan ketika musim penghujan mungkin lebih lama sekitar 2 bulan. Pasalnya proses pengeringan kotoran sapi memang tidak dijemur melainkan di angin-anginkan.Â
Sedangkan urine sapinya difermentasi selama 21 hari sampai dengan 1 bulan. Soal kualitas pupuk cair memang lebih mantap, tetapi jika ingin memperbaiki struktur tanah disarankan untuk menggunakan pupuk padat kotoran sapi, saran Daryanto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H