Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Belajar dari Cangkringan, Bangkit dari Keterpurukan Setelah Bencana

18 Oktober 2018   23:50 Diperbarui: 9 November 2018   14:48 1515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sapi Perah sedang diberi makan (dok.pribadi)

"Ada sekitar 16 rumah warga yang bisa menikmati gas dari kotoran sapi" kata mas Daryanto salah satu pendamping di Merapi Project. Mereka bisa menikmati gas dengan harga murah. Mereka juga tidak pernah kesulitan memasak saat gas langka atau mengalami kenaikan harga.

Sapi-sapi dimandikan saat diberi pakan (dok.pribadi)
Sapi-sapi dimandikan saat diberi pakan (dok.pribadi)
Sapi-sapi ini diperah dua kali dalam sehari. Yang pasti, susu sapi tidak diambil semuanya karena masih ada pedet atau anak sapi yang membutuhkan kolostrum untuk pertumbuhan anak sapi itu sendiri.

Anak-anak sapi ini nantinya akan menjadi bibit yang bisa menggantikan sapi-sapi yang dianggap sudah kurang produktif. "Usia produktif sapi biasanya hingga usia 5 tahun" kata Nazmudin, pendamping di Merapi Project yang memberikan banyak informasi tentang tata kelola sapi perah di Merapi Project Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. 

Sapi diperah dua kali sehari pagi dan sore hari (dok.pribadi)
Sapi diperah dua kali sehari pagi dan sore hari (dok.pribadi)
Proses pemerahan sapi juga sudah menggunakan alat khusus. Sayang saat kami datang sapi-sapi tersebut sudah diperah. Jadi, proses pemerahan sapinya sudah menggunakan alat sehingga susu sapi tetap steril karena menggunakan mesin pompa yang langsung ditampung di tempat khusus.

Sapi-sapi ini akan diperah selama 8 bulan tiap pagi dan sore hari. Tapi, siklus paling produktif memasuki bulan ke tiga. Umumnya susu akan berhenti ketika sapi sudah memasuki masa kehamilan. 

Peternakan sapi ini juga sudah memiliki laboratorium mini. Fungsinya salah satunya adalah mengecek angka kuman dalam susu sapi. Batas toleransinya harus berada di bawah 1 juta. "Alhamdulillah, susu sapi di kita ini berada di angka 300-an" kata Nazmudin.

Kotoran sapi yang siap jadi pupuk kandang (dok.pribadi)
Kotoran sapi yang siap jadi pupuk kandang (dok.pribadi)
Nah, kotoran sapi yang sudah siap pakai ini rata-rata beratnya sekitar 20 kg dengan harga jual cukup terjangkau hanya Rp 18 ribu. Peternakan ini juga bekerja sama dengan banyak kelompok tani terutama para petani cabai di sekitar Merapi Project, Cangkringan.

Proses kotoran menjadi pupuk seperti ini kata Daryanto bisa memakan waktu selama 1 bulan di musim kemarau. Sedangkan ketika musim penghujan mungkin lebih lama sekitar 2 bulan. Pasalnya proses pengeringan kotoran sapi memang tidak dijemur melainkan di angin-anginkan. 

Sedangkan urine sapinya difermentasi selama 21 hari sampai dengan 1 bulan. Soal kualitas pupuk cair memang lebih mantap, tetapi jika ingin memperbaiki struktur tanah disarankan untuk menggunakan pupuk padat kotoran sapi, saran Daryanto.

Produk susu sapi Jurank di Cangkringan (dok.pribadi)
Produk susu sapi Jurank di Cangkringan (dok.pribadi)
Susu sapi yang disajikan pun sudah diberikan rasa seperti produk susu Jurank yang saya potret ini. Rasa susu sapi segar sudah biasa. Yang saya coba ini rasa stroberi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun