Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Ketapels Berdaya] Gadis Cantik Ini Mendirikan Cafe Tunarungu Pertama di Indonesia

17 April 2016   20:50 Diperbarui: 17 April 2016   21:12 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekerjaan Rumah Pemerintah dan Masyarakat

IMG_20160410_122118
IMG_20160410_122118

Amerika saja butuh seratus tahun untuk menyatukan bahasa Isyarat. Indonesia baru saja mengagasnya belakangan ini dan tidak mungkin bisa langsung jadi dalam beberapa tahun saja. Alasannya rasa primordialisme bahasa insyarat di setiap daerah ini sangat tinggi dikalangan tunarungu. Inilah salah satu sebab mengapa sulit sekali menyatukan bahasa Isyarat seluruh Indonesia.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu, tapi ternyata kita lupa bahwa kaum tunarungu ini belum bersatu secara bahasa. Dan mereka hanya bisa disatukan dengan bahasa Isyarat. Indonesia memang sudah memiliki Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) namun tak lantas BISINDO ini bisa mulus diterima oleh tunarungu di seluruh Indonesia. Jangankan di Indonesia, di Jakarta saja sulit. Belum lagi jika di sosialisasikan di Jabobetabek. Mungkin prosesnya bisa 100 tahun juga seperti apa yang dilakukan oleh Amerika.

IMG_20160410_095032
IMG_20160410_095032

Ibu Pat juga banyak memberikan pesan bahwa agar masyarakat tidak membeda-bedakan mereka yang tunarungu dengan yang lainnya. Mereka ini pintar kok, mereka tidak bodoh hanya tunarungu saja. Mereka semua bisa dilatih dan bekerja secara professional. Tak bisa dimungkiri memang baik dari sisi pemerintah dan masyarakat belum banyak berpihak pada kaum difabel. Jangankan yang tunanetra, yang sakit untuk berobat menggunakan BPJS saja masih berantakan kok.

Disinilah peran pemerintah diuji sekaligus dipertanyakan. Dimana perhatian pemerintah terhadap warga tunarungu seperti mereka. Semoga saja dengan adanya Café Fingertalk ini membuka wawasan dan pandangan baru bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kaum difabel secara umum. Jika diberi kesempatan mereka pasti akan berjuang layaknya orang normal biasa. Terbukti Dissa mampu mengelola hingga Café Fingertalk ini dalam waktu dekat akan membuka cabang di tempat yang lebih strategis.

Baca reportase Ketapels lainnya disini [Ketapels Berdaya]

Semua foto adalah koleksi pribadi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun