Benar, bukan berarti kita tidak bisa menikmati suasana café yang sebenarnya. Bahkan saat saya berkunjung ke Café Fingertalk 10 April 2016 lalu, ada pelanggan lain yang tengah mengadakan rapat. Café Fingertalk ternyata sering dijadikan tempat rapat dan presentasi. Jadi bukan hanya sekadar ngopi-ngopi cantik atau makan siang.
Baca juga Cafe Fingertalk, Menyemai Asa di Dunia Senyap Para Penyandang Tuli
Motivasi Dissa Mendirikan Café Tunarungu di Pamulang
Ini juga yang menjadi salah satu pertanyaan. Kenapa harus pamulang? Kenapa harus Café tunarungu? Interaksi Dissa dengan kaum tunarungu ternyata sudah jauh hari sebelum Dissa mendirikan Café. Istimewanya lagi Dissa merupakan gadis yang terdidik. Bahkan gelar S2nya berhasil diselesaikan di Australia.
Meski pernah bekerja di luar negeri, Dissa memilih kembali dan mendirikan Café tunarungu ini. Sebuah lompatan quantum yang tidak bisa dilakukan oleh banyak orang. Inspirasi itu datang ketika Dissa bekerja sebagai seorang relawan di luar negeri sebagai pengajar Bahasa Inggris.
Baca juga Deaf Cafe – Sinergi Empat "Pilar" Kebaikan Berdayakan Tuna Rungu
Niat baik Dissa memberdayakan para tunarungu ini ternyata mempertemukannya dengan seorang Pat Sulistyowati yang telah malang melintang aktif di Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia. Rumah ibu Pat yang merupakan pusat pelatihan keterampilan tunarungu akhirnya dipilih sebagai lokasi Café Fingertalk.
Masyarakat sekitar pun lebih mengenal Café Fingertalk ini sebagai pusat keterampilan komunitas tunarungu ketimbang sebuah Café. Namun beberapa ada juga yang sudah mengenal Café tunarungu ini ketika saya beberapa kali bertanya pada warga saat menuju ke Café FIngertalk.
Ketapels di Café Fingertalk Pamulang