Mohon tunggu...
fika andriani
fika andriani Mohon Tunggu... -

just silent, but always do anything....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Gadis Mythomaniac

28 Maret 2011   12:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:21 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oleh: Fika Andriani

Bukan karena teriknya siang ini. bukan karena tugas kuliah yang tak kunjung selesai. Juga bukan karena siaran TV yang terus menerus menayangkan dramatisnya kisah Negara Timur tengah saat ini. tapi karena lagi-lagi kurasaka keanehan dari diri ini yang membuat tingkat stress ku memuncak.

Bertubuh gembul serta terbalut kulit hitam legam cukup untuk membuatku tak percaya diri. Apa lagi bau keringat yang tak bersahabat kadang membuatku gila. Ya ampun lengkaplah penderitaanku.

Namun itu semua sama sekali tidak membuatku rendah diri. Aku suka bertingkah di depan teman, keluarga, apa lagi di depan lelaki tampan. Aku berharap tingkahku ini bisa menarik perhatian mereka.

Tak tanggung-tanggung aku juga sering menyuguhkan cerita fiksi pada mereka. Bercerita penuh semangat seperti para calon pemimpin rakyat mengumbar janji palsu dalam orasinya, seperti seorang sales berusaha keras menarik pembeli hingga mulutnya berbuih aku mengumbar kata demi kata serta menyusunya sebagai kebohongan seperti nyata.

Tidak peduli walaupun wajah mereka sudah terlihat memerah seperti menahan mual dan sebentar lagi mau muntah. Aku semakin semangat menyampaikan satu persatu cerita manis sedikit tragis dan tak luput dari peran antagonis dalam perjalanan hidup yang ku sutradarai sendiri.

Ntah penyakit apa yang kuderita. Kegemaranku membual sudah sejak kecil bersarang di diriku, sering ku ingin meninggalkan kebiasaan yang membuatku gila itu. Tapi tidak bisa. Adrenalin untuk berbohongku memuncak setiap kali ku melihat orang. Mengarang cerita apa saja agar di dengar dan di perhatikan.

Di kamar 4 X 4 meter ini cukup untukku mengekspresikan diri, bergaya artis di depan kaca, menyanyi seperti katy perry, serta menangis seperti artis Cinta Fitri juga sering kulakukan untuk menghibur diri sendiri. Namun setelah kulakukan aktifitas aneh itu, aku sering tersadar dan malu sendiri jadinya. Lagi- lagi aku bertanya kenapa aku ini? Slalu mencari perhatian dari orang banyak kadang membuatku letih. Padahal perhatian dari orang tua sudah cukup kurasakan.

Pagi ini hari pertama di bulan April. Bulan yang penuh harapan untukku karena tepat 12 hari lagi umurku akan bertambah. Dan hari ini aku punya cerita baru yang akan kupersemabahkan untuk teman-teman tercinta. Kuhabiskan setengah waktu tidurku untuk menyusun sekenario ini. Dan teerreenngg!! Jadilah pagi ini milikku. Akan ku sihir semua teman-teman dengan kehebatanku.

...

Bel berbunyi, mata kuliah favorite itu pun berakhir. Aku yang sengaja duduk ditengah ruangan sedari tadi membolak-balik binder dan secara sengaja memperlihatkan foto seorang lelaki tampan. Dengan kemeja garis-garis biru putih dan potongan rambut seperti vocalis Armada membuatnya semakin terlihat luar biasa.

Gelagatku yang heboh sendiri ternyata tidak sedikit pun menarik perhatian teman satu kelasku. Padahal aku berharap mereka bertanya siapa pemuda yang ada di foto itu. Kemudian dengan senang hati aku akan menjawab jika lelaki itulah tambatan hatiku. Seorang pria mapan yang mempunyai perusahaan di luar Negeri itu akan melamarku tepat di hari ulang tahunku.

Tapi mereka tidak sedikit pun melirikku. Hingga sendiri di dalam kelas, aku berfikir bagaimana caranya mereka mau mendengar ocehan sedap ku ini.

Aku keluar dengan binder yang masih ku pegang erat . kali ini ku letakkan foto itu di tempat yang lebih strategis. Ya di sampul depan binder baruku. Sambil berjalan mencari-cari dimana temanku berkumpul, dengan penuh percaya diri sengaja ku tegakan binder ini agar lebih mudah terlihat. Dan jika diperhatikan maka percislah aku seperti orang yang bertugas membawa foto almarhum di acara pemakaman.

Di sana, di pohon mangga kerdil yang berdaun rimbun itu mereka berkumpul. segera aku menghampiri. Satu persatu mereka melirik kearahku. Senyum demi senyum kecil mulai terlempar mengenaiku. Semangatku semakin bertambah untuk berbagi cerita. Selangkah lagi ku sampai di bawah pohon berpenghuni semut angkarang yang tak jarang menggigit siapapun yang menggangu aktifitas segerombolan anak beranak itu. Tapi itu tak mengurungkan niat kami untuk sering-sering bertengger melepaskan penat disana.

"Heyyy....!" Sapaku hangat.

Serentak mereka berdiri dari ban yang sengaja ditanam dan tersusun mengelilingi pohon berbuah manis itu.

"Aduh Aku lupa mau nganter Mama belanja. Aku cabut dulu ya," kata Dea yang berdiri tepat di hadapanku.

Dari sebelah kiri juga tak mau kalah.

"Oia, Aku juga ada urusan, Aku ke Biro dulu ya," ucap Rere sambil mengelus lembut pundakku.

Satu persatu mereka pergi meninggalkanku dengan alasan yang berbeda-beda. Hingga akhirnya tinggal Aya yang masih berdiri tanpa satu kata pun. Ia kembali menjatuhkan tubuhnya ke ban yang Ia duduki tadi.

Ayaleina Hayaa namanya. Nama itu sedikit menyerupai namaku, syha Salsabil Hayaa. Mungkin karena itu kami cocok. Gadis imut ini sempat menjadi teman akrabku. Gadis penuh perhatian, pintar, dan tidak banyak bicara ini sering menjadi pendengar setiaku. Aku sayang padanya. Namun sudah dua minggu ini Ia seperti menghindar dariku.

"Ichhh...kemana aja Buk?" sapaku dengan panggilan gaul saat ini.

"Gak kemana-kemana kok, kamu aja yang jarang keliatan," jawabnya dengan suara datar.

Ini waktu yang pas untuk bercerita pada Aya pikirku.

"Buk...tau gak? Sebentar lagi aku tu bakal married", kata ku mengawali cerita.

"ooooohh, ma siapa?" tanyanya tanpa seru apalagi haru.

Kenapa expresi-nya datar sih? Pikirku

"sama ini lho Buk", jawabku sambil menunjuk foto di binderku.

"Ganteng kok"

" Ich Ibu ini, bisa aja kali. Selain ganteng dia juga tajir abisss.. Dia tu tinggal di Honkong lho Buk, soalnya Dia ada perusahaan gitu disana", terangku semangat.

"oh..selamat ya, oia aku ada janji. Aku pergi dulu ya", senyum kecil Aya mengakhiri perbincangan kami.

Ia berlari kecil meninggalkanku. Aku kesal.

"Aya....!!!!" Teriakku memanggilnya.

Ia berpaling dengan mata sediktit terpejam karena silau terkena sinar mentari siang itu.

"Ada apa lagi?"

"Gak kok, gini, ntar lagi kan ulang tahunku. So aku mau ngerayainnya di Bali, sekalian tunangan gitu deh. Kamu datang ya, sekalian bilangin ke teman-teman yang lain", jelasku meyakinkannya.

"Udah Syha ? sampai kapan sih mau kegini terus? Aku capek setiap hari harus dengerin ocehan kamu yang gak nyata itu", Aya tiba-tiba bertingkah aneh. Tidak pernah kulihat Aya semarah ini sebelumnya.

"kamu bilang kamu anak tiri, selalu dimarahi ma Mama kamu. Tapi apa? Kamu bohong kan syha?" Aya coba mengumpulkan kebohongan demi kebohonganku.

"Terus kamu juga bilang kalau kamu dan pacar-pacar kamu paling suka traveling, makanya kamu jadi hitam gini. Tapi apa, emang dasarnya aja kamu hitam. Lagian kamu juga gak pernah tu ngenalin pacar-pacar kamu ke aku. Aku ini sahabatmu Syha, kenapa sih harus di bohongin juga," Aya semakin kesal dengan tingkahku.

"Kamu ngomong apa sih?"

"Udah lah Syha, percuma ngomong sama orang gak tau malu kayak kamu. Dasar Mythomaniac!" dengan wajah sinis Aya meninggalkanku.

Dengan air wajah Aya yang tidak biasa, aku mengerti kekesalanya padaku. Mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut Aya aku semakin kacau. Gadis sebaik itu ternyata bisa juga mulukai perasaanku. Sambil berdiri dan terjemur di bawah mentari yang lagi semangat memancarkan cahayanya jariku sibuk memencet tombol handphone, mencoba cari tahu apa sebenarnya arti kata yang diucapkan Aya.

Aku terperanjat, kakiku semakin lemas ketika membaca artikel yang ada di layar Hp ini.

Mythomaniac adalah kecenderungan berbohong yang dimaksudkan bukan untuk menipu atau untuk mengelabui orang lain. Tetapi justru untuk membantu dirinya sendiri meyakini kebohongannya sendiri. Mythomaniac juga mempunyai cirri-ciri yang aneh, seperti slalu membesar-besarkan sesuatu, selalu menimpali bahwa dirinya lebih baik dari apapun yang kita ceritakan serta menciptakan realitas sendiri untuk dirinya.

Seluruh isi artikel itu sungguh mewakili apapun yang ada di diriku. Ya ampun, seaneh inikah aku?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun