Mohon tunggu...
Fijri NurFadillah
Fijri NurFadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Segala kehidupan adanya hikmah yang selalu menyertai

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membangun Advokasi Diri dalam Mengatasi Bullying di Kalangan Pelajar

4 Oktober 2023   00:30 Diperbarui: 4 Oktober 2023   00:33 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEMBANGUN ADVOKASI DIRI DALAM MENGATASI BULLYING DIKALANGAN PELAJAR 

 

Muhammad Fijri Nurfadilah

Representasi diri adalah kemampuan untuk mengadvokasi, membela hak-hak pribadi atau hak orang lain secara efektif dan tegas. Ini adalah proses aktif yang melibatkan komunikasi secara terbuka dan jujur untuk mencapai tujuan tertentu atau melindungi diri dari perlakuan tidak adil atau merugikan. Advokasi diri dapat berarti berbicara atau mendukung orang lain yang membutuhkan.

Penindasan atau prilaku bullying adalah tindakan agresif dan merendahkan yang biasanya dilakukan oleh satu individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain di lingkungan dan sekolah. Ini adalah masalah serius yang dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik, emosional, dan psikologis korbannya.

Penanganan pelecehan dapat berupa penindasan verbal, hal ini melibatkan penggunaan kata-kata kasar, sarkasme, hinaan, atau sindiran yang menyinggung. Contohnya termasuk menghina penampilan, ras, agama, atau orientasi seksual seseorang. Selanjutnya Ancaman fisik, hal ini mencakup tindakan fisik yang berbahaya seperti meninju, menendang, mendorong atau merampas barang-barang pribadi. 

Tindakan fisik semacam ini dapat menyebabkan cedera dan trauma. Penindasan sosial sering kali berbentuk pengucilan, mengucilkan seseorang dari kelompok, menyebarkan rumor atau gosip, atau mengabaikan seseorang sama sekali. Hal ini dapat menimbulkan dampak emosional yang signifikan pada korbannya. 

Perundungan siber, Cyber bullying adalah penggunaan teknologi dan media sosial untuk menyebarkan pesan yang merendahkan, mengancam, atau mengejek seseorang. Hal ini dapat mencakup pelecehan online, berbagi foto atau video yang memalukan, atau pencemaran nama baik secara online.

Bullying dapat menimbulkan akibat yang serius, termasuk merugikan kesehatan mental korban, menurunkan motivasi belajar, merugikan keberhasilan akademis, dan bahkan menyebabkan mereka terisolasi secara finansial. Oleh karena itu, penting bagi sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mencegah dan mengatasi perundungan.

Dengan sikap Anti-intimidasi atau bullying di kalangan pelajar merupakan tantangan penting yang harus diatasi oleh sekolah, orang tua, dan seluruh masyarakat. 

Hal ini perlu ditunjang dengan menumbuhkan kesadaran tentang bullying dan dampaknya diantara pelajar, orang tua dan guru dan staff sekolah. Pendidikan anti bullying dapat mengurangi prilaku bullying tersebut.

Menerapkan program anti-intimidasi atau bullying yang efektif di sekolah dan di masyarakat luas. Program-program ini mungkin mencakup pelatihan bagi pelajar, orang tua, guru, dan staf sekolah tentang cara mencegah dan mengatasi penindasan. 

Selain itu, orang tua, guru dan masyarakat luas dapat mengenali dan memberdayakan tanda-tanda bulliying dan memberikan intervensi dini kepada pelajar terhadap prilaku bullying.

Korban bullying perlu mendapatkan dukungan konseling untuk mengatasi dampak emosional dari pengalaman mereka. Atas dampak prilaku bullying yang terjadi maka diperlukan komitmen terhadap budaya lingkungan dan sekolah yang aman dan inklusi. Sebab penting untuk menciptakan budaya lingkungan dan sekolah yang menekankan rasa hormat, toleransi, dan inklusi. Ini dapat melibatkan program-program yang mempromosikan keragaman dan rasa kesetaraan.

Anti-bullying memerlukan upaya yang terkoordinasi dari banyak pihak dan harus menjadi prioritas karena dampaknya bisa sangat merugikan pelajar yang mengalaminya. Setiap orang mempunyai peran penting dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang aman, inklusif, dan mendukung.

Dari data yang dirilis KPAI, pada 13 Februari 2023 tercatat kenaikan angka kasus bullying sebanyak 1.138 kasus kekerasan fisik dan psikis yang disebabkan oleh bullying. 

Selain itu KPAI juga mencatat dalam kurun waktu 9 tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak. Fenomena ini dapat dianalogikan seperti bentukan angin yang menerpa pepohonan, apa yang tidak kita lihat lebih dari apa yang kita. 

Khususnya bagi anak usia sekolah dasar. Kelalaian guru dan orang tua dengan alasan "Mereka juga anak-anak" tentu dapat memperparah perundungan yang terjadi di lingkungan anak. Anggapan bahwa anak boleh melakukan hal-hal seperti mendorong, memukul dan menggoda temannya di depan umum akan menyebabkan semakin banyak kasus bullying yang tidak terselesaikan.

Hal ini, perlu dilakukanya penanaman advokasi diri terhadap permasalahan bullying yang terjadi dikalangan pelajar. Kemampuan anak dalam melindungi diri sangatlah penting agar ia dapat berdiri dan melindungi dirinya ketika menerima perlakuan tidak menyenangkan dari teman atau lingkungannya. 

Saat mengadvokasi diri dalam membela diri,maka pelaku intimidasi juga akan ragu untuk menindas. Bila perlu, tidak ada salahnya orang tua mempertimbangkan kelas bela diri untuk mengajari anak mereka bela diri, percaya diri, dan pengendalian diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun