Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bonus Demografi, Kepincangan Antara Usia Produktif dan Syarat Usia Kerja

1 Desember 2024   13:39 Diperbarui: 1 Desember 2024   14:21 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bonus demografi (sumber:kompas money)

Seperti diketahui bahwa saat ini Indonesia sedang mengalami bonus demografi, dimana penduduk Indonesia dengan usia produktif mengalami ledakan yang cukup signifikan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bonus demografi sudah dimulai sejak tahun 2012 dan berada di puncak pada tahun 2020 hingga 2030 nanti.

Data menunjukkan, di semester satu tahun 2024, angka penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 197 juta jiwa, yang jika diprosentasekan mencapai 70% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia yang berada di angka 283 juta jiwa.

Era bonus demografi ini tentu saja menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia, khususnya untuk menekan angka pengangguran yang merupakan salah satu dampak utama di era ini.

Di satu sisi, bonus demografi memberi manfaat tersedianya tenaga-tenaga kerja yang produktif untuk menunjang kelancaran pembangunan.

Namun, jika tidak disikapi dengan baik, bukan tidak mungkin bonus demografi justru menjadi bencana ledakan pengangguran bagi bangsa Indonesia.

Bagaimana tidak, persaingan bursa kerja menjadi sangat ketat sementara rasio ketersediaan lapangan kerja tidak mencukupi. Akibatnya, sebagian mereka yang berusia produktif dan siap untuk bekerja harus menelan pil pahit karena tidak mendapat porsi lapangan kerja.

Batas Usia Menjadi Syarat Bekerja, Relevan kah?

Tidak dapat dimungkiri, di Indonesia masih membudaya menggunakan batasan usia sebagai salah satu syarat mutlak untuk bisa memeroleh pekerjaan.

Hampir di setiap lowongan kerja masih mensyaratkan batas usia agar bisa diterima bekerja. Dan rata-rata setiap lowongan menggunakan batas usia antara 20-30 tahun bagi para calon pelamar kerja.

Sementara kita tahu bahwa usia produktif di Indonesia yaitu di rentang 15-64 tahun. Ini artinya, dari rentang usia tersebut, hanya rentang 20-30 tahun saja yang memiliki peluang kerja yang besar, sisanya dianggap tidak memenuhi syarat usia kerja.

Selain itu, mengenai ketetapan usia produktif juga masih berbenturan dengan UU ketenagakerjaan, dimana menyebutkan bahwa usia minimal penduduk bekerja adalah 18 tahun.

Sementara menurut BPS, yang dimaksud dengan usia produktif yaitu rentang usia 15-64 tahun dimana pada usia tersebut seseorang dianggap sudah produktif untuk bekerja dan mampu menghasilkan barang dan jasa.

Selain itu, usia produktif juga dikaitkan dengan tingkat kesehatan seseorang yang dianggap masih baik, yaitu mampu melakukan aktivitas sehari-hari yang mendukung produktivitas dan kualitas hidup.

Lantas, masih relevan kah jika batas usia menjadi syarat melamar kerja ?

Barangkali kita coba sedikit mengenal sistem lapangan kerja di Amerika Serikat. Dari berbagai sumber menyebutkan bahwa untuk bisa diterima bekerja di Amerika Serikat bukan berdasarkan usia, status dan hal yang bersifat pribadi lainnya.

Ya, sistem lowongan kerja di sana menggunakan sistem equal employment opportunity, dimana yang dipertimbangkan mereka bukan hal-hal yang bersifat pribadi (termasuk usia) melainkan kemampuan bekerjanya.

Jadi, para pembuat lowongan kerja tidak akan mempertanyakan usia, status (single/menikah), agama, kondisi fisik, dll.

Belajar dari sini, bukankah hakikat melamar kerja memang kemauan dan kemampuan dalam bekerja ? sehingga tidak relevan rasanya jika hal-hal yang bersifat pribadi termasuk usia justru menjadi syarat utama dalam melamar.

Apalagi, kita juga sudah punya ketetapan batas rentang usia produktif, yaitu 15-64 tahun, yang harusnya di rentang usia tersebut lah seseorang masih bisa melamar kerja, karena memiliki kemampuan dan kesehatan yang masih baik untuk bekerja.

Mana yang perlu diubah, batas syarat usia kerja atau batas usia produktif ?

Jika fakta di lapangan demikian, maka ada beberapa hal yang harus segera dievaluasi agar tidak terlihat pincang antara kebijakan dan kondisi riil nya, apakah mengubah batas usia kerja atau merevisi batas usia produktif.

Hal ini perlu, agar masyarakat juga tidak menjadi bingung akibat kebijakan yang berkesan ambigu. Menyelaraskan antara usia kerja dengan usia produktif atau mengerucutkan definisi usia produktif itu sendiri.

Berikut beberapa pandangan tentang bagaimana menyikapi batas usia produktif, khususnya di bursa kerja Indonesia :

Pertama, selaraskan kebijakan dengan melibatkan seluruh pemangku kebijakan agar bisa melahirkan ketetapan yang tidak ambigu, misalnya kementerian ketenagakerjaan, BPS, pencatatan sipil, kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dll.

Kedua, buat kebijakan dan sosialisasikan tentang relevansi syarat usia dalam melamar kerja dengan para pembuka lowongan kerja.

Ketiga, untuk para usia produktif sebaiknya memang tidak bergantung pada lowongan kerja, namun juga harus berinisiatif membuka bidang kerja sendiri (berwirausaha mandiri)

Keempat, penguatan skill dan finansial harus dimulai sejak dini, agar ketika masuk di usia produktif dapat menjadi bekal seseorang untuk lebih mandiri tanpa bergantung pada lowongan kerja.

Kelima, fasilitasi berfokus pada usia produktif yang tidak termasuk dalam usia melamar kerja, yaitu 15-17 tahun dan diatas 30 tahun melalui pelatihan-pelatihan kerja mandiri, pemberian bantuan dana wirausaha, dll.

Dengan penguatan-penguatan kelima hal tersebut diharapkan dapat membantu mengurangi risiko angka pengangguran di era bonus demografi saat ini yang dapat menghambat laju pembangunan.

Namun harus diingat, era bonus demografi bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, tapi juga menjadi tanggungjawab kita bersama.

Maka, persiapkan generasi muda sejak dini, baik dari segi pendidikan, kesehatan, finansial, dll agar mereka bisa lebih siap ketika memasuki usia produktifnya kelak.

Sehingga mereka memiliki pola pikir yang lebih luas, bahwa untuk mendapatkan pekerjaan tidak hanya melalui lamaran kerja tapi juga bisa dengan berwirausaha mandiri atau membuka lapangan kerja sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun