Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tidak Akan Menjadi Polemik jika Guru dan Orangtua Saling Bijak, Tulus dan Bersinergi

19 Juni 2023   09:41 Diperbarui: 7 Juli 2023   17:48 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PTM | Kompas.com/Mita Amalia Hapsari

Pas sekali tahun ini salah satu anak saya ada yang lulus SD. Meski sekolah swasta dengan akreditasi A, tapi bersyukur sekolah anak saya ini tidak terlalu memberatkan siswa dan orangtuanya. Barangkali sekolah ini satu-satunya yang tidak meminta uang gedung atau uang pembangunan dari awal masuk hingga lulus. Walaupun demikian, sekolah ini tetap memiliki gedung yang cukup megah dan fasilitas yang memadai.

Merunut ke belakang, sekitar 6 bulan lalu, pihak sekolah (terutama kelas 6) sudah rajin berkomunikasi dengan para siswa dan orangtua atau wali murid tentang kegiatan di momen kelulusan nanti. Para guru mengajak siswa dan orangtua untuk bermusyawarah terkait kegiatan apa yang ingin diadakan, termasuk besaran biayanya.

Hasil musyawarah kala itu, disepakati momen kelulusan diadakan di tempat wisata secara sederhana saja (rekreasi) yang tidak terlalu jauh tempatnya. Tujuannya hanya untuk kebersamaan dan berbagi kegembiraan sekaligus mengabadikan momen kelulusan. Di sisi lain juga dapat menghemat anggaran orangtua.

Setelah disepakati besaran biayanya, maka guru mempersilakan orangtua yang ingin mencicil biayanya agar tidak terlalu berat untuk pelunasannya nanti. Dan, saya adalah salah satu orangtua yang memilih untuk mencicil biaya rekreasi tersebut. Benar saja, ketika hari H pelunasan, saya sudah merasa ringan karena hanya tinggal sedikit saja yang harus disetorkan.

Rekreasi kelulusan ini benar-benar tersaji dengan sangat sederhana. Bisa dikatakan, sesuai budget yang disepakati. Tapi bukan berarti siswa kehilangan kegembiraan ya. Mereka tetap kompak dan gembira. Kebetulan sekolah mengadakan rekreasi ke pantai, sehingga anak-anak bisa main air, main bola atau hanya sekadar berfoto bersama.

perpisahan sembari rekreasi di pantai secara sederhana, tetap hangat, berkesan, haru dan gembira (sumber:dokpri)
perpisahan sembari rekreasi di pantai secara sederhana, tetap hangat, berkesan, haru dan gembira (sumber:dokpri)

Para guru selaku panitia menyewa satu saung berukuran cukup lega untuk tempat berkumpul dan mengadakan acara perpisahan. Sementara sound system dibawa sendiri dari sekolah dan makan minum siswa/ orangtua dipersilakan membawa masing-masing dari rumah.

Intinya, kami bisa berkumpul bersama, gembira bersama sekaligus menangis terharu bersama karena akan segera berpisah untuk melanjutkan ke jenjang SMP. 

Agenda acara formalnya hanya berisi kata sambutan dari siswa, wali murid dan Kepala Sekolah, bersalaman, berfoto serta ada sedikit persembahan tari-tarian, puisi dan lantunan lagu dari siswa. Tidak ada panggung megah atau hiasan-hiasan mewah, semuanya digelar secara sederhana dan hangat.

Tidak Akan Menjadi Polemik Jika Guru dan Orangtua Saling Bijak, Tulus dan Bersinergi

Jujur, ketika polemik acara kelulusan TK, SD, SMP dan SMA mencuat di media, saya merasa cukup bersyukur karena tidak mengalami apa yang dikhawatirkan orangtua lainnya. Namun, bukan berarti saya tidak respek dengan keluh kesah para orangtua yang merasa berat terbebani dengan biaya kelulusan yang barangkali tidak sedikit. Saya justru merasa turut prihatin dengan polemik tersebut, karena bagaimanapun saya juga orangtua dari tiga anak yang duduk di bangku SD dan SMA.

Meski demikian, kita tidak bisa serta merta menjustifikasi sekolah sedemikian rupa. Kita tidak tahu, yang dikeluhkan itu sekolahnya seperti apa, target pendidikannya bagaimana atau diperuntukkan untuk kalangan mana saja ?

Tidak dapat dimungkiri, ada sekolah yang memiliki konsep mewah dengan fasilitas yang super canggih. Tentu saja, wajar jika SPP nya mahal, uang gedungnya tinggi termasuk biaya kelulusan yang besar. Para siswa yang sekolah disini sudah pasti sebagian besar berada di kalangan keluarga yang sangat berkecukupan.

Nah, jangan-jangan yang dikeluhkan biaya kelulusan dengan berbagai versi judul seperti wisuda, rekreasi atau pensi berasal dari sekolah-sekolah yang memang berstandar biaya di atas rata-rata ? Jika demikian, tentu ini akan menjadi wajar, harusnya tidak dipermasalahkan.

Tapi, jika yang dikeluhkan dari sekolah yang standar umum, saya rasa cukup masuk akal jika banyak orangtua yang mempermasalahkan biaya kelulusan/ perpisahan yang terlampau besar. Barangkali, kalau saya yang ada di posisi ini juga akan mengeluhkan hal yang sama.

Saya berharap, pihak sekolah maupun para orangtua siswa juga dapat berlaku bijak dalam menanggapi isu-isu terkait dunia pendidikan ini. Pasti akan ada jalan tengah yang bersifat win win solution jika keduanya saling bersinergi, tidak mengedepankan kepentingan pribadi apalagi kepentingan bisnis (mencari keuntungan) semata.

Berikut ada beberapa pandangan bagi polemik yang sedang hangat saat ini agar tidak terus berlanjut dan menjadi pembelajaran sekaligus perbaikan di tahun mendatang :

Pertama, bagi orangtua sebaiknya bijak dalam memilih sekolah untuk anak-anaknya. Jangan sampai hanya gara-gara termakan gengsi lantas memaksakan diri menyekolahkan anak di sekolah yang berstandar biaya tinggi. Percayalah, masih banyak sekolah yang low budget tapi berkualitas baik.

Kedua, belajar dari pengalaman saya, sebaiknya pihak sekolah sudah mengagendakan acara kelulusan/perpisahan jauh-jauh hari agar para orangtua dapat mencicil biayanya sehingga dapat meringankan mereka.

Ketiga, utamakan musyawarah mufakat. Harus diakui, musyawarah mufakat adalah salah satu karakter bangsa Indonesia yang memang mampu mengakomodir segala kebutuhan.

Keempat, budayakan menabung sejak dini pada siswa. Ya, disiplinkan pada siswa untuk menabung di sekolah sejak awal, tentu saja dengan nominal yang bebas. Menabung di sekolah adalah salah satu solusi untuk mengatasi masalah-masalah keuangan yang berkaitan dengan kepentingan pendidikan siswa. Beda jika menabung di bank atau celengan di rumah, tentu fokus tujuannya bukan hanya pendidikan tapi bisa tujuan-tujuan lainnya.

Kelima, jalin komunikasi yang baik antara guru, siswa dan orangtua. Komunikasi yang baik akan meminimalkan tingkat konflik diantara mereka, sehingga akan lebih mudah untuk menyepakati suatu keputusan bersama.

Kelima pandangan tips diatas adalah cara yang dapat dilakukan secara teknis, namun cara yang paling utama adalah adanya ketulusan dari berbagai pihak dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah. Jiwa yang tulus akan menghindarkan sifat-sifat tamak, mencari keuntungan pribadi ataupun perbuatan kejahatan lainnya.

Acara kelulusan/perpisahan dengan berbagai versi, baik wisuda, rekreasi maupun pensi harus ditujukan untuk kebersamaan dan kepentingan siswa. Orangtua hanya mendanai, guru mengakomodir sedangkan siswa lah yang akan mendapat makna serta kenangan dari acara tersebut.

Jika demikian, maka sejatinya orangtua dan guru harus sama-sama saling bijak mendukung agar siswa bisa mendapat kenangan manis di momen kelulusannya tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun