Meski demikian, kita tidak bisa serta merta menjustifikasi sekolah sedemikian rupa. Kita tidak tahu, yang dikeluhkan itu sekolahnya seperti apa, target pendidikannya bagaimana atau diperuntukkan untuk kalangan mana saja ?
Tidak dapat dimungkiri, ada sekolah yang memiliki konsep mewah dengan fasilitas yang super canggih. Tentu saja, wajar jika SPP nya mahal, uang gedungnya tinggi termasuk biaya kelulusan yang besar. Para siswa yang sekolah disini sudah pasti sebagian besar berada di kalangan keluarga yang sangat berkecukupan.
Nah, jangan-jangan yang dikeluhkan biaya kelulusan dengan berbagai versi judul seperti wisuda, rekreasi atau pensi berasal dari sekolah-sekolah yang memang berstandar biaya di atas rata-rata ? Jika demikian, tentu ini akan menjadi wajar, harusnya tidak dipermasalahkan.
Tapi, jika yang dikeluhkan dari sekolah yang standar umum, saya rasa cukup masuk akal jika banyak orangtua yang mempermasalahkan biaya kelulusan/ perpisahan yang terlampau besar. Barangkali, kalau saya yang ada di posisi ini juga akan mengeluhkan hal yang sama.
Saya berharap, pihak sekolah maupun para orangtua siswa juga dapat berlaku bijak dalam menanggapi isu-isu terkait dunia pendidikan ini. Pasti akan ada jalan tengah yang bersifat win win solution jika keduanya saling bersinergi, tidak mengedepankan kepentingan pribadi apalagi kepentingan bisnis (mencari keuntungan) semata.
Berikut ada beberapa pandangan bagi polemik yang sedang hangat saat ini agar tidak terus berlanjut dan menjadi pembelajaran sekaligus perbaikan di tahun mendatang :
Pertama, bagi orangtua sebaiknya bijak dalam memilih sekolah untuk anak-anaknya. Jangan sampai hanya gara-gara termakan gengsi lantas memaksakan diri menyekolahkan anak di sekolah yang berstandar biaya tinggi. Percayalah, masih banyak sekolah yang low budget tapi berkualitas baik.
Kedua, belajar dari pengalaman saya, sebaiknya pihak sekolah sudah mengagendakan acara kelulusan/perpisahan jauh-jauh hari agar para orangtua dapat mencicil biayanya sehingga dapat meringankan mereka.
Ketiga, utamakan musyawarah mufakat. Harus diakui, musyawarah mufakat adalah salah satu karakter bangsa Indonesia yang memang mampu mengakomodir segala kebutuhan.
Keempat, budayakan menabung sejak dini pada siswa. Ya, disiplinkan pada siswa untuk menabung di sekolah sejak awal, tentu saja dengan nominal yang bebas. Menabung di sekolah adalah salah satu solusi untuk mengatasi masalah-masalah keuangan yang berkaitan dengan kepentingan pendidikan siswa. Beda jika menabung di bank atau celengan di rumah, tentu fokus tujuannya bukan hanya pendidikan tapi bisa tujuan-tujuan lainnya.
Kelima, jalin komunikasi yang baik antara guru, siswa dan orangtua. Komunikasi yang baik akan meminimalkan tingkat konflik diantara mereka, sehingga akan lebih mudah untuk menyepakati suatu keputusan bersama.