Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Lebih Bahaya Mana, Anak Menonton Horor Didampingi Orangtua atau Mereka Mencari Tahu dan Menonton Sendiri?

8 Agustus 2022   08:50 Diperbarui: 8 Agustus 2022   08:54 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mendampingi anak menonton film (sumber:shutterstock via suara.com)

Saat ini kita berada di era milenial dengan perkembangan generasi yang melek teknologi. Tentu akan sangat jauh berbeda pola asuh anak pada zaman dahulu dengan sekarang.

Tidak dapat dimungkiri, anak-anak zaman sekarang lebih kritis dan cerdik dalam memecahkan suatu konflik. Tentu saja, ini semua tidak terlepas dari peran teknologi digital yang memberi begitu banyak ruang kemudahan bagi mereka.

Dengan internet, semua kebutuhan mereka akan informasi terpenuhi dengan baik. Informasi apa yang tidak ada di internet ? Semua tersedia dengan lengkap dan gamblang. Maka tak heran jika saat ini internet menjadi salah satu kebutuhan primer bagi manusia. Setiap detik manusia bergantung pada internet, baik untuk urusan pekerjaan, sekolah, niaga, hiburan hingga rumah tangga.

Orangtua adalah Sahabat Anak, Ciptakan Kedekatan dengan Mereka

Konon, orangtua zaman sekarang harus mampu menjadi sahabat bagi anak. Jangan harap orangtua bisa dekat dengan anak jika mereka tidak bisa memposisikan diri mereka sebagai teman atau sahabat anak.

Padahal, kedekatan orangtua dan anak adalah hal yang sangat penting. Di dalamnya ada keterikatan emosional (bonding) yang sangat memengaruhi proses tumbuh kembang anak.

Para pakar psikologi mengungkapkan bahwa bonding yang baik akan menjadi pondasi bagi anak untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Jika bonding ini tidak dibentuk secara dini, bukan tidak mungkin anak akan berisiko mengalami gangguan dalam kecerdasan komunikasinya, baik secara verbal maupun non verbal.

Bukan hanya itu, dengan bonding yang baik dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak, sehingga mereka lebih siap untuk menghadapi hari-harinya. Mereka merasa dicintai dan dikasihi serta diberi kepercayaan oleh orangtuanya. Dengan demikian, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan percaya diri.

Menonton Film Horor Bersama Anak, Bolehkah ?

Beberapa waktu terakhir, Indonesia memang sedang ramai dengan film-film bergenre horor. Para pelaku industri film pun berlomba-lomba mencipta kreasi film horor dengan berbagai versi.

Namun, kita tidak bisa serta merta menyalahkan menjamurnya film horor ini. Sutradara Lukmantoro pernah menyebutkan bahwa "suatu tayangan ada karena masyarakat memang menghendaki demikian". Ini artinya, menjamurnya film horor itu juga disebabkan oleh tingginya animo masyarakat terhadap film tersebut. Hal ini ditangkap sebagai suatu peluang dalam bisnis industri perfilman. Wajar jika film horor pun akhirnya mendominasi di bioskop Indonesia.

Tingginya animo masyarakat pun tidak terlepas dari peran media sosial di internet. Bombardir marketing pun dikerahkan secara masif melalui teknologi digital. Hal ini menjadi strategi pasar yang cukup efektif dan efisien. Tanpa perlu bersusah payah, sebuah judul film pun akan sampai ke khalayak dengan cepat.

Tak terkecuali anak-anak yang notabene saat ini sudah dibekali gawai oleh orangtuanya. Sedikit banyak, anak-anak pasti akan mengetahui tren terkini yang sedang terjadi.

Satu contoh, ketika masa film KKN di Desa Penari, anak saya yang masih SD sudah berbincang dengan topik tersebut bersama teman-temannya. Dan sekarang, anak saya justru yang lebih dulu tahu tentang booming-nya film Pengabdi Setan 2 Communion ketimbang saya.

Memang, anak saya tidak sampai merengek minta menonton ke bioskop untuk melihat film tersebut. Dan saya pun memutuskan menonton film tersebut hanya berdua dengan suami.

Lantas, apakah itu artinya saya sudah tenang dan keadaan bakal baik-baik saja ?

Belum tentu. Justru saya merasa khawatir kelak anak saya akan mencari tahu sendiri film tersebut dengan berbagai cara, di internet misalnya.

Tidak dapat dimungkiri, rasa keingintahuan anak-anak cukup besar, dan mereka punya hasrat yang tinggi untuk dapat memenuhi rasa keingintahuan mereka.

Kita tidak bisa mengelak, sebab ini memang sudah menjadi bagian dari proses tumbuh kembang mereka terutama dalam membentuk pola pikir dalam suatu pemecahan persoalan.

Maka, tugas orangtua lah yang harus bisa mengakomodir hal tersebut, agar anak tidak salah jalan dalam melewati fase-fase tumbuh kembangnya.

Dari sini saya akhirnya mencoba mengubah cara pandang saya, yang tadinya sebisa mungkin melarang anak saya menonton film bergenre horor menjadi "boleh menonton, tapi harus didampingi ayah atau bunda..."

Saya rasa ini jauh lebih bijak daripada saya serta merta melakukan pelarangan. Harus diingat, bahwa semakin kita melarang tanpa memberi solusi maka semakin anak akan mencari tahu sendiri dengan berbagai caranya. Tidak ada satu pun yang bisa menjamin anak tidak akan mencari tahu di internet atau di tempat lain  Bukankah ini akan jauh lebih berbahaya ?

Meski demikian, tetap kita sebagai orangtua juga harus punya rambu-rambu yang harus disampaikan kepada anak, terkait menonton film yang notabene bukan diperuntukkan untuk usia mereka.

Pun ketika memang harus mendampingi mereka menonton, orangtua harus tetap aktif memantau setiap adegan yang ada. Beri penjelasan kepada anak tentang pesan-pesan moral dalam film tersebut. Hal ini agar anak dapat mengingat pesannya, bukan hal-hal yang menyeramkan pada film tersebut.

Selain itu, orangtua tetap harus memberi warning kepada anak bahwa akan jauh lebih baik jika kita menonton film sesuai dengan usia. Seringlah mengajak anak menonton film yang memang untuk usia mereka, agar mereka juga terbiasa dan paham dengan sendirinya dalam memilah-milah mana film yang boleh dan tidak boleh ditonton oleh mereka.

Tidak ada salahnya orangtua melakukan survey atau menonton terlebih dahulu sebuah film untuk menyeleksi apakah masih bisa ditonton oleh anak atau sama sekali tidak bisa ditoleransi untuk ditonton, seperti adanya adegan kekerasan yang terlalu sadis atau adegan sensual yang terlalu vulgar.

Jika demikian, maka orangtua bisa mengalihkan perhatian anak dengan menawarkan film-film lainnya yang lebih layak tonton.

Pada akhirnya, suka tidak suka, industri film tetap akan berjalan selama pasar memang menghendaki. Namun, saya yakin, para pelaku industri film pun pasti sudah mempertimbangkan banyak hal dalam pembuatan filmnya. Untuk budaya Indonesia yang masih menjunjung tinggi norma dan nilai-nilai agama ditambah keberadaan lembaga sensor yang cukup ketat, maka saya menilai film-film Indonesia masih layak untuk ditonton. Walaupun, sebagai seorang ibu, saya tetap berharap agar produksi film-film Indonesia yang khas anak-anak dapat diperbanyak.

Di sisi lain, kita juga tidak bisa mencegah masa tumbuh kembang anak dengan segala rasa keingintahuannya. Dunia internet juga sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Maka yang paling penting adalah, selalu meluangkan waktu untuk mendampingi anak dalam menonton suatu tayangan. Hindari melarang tanpa memberikan solusi. Jalan terbaik adalah dengan win win solution, boleh menonton dengan rambu-rambu yang harus dipatuhi dan wajib didampingi oleh orangtua.

Percayalah, jika kita bisa menjadi orangtua yang bijak dan bersahabat dengan anak, maka anak akan senantiasa belajar dari setiap momen yang dialaminya. Tugas orangtua adalah mendampingi, mengarahkan dan menciptakan bonding sejak dini agar anak tumbuh menjadi pribadi yang baik dan mampu menyaring mana yang baik dan buruk bagi diri dan lingkungan di sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun