Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Siapa Bilang "Makan Gaji Buta" Itu Enak?

14 Maret 2022   23:49 Diperbarui: 28 Maret 2022   23:30 2999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi merasa "gabut" selama bekerja. (sumber: Thinkstockphotos.com via kompas.com)

Beberapa waktu lalu teman saya mengeluh karena merasa diabaikan oleh atasan kami. Dia merasa atasan kami selalu berpihak pada saya dan teman-teman lainnya. 

Pekerjaan yang seharusnya menjadi bagiannya kerap dialihkan pada teman lainnya. Alhasil, teman saya itu sering kehilangan pekerjaan dan hanya bisa duduk sambil berselancar internet.

Namun, beberapa teman (termasuk saya) justru sering menilainya beruntung. Beruntung nggak banyak dibebani dengan kerjaan. Beruntung bisa punya cukup banyak waktu luang. Beruntung nggak sering kena marah atasan. Beruntung bisa bebas keluar kantor. Dan beruntung nggak menghadapi tuntutan target pekerjaan.

Gambaran keadaan seperti itu sebenarnya banyak terjadi di setiap perkantoran. Terkadang kita sering melihat ada karyawan yang kelihatan sangat sibuk. 

Tapi di pemandangan lain justru kita melihat ada karyawan yang terlihat sangat santai. Kondisi ini kerap menjadi sumber kecemburuan diantara para karyawan. 

Ada yang menganggap atasan kurang adil dalam pekerjaan. Si A kerap diberi beban pekerjaan banyak, tapi si B tidak. Hingga ada istilah yang " makan gaji buta" bagi mereka yang tidak banyak beban pekerjaan namun tetap menerima gaji secara utuh.

Lantas, apa benar makan gaji buta itu enak?

Kelihatannya enak. Bayangkan, kita tinggal datang ke kantor, duduk, diam, bermain internet. Jarang kena teguran atasan. 

Jarang kena marah. Jarang disuruh-suruh. Jarang diajak berdiskusi. Bisa bebas keluar kantor. Tapi tiap bulan tetap menerima besaran gaji yang sama dan utuh.

Jangan salah, tanpa disadari situasi seperti ini sebenarnya awal dari toksik di pekerjaan. Kita kerap terlena dengan kenyamanan yang dirasakan sehingga menciptakan egosentris dalam diri kita. 

Yang tadinya kita canggung karena nggak "sibuk" seperti yang lain menjadi cuek dan masa bodoh menikmati zona nyaman tersebut. Yang ada di pikiran kita, yang penting gaji terus berjalan dan utuh.

Di sisi lain, jika kita jeli, harusnya situasi ini justru menjadi hal yang patut dipertanyakan. Kenapa atasan tidak pernah menyuruhku? Kenapa atasan tidak pernah menegurku? Kenapa banyak beban kerja justru diberikan pada yang lain? Kenapa yang lain bisa sibuk sedangkan aku tidak?

Kemungkinannya ada dua, atasan memang mengistimewakan kita atau malah sebaliknya atasan tidak membutuhkan kita. Namun, apapun pilihannya, jika kita memang profesional dan berjiwa bekerja, tentu akan merasa sanagat tidak enak dan tidak nyaman jika berada di situasi seperti ini.

Apalagi jika kita sempat dilabeli "makan gaji buta", wah tentu semakin menambah ketidaknyamanan yang ada, kecuali bagi orang-orang yang memang memiliki sifat acuh tak acuh dan apatis terhadap pekerjaan. Mereka tidak peduli dengan keadaan sekitarnya, yang penting apa yang diinginkannya terpenuhi.

Jika bagi beberapa orang makan gaji buta dianggap enak, berbeda dengan sebagian orang lainnya. makan gaji buta serta tidak dilibatkan dalam pekerjaan justru menjadi sumber stress. 

Mereka akan merasa kecewa, sedih dan down. Akibatnya, mereka akan kehilangan kepercayaan dirinya. Mereka beranggapan bahwa kehadirannya tidak terlalu dibutuhkan atau bahkan merasa dikucilkan.

Kondisi mental yang telah terganggu akan berdampak pada motivasi karyawan tersebut. Padahal, motivasi sangat penting dalam sebuah pekerjaan. 

Robbin dan Judge (2015:127) dalam Andriyani Maya (2017) menyatakan bahwa motivasi adalah proses yang menjelaskan mengenai kekuatan, arah dan ketekunan seseorang dalam upaya mencapai tujuan. 

Maka, jika seseorang tersebut kehilangan motivasinya maka itu akan berpengaruh pada kepuasan kerjanya. 

Kepuasan kerja itu sendiri diartikan sebagai perasaan yang menyokong atau tidak menyokong yang dialami oleh pegawai dalam mengerjakan pekerjaannya (Keith Davis dalam Mangkunegara, 1993).

Keduanya, motivasi dan kepuasan kerja sangat memengaruhi hasil kerja. Motivasi yang tinggi dan tingkat kepuasan kerja yang baik akan menghasilkan pekerjaan yang berkualitas. 

Sementara yang menentukan motivasi dan kepuasan kerja, selain diri sendiri dan lingkungan pekerjaan juga kapabilitas atasan terhadap pegawainya.

Seorang atasan harus mampu membangkitkan semangat karyawannya dan menjalankan perannya dengan baik. 

Seorang atasan juga harus mempunyai kemampuan dalam menelaah karakteristik karyawannya sehingga dapat mendisposisikan suatu pekerjaan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

Dengan penguatan fungsi atasan, istilah makan gaji buta diharapkan dapat dihilangkan. Bagaimanapun, dalam satu pekerjaan kita tidak dapat bekerja sendiri. Kita adalah satu tim yang saling mendukung satu sama lain untuk mencapai target tujuan pekerjaan.

Namun, meski demikian bukan hanya atasan yang harus berperan dalam menciptakan motivasi kerja. Diri pribadi karyawan itu sendiri juga memiliki peran besar dalam menciptakan motivasi kerjanya.

Lalu, bagaimana jika kita tengah merasa berada di posisi "makan gaji buta"?

  • Berinisiatif untuk menciptakan motivasi kerja, misalnya dengan menawarkan bantuan kepada atasan atau rekan kerja lainnya atau sekadar meminta masukan dari atasan tentang pekerjaan yang sedang kita kerjakan
  • Berpikir positif akan membangun kepercayaan diri
  • Jangan remehkan pekerjaan kecil dan gengsi serta enggan melakukannya. Terlalu banyak memilih-milih pekerjaan akan membuat kita kurang belajar dan pengalaman.
  • Lakukan pekerjaan dengan tulus ikhlas serta tidak mudah mengeluh
  • Mulai untuk membuka diri terhadap saran dan kritik yang membangun
  • Banyak belajar dan mengasah kemampuan agar tidak ketinggalan zaman
  • Ramah dan bersahabat akan menghangatkan suasana dalam bekerja
  • Berikan penghargaan kepada diri sendiri bahwa kita tidak "makan gaji buta". Kita profesional dan kita berjiwa bekerja
  • Disiplin dalam segala hal
  • Kreatif dan inovatif dalam bekerja
  • Mengukur diri sendiri serta tidak mudah menyalahkan orang lain

Bagaimana? Masih ada yang merasa nyaman-nyaman saja jika "dicuekin" atasan? Atau, masih ada yang bilang "makan gaji buta" itu enak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun