Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anakku, Bukan Hanya Gawai, Budaya Literasi Juga Kekinian

7 April 2018   11:47 Diperbarui: 8 April 2018   05:19 2300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber:http://smpn2purworejo.sch.id)

Mengetahui perkembangan perilaku Keisha terhadap dunia digital tak serta merta membuatku marah atau bertindak menghukum padanya. Justru ini menjadi tantangan buatku, bagaimana agar Keisha tetap bisa menikmati era kekiniannya namun dengan cara yang berbeda dan lebih berbudaya.

Ya, aku mencoba untuk membudayakan literasi kepada Keisha. Membiasakan membaca, mengakrabkan dengan buku-buku serta mengenalkan menulis pada Keisha. Bagiku, membaca dan menulis adalah hal yang paling mendasar dalam dunia pendidikan. Dan literasi merupakan jawaban atas banyaknya pertanyaan-pertanyaan.

Melalui budaya literasi, anak-anak diajarkan untuk mampu berfikir melalui proses membaca kemudian menuangkannya dalam tulisan hingga akhirnya bisa menerapkannya dalam proses kegiatan sehingga dapat menghasilkan suatu karya atau prestasi.

Menurutku,  literasi harus benar-benar dibudayakan pada lingkup keluarga sebagai lingkup terkecil di masyarakat. Melalui budaya keberaksaraan inilah, anak-anak akan belajar bagaimana dapat berpikir mandiri dalam berperilaku sehingga pada akhirnya dapat menjadi self defence ketika mereka harus menghadapi lingkungan di lingkup yang lebih besar.

Anak-anak yang terbiasa berliterasi adalah anak-anak yang diharapkan memiliki kemampuan intelektual dan emosional yang lebih baik daripada mereka yang tidak terbiasa berliterasi.

Mengapa ? sebab dalam proses literasi, anak-anak belajar secara mandiri mengenal satu permasalahan, berpikir sekaligus menemukan ide-ide cemerlang tentang bagaimana memecahkan permasalahan tersebut.

Bukan hanya itu, anak-anak juga memiliki kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri dan berlatih percaya diri dengan menuangkan kerangka berpikirnya ke dalam tulisan. Mereka akan lebih bisa menilai sesuatu, baik buruk, bagus jelek atau bermanfaat merugikan  serta mampu mengambil keputusan dengan cermat.

Meski demikian, tidak dapat dimungkiri, peran orangtua terutama ibu adalah sangat besar agar budaya literasi ini dapat terselenggara dengan baik dan benar. Anak-anak tetap butuh pendamping dan mentor literasi yang paling dapat dipercaya, yaitu ibu. Anak-anak tidak dapat dilepaskan begitu saja dalam memilih buku bacaan serta harus tetap diarahkan pola berpikirnya agar tidak salah arah.

Setiap hari aku mengajak Keisha untuk meluangkan waktu membaca bersama, yaitu sore, saat kami sudah berada di rumah. Mengapa bersama ? karena akan menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan ketika Keisha membaca buku sedangkan aku asyik bermain gawai.

Bukankah memberi contoh adalah jauh lebih baik ketimbang hanya sekadar menyuruh atau memerintah ? benar saja, Keisha menjadi sangat bersemangat membaca melihat ibunya juga membaca.

Setelah membaca, aku ajak Keisha berdiskusi. Mendiskusikan tentang apa yang sudah dibacanya. Biasanya aku bertanya "menceritakan tentang apa buku itu Kei ?" dan dengan penuh antusias Keisha menceritakan apa-apa saja yang sudah dibacanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun