Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Atasan Gemar Marah-marah? Mungkin Perlu Belajar Andragogi

6 April 2018   10:25 Diperbarui: 6 April 2018   13:13 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika Jono tampak sangat murung. Sangat jauh dari sifat kesehariannya yang riang dan kerap membuat lawakan-lawakan diantara teman-teman sekantornya. Banyak yang heran dan bertanya-tanya, ada apa gerangan dengan Jono? Kenapa tiba-tiba berubah menjadi sosok yang pendiam, pemurung dan seolah-olah berusaha menjauhkan diri dari orang-orang?

Melalui sang istri, terkuaklah penyebab Jono berubah. Sang istri menceritakan bahwa beberapa waktu yang lalu, Jono didamprat habis-habisan oleh atasan di kantornya. 

Jono dimarahi karena dianggap lalai dan kurang disiplin dalam bekerja, meski sang istri juga mengemukakan pembelaan untuk suaminya, bahwa sesekali memang Jono terlambat namun untuk urusan pekerjaan, Jono tak pernah menunda-nunda pekerjaan dan semuanya selesai dikerjakannya dengan sebaik-baiknya. 

"Kalau memang keterlambatan Jono menjadi kesalahan fatal, kenapa tidak ada upaya pemanggilan atau peneguran secara jelas kepada Jono? Tanyakan kenapa alasan Jono terlamba?  Berikan bimbingan supaya Jono tak lagi terlambat atau sekadar mengingatkan Jono untuk lebih disiplin. Sementara atasan Jono tak pernah melakukan hal itu. Yang ada setiap memanggil Jono ke ruangannya selalu marah, selalu membentak dan bersikap seolah-olah ia sedang berhadapan dengan musuh atau orang yang paling dibencinya..." demikian curhatan sang istri. 

Atasan Jono memang terkenal pribadi yang perfeksionis sehingga terkesan kaku dan tak bisa rileks dalam memimpin. Tak jarang ia memarahi bawahannya dengan bahasa yang cukup tajam dan menyakitkan. Jono yang notabene baru empat bulan ditempatkan di kantor tersebut sepertinya merasa "kaget" dengan sikap atasan yang memarahinya.

Dampak dari semua itu, Jono perlahan namun pasti berubah. Bukan hanya di kantor, di rumah pun Jono berubah. Ia menjadi kurang peduli dengan keluarga. Lebih banyak mengurung diri di kamar. Pulang kerja, biasanya Jono bercengkerama dengan keluarga, kini malah memilih tidur. Jono juga menjadi lebih sensitif, mudah marah dan tersinggung. Jelas ini sangat memengaruhi keadaan rumah tangga. Rumah tangga menjadi hambar dan terasa kurang nyaman.

***

Belajar dari kasus Jono, ada begitu banyak pelajaran berharga yang bisa diambil. Bahwa, mengemban tugas sebagai seorang pemimpin atau atasan tidaklah mudah. Perlu adanya kecakapan dalam sebuah kepemimpinan, agar situasi di dalam kantor menjadi kondusif.

Arogan dan cenderung marah-marah bukanlah suatu solusi dalam menghadapi bawahan. Perlu diingat, bahwa yang dihadapi seorang atasan bukanlah sosok anak kecil yang segala sesuatunya didasari aturan baku. 

Jika A maka harus A, jika B maka harus B. Tapi yang dihadapi adalah sosok dewasa yang arahannya semestinya lebih fleksibel. Arogan dan marah-marah pada bawahan hanya akan menciptakan jarak antara atasan dan bawahan.

Sebelum memarahi bawahan, hendaknya harus berpikir 10 kali bahkan 100 kali untuk melakukannya. Apa dampaknya bagi bawahan tersebut? Apa tujuannya? Apa output-nya? Tentu hal-hal mendasar tersebut harus betul-betul dipikirkan dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun