Mohon tunggu...
Fiahsani Taqwim
Fiahsani Taqwim Mohon Tunggu... Penulis - :)

Penganut Absurditas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pasar Tulangan

20 Februari 2021   10:05 Diperbarui: 20 Februari 2021   10:27 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebelumnya, kami saling berkirim pesan via whatapp sampai akhirnya kami memutuskan untuk saling berkomunikasi secara langsung. Dia menyelipkan secarik kertas bertuliskan nomor ponselnya, lalu memberikannya kepadaku bersamaan dengan menyodorkan uang kembalian pada hari Minggu pagi seminggu yang lalu. Aku tak kuasa menahan rona cerah sepanjang perjalanan menuju rumah dari pasar. Ya Tuhan, kenapa aku begitu tertarik dengan pemuda satu ini. Padahal aku telah menemui jutaan lelaki di tempat lain. Beginilah jadinya jika panah sang Dewa Eros telah menancap di hatiku.

Kami melanjutnya obrolan malam ini dengan santai namun serius. Mas Ronny, anak pemilik kios di Pasar Tulangan ini rupanya adalah seorang Sarjana Peternakan. Dia memutuskan untuk mengisi hidup dengan mengejar gelar sarjana di bidang tersebut bukan atas keinginannya. Akan tetapi, demi memenuhi titah orang tuanya. Abahnya, Pak Haji Hasan meminta agar kelak sang anak bungsu bisa semakin meningkatkan kualitas produksi ayam di peternakan milik keluarga.

“Jadi, selama ini, kota mana saja yang telah kamu singgahi?” tanyanya.

“Lumayan banyak. Hampir seluruh ibukota provinsi di Pulau Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan sudah aku kunjungi. ” Jawabku. Maklum, sebagai seorang pekerja sosial, berpindah lokasi kerja dari kota satu menuju kota yang lain adalah hal biasa yang telah aku jalani selama tiga tahun ini. Sejak lulus kuliah S1 tiga tahun silam, aku langsung mendapatkan pekerjaan pertamaku sebagai seorang staf humas untuk sebuah lembaga sosial internasional. Karirku tersebut  membuatku memperoleh kesempatan untuk membuang waktu sejenak di beberapa daerah di seluruh penjuru Indonesia dan beberapa negera tetangga. Disebabkan oleh karir itu pula, aku menjadi jarang sekali pulang ke rumah Mama Papa belakangan ini. Maka, untuk menebus semua waktu yang telah aku gunakan dengan tanpa Mama Papa beberapa tahun ini, aku memutuskan untuk berhenti menjadi staf humas, pulang ke rumah Mama Papa, sembari berlibur dan menata ulang tujuan hidupku.

“Sudah malam Fi. Ayo lekas pulang. Jangan membuat orang tua kita khawatir.” Mas Ronny mengajakku mengakhiri kencan kami tepat saat jam menunjukkan pukul 22.00 WIB.

Aku mungkin sudah jatuh hati padanya. Semoga, dia adalah pilihan Tuhan untukku.

“Mas, besok pagi kita ketemu di pasar ya.” Kataku manja sambil menggencangkan pegangan di perutnya saat ia mengantarku pulang.

***

“Mbak Fi, ada tamu yang mencari.” Kata Mbak Tri, asisten rumah tangga di rumah Mama pada suatu siang. Aku berharap semoga tamu yang dimaksud oleh Mbak Tri adalah utusan dari yayasan SMP international di kecamatan sebelah. Beberapa saat yang lalu, Papa menyuruhku untuk melamar pekerjaan sebagai staf humas dan public relation di sekolah elite tersebut. Papa berusaha membantu agar aku mendapatkan pekerjaan yang aku sukai di sekitar sini saja. Tidak perlu bekerja di tempat yang jauh seperti yang sebelumnya. Setelah beberapa kali berkunjung ke sekolah tersebut untuk bertemu dengan pimpinan dan para stafnya, aku percaya diri untuk diterima bekerja di tempat tersebut. Kepala sekolah mengatakan akan segera mengirim anak buahnya untuk berkunjung ke rumah orang tuaku, lantaran mereka juga berencana untuk bersilaturahmi dengan Papa yang merupakan tenaga dinas pendidikan.

“Silahkan duduk, Mbak.” Kataku ramah. Benarkah ini petugas dari yayasan SMP itu? Mengapa dia terlihat begitu tegang dan tidak nyaman. Mengapa pula ia datang di saat Papaku belum memberi pesan apa-apa terkait kedatangan perempuan ini. Papa bahkan belum pulang dari kantornya.

 “Saya Nurma. Saya calon tunangan Mas Ronny.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun