Mohon tunggu...
Fidia Wati
Fidia Wati Mohon Tunggu... wiraswasta -

Cerita khas emak emak http://omahfidia.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Prihatin

26 Februari 2016   14:22 Diperbarui: 26 Februari 2016   14:44 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan senyum ceria, Prihatin menyusuri gang sempit menuju rumahnya. Tangannya penuh dengan kantong plastic. Pak Ustad tadi membelikannya banyak hadiah termasuk obat dan bubur ayam buat Simbok. Sampai dia lupa, Pak Ustad ikut bersamanya.

Akan tetapi…langkahnya terhenti,saat melihat banyak orang berkumpul di depan pondok Simbok. Bu Wakidi kala melihat Prihatin,langsung memeluk anak itu.

“Simbokmu nduk” Prihatin berlari, ia tercekat ketika melihat simbok sudah terbujur kaku di  pondok.

“Bangun Mbok, Prihatin bawakan bubur ayam buat Simbok”diguncangnya tubuh simboknya, namun simboknya tetap tak bergeming.

“Istighfar nak, relakan simbokmu pergi” hibur Pak Ustad. Gadis kecil itu tergugu…dunianya hampa.

***

Prihatin, masih terpekur dimakam simbok, airmatanya masih berlinang. Dia masih tak percaya Simbok meninggalkan dia selama-lamanya. Simbok yang selama ini dianggapnya sebagai ibu,neneknya. Konon ayah Prihatin tak suka memiliki anak perempuan, sehingga Prihatin dibuang keselokan. Beruntung simboknya mengetahui. Akhirnya anak itu selamat. Sayangnya Bapaknya tahu, dan mengusir mertuanya itu dari rumah. Ibunya yang masih kesakitan karena baru melahirnya hanya bisa menangis tak bisa berbuat apa-apa.

Menurut kabar, setelah pengusiran Simbok, Ibu Prihatin menuntut cerai, dia lalu pergi menjadi TKW di Malaysia, Hanya sekali ibu datang mengunjungi mereka saat Prihatin berumur 1 tahun setelah itu tak pernah ada kabar  sedang bapaknya kawin lagi dengan pelacur.

Gadis cilik itu masih bingung, nasibnya sebatang kara sekarang. Akankah dia menerima ajakan Pak Ustad untuk tinggal dirumahnya? Ataukah dia bertahan di pondok kecilnya sendirian.Ditariknya nafas berat.

***

Sepuluh tahun kemudian…..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun