Diam-diam engkong Robbani memperhatikan Seno yang sedang berjalan keluar. Hatinya bersyukur bertemu anak lelaki itu. Rumahnya jadi tambah ramai. Perjumpaan tanpa sengaja. Sepulang makan di warung Sate Kambing Mbah Jenggot, kepala Engkong Robbani mendadak pusing, jalannya terhuyun. Badannya nyaris ambruk ke jalan penuh kendaraan, ketika tangan mungil memegang badannya. Anak laiki-laki itu adalah Seno!
***
“Allahu akbar-Allahu Akbar” suara adzan terdengar merdu dari Masjid di ujung Desa.
“Krompyang…Miawwwwwwwwwwwwwwww”
Terdengar suara gaduh dari dapur. Tergopoh- gopoh bapak dan Seno dating melihatnya.
Mereka tersenyum, melihat wajah coreng moreng emak sambil memegang sapu. Nafasnya terengah-tengah dan wajahnya kelihatan cemberut.
“Lihat Pak, semua ayam gorengnya dimakan si Mpus dan kawan-kawannya, mereka ku kejar pake sapu, ndilalah kok ya kakiku terantuk kursi, dan jatuh” sungut emak.
“Wes to bune, kita berbuka seadanya saja asalkan ada sambal terasi buatan bune, semuanya akan jadi enak” Hibur bapak.
“Ia mak, makan sama sambal juga enak” timpal Seno. Meskipun hatinya sedih karena impian memakan ayam goreng sirna gegara kucing.
Emak masih merasa berdosa karena membiarkan kucing melahap habis ayam gorengnya. Emak tahu Bapak dan Seno sedih meskipun mereka tak bilang. Karena ayam goreng merupakan makanan mewah bagi keluarga mereka, yang sehari harinya makan dengan lauk ikan asin kadang malah hanya nasi dan garam saja. Emak berjanji, bila ada rezeki lebih dia akan membeli ayam goreng buat Seno.
***