"Olah begitu ya Pak Adik?". Manggut-manggut dalam keremangan bangsal pak Larso bergumam.Â
Obrolan makin malam makin berasa nikmat dan khidmat. Mas Ladrang yang mempunyai banyak bahan berupa perangai siswa didiknya menyampaikan bahwa pendidikan sekarang ini betul-betul perlu kekuatan atittude sebelum merdeka berfikir. Kebebasan berfikir kebebasan belajar jika tak kuat dengan atittude dapat menjadikan tidak pasnya sikap.Â
"Kurangnya adeg-adeg". Begitulah pak Larso menimpali. Adeg-adeg adalah pendirian untuk mendapati dirinya pada tingkat kesadaran diri. Sekarang serba instan. Kearifan lokal ditinggal karena diasumsikan kuno. Tutur bijak pendahulu dianggap kurang peka jaman. Tidak gaul.Â
Beberapa pendatang berplat AE, B mulai berdatangan menjelang tengah malam. Gemercik air hujan masih menjadi kawan sejati. Membasahi daun jati yang sesekali terdengar dentuman bass dari sudut jauh salah satu penjuru. Seperti sound system orang punya hajat.Â
Kumenimpali geguritan pak Ratman dengan susunan puisi ala kadarnya malam itu.Â
....
Akar jati Eyang Donosari
Menghujam dalam menyentuh qolbu
Sahabatku kidang kepalang wengi
Bersila khidmat bersamaku
Aroma bhukur menyentuh penciuman
Mengisi relung wening palereman
Literasi thek sek membahas fenomena
Mengurai pendidikan tata krama
Kidang wilar melompati wuwung
Mentadaburi akar jati donosari
Diskusi kami di belantara malam
Mengais sedikit sejarah silam
Hujamkanlah diri dalam jati ketidakterkenalan
Tinggikanlah derajat meski tatal jati tak berarti
Kidang wilar, kidang kepalang wengi
Merangkai geguritan menyusun puisi
Gerimis hujan hutan ndonoloyo
Menerawang angan masjid Walisongo