Mohon tunggu...
Adik Wibowo
Adik Wibowo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Beyond Blogging

Salam! Saya Adik Wibowo, berlabuh di pelabuhan terakhir yaitu Home Sweet Home sambil belajar berliterasi, ngomong di depan kelas untuk trainee perhotelan kapal pesiar dan english MedWist, sarasehan di pendopo bersama komunitas seni budaya. Mengembara selama belasan tahun menjelajah dunia terfasilitasi lantaran menjadi kru kapal pesiar bidang perhotelan. Adalah sangat tidak fair apabila kenangan, pengalaman itu hilang tertelan masa begitu saja. Di sini ingin hati berbagi literasi agar tetap menginspirasi atau menambah perspektif terhadap perjalanan, pengalaman maupun sudut pandang. Terimakasih kepada semua yang telah membaca setiap teks - semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Alas Ndonoloyo dan Tutur Putra Bengawan Solo

19 Januari 2024   09:28 Diperbarui: 19 Januari 2024   09:51 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gerimis terus membasahi sepanjang jalan Parangjoro - Slogohimo Wonogiri. Tak kencan maka kejadian. Tak janjian tapi sanggup menghilangkan kerinduan mbolang dan tadabur alam. Itulah perjalanan Kidang Kepalang Wening yang berhasil dirangkai Pak Ratman dalam geguritan. Menggambarkan bagaimana saya dan pak Larso diajak untuk silaturahim ke Mas Ladrang. Seorang Guru Penggerak di salah satu SMA di Slogohimo. 

Beliau aktif dalam nguri-uri literasi kehidupan. Kami bertiga dari Parangjoro - Sukoharjo, yaitu sebuah desa kecil di pinggir Bengawan Solo Purba dalam misi Angonrasa Nunggaksemi. 

Setelah berhasil menyantap nasi goreng dan bakmi goreng di warung Mie Pak Karni Slogohimo kami bersiap untuk pindah tempat diskusi lintas pengajar ke Bangsal Cagar Alam Ndonoloyo. 

"Betul Nasgor Thek Sek mas Ladrang". Pernyataan Pak Ratman dengan gelengan kepala tak yakin menghabiskannya. Membuktikan istilah nasgor porsi jumbo yang disebut mas Ladrang itu benar murah dan besar porsinya.  

Gallery Nunggaksemi
Gallery Nunggaksemi

Melaju roda empat, menyusur jalanan kampung yang semakin sempit peluang karena rombongan penduduk kampung berjalan pulang usai tahlilan. Berpayung dan berjalan beriringan. Tangan menenteng bingkisan atau yang biasa orang kampungku menyebut berkat. Kami memperpelan laju. Sedikit waktu kita sampai juga di hutan Ndonoloyo. 

Gallery Nunggaksemi
Gallery Nunggaksemi

"Jadi kami waktu kecil sudah tak asing dengan istilah Ndonoloyo pak". Ucapku kepada Pak larso. 

Istilah Ndonoloyo memang tak asing bagi penduduk Desa Parangjoro. Padahal berjarak enam puluh kilometeran masa kecil kami lekat dengan kewingitan alas Ndonoloyo. Jika ada batang pohon tersangkut di pinggir kali, tak akan ada orang yang usil menyentuh atau mengangkatnya ke daratan. Kami sudah lebih dulu paham dengan ilah-ilah sesepuh agar lebih baik membiarkan kayu-kayu tersebut hanyut dengan sendirinya. 

Tutur bersambung ke masa kecilku jikalau kayu-kayu tersebut adalah kayu dari alas Ndonoloyo yang dikirim ke Keraton Solo. Kayu yang memiliki kewingitan tersendiri. Konon diceritakan pula bahwa beberapa Saka Masjid Demak itu kayunya dari Ndonoloyo. Bagaimana proses transporting sampai di Demak sana? Kasak-kusuk berbumbu mistis mendominasi cerita di masa kecil kami. Hingga sekarang belum pula terperikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun