Mohon tunggu...
Fhira Hidayat
Fhira Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Artikel 2: Peran Bimbingan dan Konseling untuk Menghadapi Generasi Z dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling Perkembangan

26 Juni 2024   22:21 Diperbarui: 26 Juni 2024   22:22 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

PENDAHULUAN 

Saat ini, era perkembangan tekonologi tidak dapat dibendung lagi. Anak-anak dan remaja yang notabene masih berstatus sebagai siswa telah terampil dalam menggunakan teknologi. Anak-anak dan remaja yang demikian disebut dengan generasi Z. Generasi Z sendiri adalah anakanak yang lahir pada sekitar tahun 1995 sampai dengan tahun 2010. Dalam Saragih (2012) dijelaskan bahwa generasi Z yaitu anak yang sangat melek teknologi atau net generation. Mereka lebih menyenangi berinteraksi dengan komputer dan berkomunikasi dengan sistem online sehingga mereka punya kecenderungan untuk tidak bertemu dengan temantemannya. 

Generazi ini memiliki ciri khas dimana internet telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan media elektronik dan digital. Anak-anak dapat dengan mengakses informasi dengan cepat dan mudah. Hal tersebut menyebabkan anak-anak tidak sabar untuk menunggu proses. Anak-anak selalu mengandalkan jawaban dari setiap pertanyaan dan tantangan hidup dari informasi-informasi yang ada di internet. Mereka tidak mengetahui bahwa tidak semua persoalan hidup bisa diatasi dengan teknologi. Beberapa persoalan hidup yang harus dipecahkan melalui proses yang panjang oleh dirinya sendiri, melalui perenungan, usaha fisik, usaha psikis, dan juga memerlukan bantuan orang lain secara nyata, bukan maya.   

Anak-anak yang termasuk generasi Z sudah terbiasa berkomunikasi menggunakan internet, BB, facebook, dan twitter. Mereka hidup dalam budaya yang serba cepat, sehingga tidak tahan dengan hal-hal yang lambat. Mereka adalah anak-anak dari budaya instan yang serba ingin berhasil dalam waktu cepat dan kalau bisa tanpa usaha keras. Anak-anak ini sering mengerjakan berbagai persoalan dalam satu waktu. Kalau mereka mengerjakan PR, mereka sekaligus juga membuka web lain, sambil masih bicara dengan teman lewat HP, dan ceting dengan teman lain lagi lewat facebook. Perhatiannya biasa terpecah dalam berbagai hal. Dalam mempelajari suatu bahan mereka tidak mau urut, kadang dari belakang, kadang dari tengah, kadang dari muka, dll. Ini berarti bahwa model pendekatan linear dapat kurang tepat bagi mereka. Kemajuan teknologi internet dan media, menjadikan anak sekarang dipenuhi dengan berbagai informasi dari seluruh penjuru dunia. Mereka dipenuhi dengan berbagai informasi baik yang sesuai dengan moral kita atau tidak. Jelas di tengah kekacauan infomasi dan nilai ini mereka dituntut mempunyai ketrampilan menganalisis secara kritis, memilih secara bijak, serta mengambil keputusan bagi hidupnya. 

Sebenarnya anak-anak Indonesia zaman ini menghadapi norma budaya ganda. Di satu sisi realitas hidup menuntut mereka untuk mandiri, mampu berkompetisi, mampu membuat pilihan atas aneka hal yang ditawarkan, tetapi di sisi lain masyarakat masih belum memberikan bekal yang memadai bagi anak-anak untuk mampu hidup secara mandiri. Proses pendidikan anak masih menekankan pentingnya kontrol eksternal, bersifat dogmatis, dan indoktrinasi. Baik orangtua maupun sekolah pada umumnya belum sepenuhnya mengajarkan anak untuk mampu berpikir secara mandiri, menguji, dan mengevaluasi diri, serta mengembangkan pribadi yang otonom

(Susana, 2012). 

Selain itu, adanya globasisasi, modernisasi, MEA dan perkembangan ipteks menuntut generasi Z agar dapat menjalani kehidupan yang lebih kompleks, lebih rumit dan lebih cepat. Di era MEA, situasi kehidupan semakin kompleks, penuh peluang dan tantangan. Masyarakat dunia dituntut untuk memiliki kompetensi agar dapat berkembang secara dinamis, produktif dan mandiri (Irvan & Nindiya, 2016: 157). Oleh karena, baik keluarga maupun sekolah harus dilakukan upaya untuk penyiapan SDM generasi Z yang bermutu, yaitu yang mampu hidup secara mandiri pada era digital.  

Pemenuhan tuntutan ini tidak terlepas dari peran pendidikan. SDM yang bermutu dapat tercapai melalui pendidikan yang bermutu (Caraka & Nindiya, 2015: 55). Hal ini sejalan dengan pernyataan Juntika (2011) bahwa pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik memenuhi kebutuhannya, baik saat ini maupun di masa yang akan datang. 

Menurut Tilaar dalam Juntika (2011), untuk mencapai hasil pendidikan yang bermutu, diperlukan proses pendidikan yang bermutu. Kemampuan yang diberikan melalui proses pendidikan bermutu tidak hanya menyangkut aspek akademis saja, tetapi juga menyangkut berbagai aspek kehidupan yang komprehensif yakni perkembangan pribadi, sosial, kematangan individu, dan sistem nilai.  

Pendidikan merupan sebuah sistem dengan beberapa bagian yang saling terintegrasi. Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral proses pendidikan memiliki kontribusi dalam penyiapan SDM generasi Z yang bermutu. Dalam perspektif bimbingan dan konseling, peserta didik merupakan individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Menurut Caraka & Nindiya (2015: 55), untuk mencapai kematangan, individu memerlukan bimbingan, karena masih kurang memahami kemampuan dirinya, lingkungannya dan pengalaman untuk mencapai kehidupan yang baik (menjadi SDM bermutu).  

Untuk mencapai kematangan, peserta didik sebagai generasi Z tidak terlepas dari pengaruh lingkungan fisik, psikis maupun sosial (Caraka, 2015: 93). Lingkungan yang sarat dengan teknologi dapat dengan mudah mempengaruhi gaya hidup, sifat, perilaku bahkan mindset seseorang. Iklim perkembangan teknologi sering berlangsung kurang sehat. Iklim lingkungan yang kurang sehat ternyata mempengaruhi perkembangan pola perilaku atau gaya peserta didik (remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral, seperti pelanggaran tata tertib sekolah, tawuran, meminum minuman keras, penyalangunaan obat-obat terlarang, kriminalitas, dan pergaulan bebas. 

Perkembangan generasi Z sangat kompleks. Sementara para pendidiknya yang lahir pada era sebelumnya masih belum terbiasa dengan hal itu sehingga seringkali pendidik mengaku "gaptek" (gagap teknologi). Untuk menyikapi hal tersebut perlu ada inovasi baru dalam proses belajar mengajar sehingga sesuai dengan karakter tersebut (Purnomo, 2016). Proses ini tidak semata-mata melalui kegiatan pembelajaran tetapi juga memerlukan layanan psikoedukatif berupa layanan bimbingan dan konseling.  

Bimbingan dan konseling sendiri seharusnya juga tidak hanya berfokus pada perkembangan siswa tetapi juga memperhatikan keadaan lingkungan sekitar siswa. Dengan demikian, bimbingan dan konseling perkembangan nampaknya menjadi strategi alternatif dalam menyelesaikan masalah ini. Fajar Santoadi (2010) mengungkapkan bahwa secara implisit bimbingan dan konseling saat ini sudah berorientasi perkembangan. Semenjak tahun 1970-an, terutama di negara-negara maju (misalnya negara-negara bagian Amerika) mulai berkembang model program bimbingan dan konseling komprehensif.  

Dede Rahmat Hidayat (2013: 128) mengungkapkan bahwa model bimbingan dan konseling komprehensif dirancang untuk merespons berbagai persoalan yang dihadapi oleh konselor sekolah. Model ini dikembangkan berdasarkan berbagai hasil kajian teori, dan hasil penelitian yang telah dilaksanankan oleh ASCA tentang program bimbingan dan konseling dan profesi konselor sekolah. Model ini merupakan alternatif model bimbingan dan konseling yang memberikan kesempatan bagi akademisi dan praktisi konseling untuk meningkatkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.  

Kaitannya dengan bimbingan dan konseling komprehensif, permerintah Indoensia mengeluarkan Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Substansi dari permendikbud ini meliputi komponen program, bidang layanan, struktur program layanan, serta kegiatan dan alokasi waktu. Permendikbud tidak secara eksplisit membahas tentang bimbingan dan konseling komprehensif, tetapi dilihat dari substansinya ini menunjukkan versi model bimbingan dan konseling komprehensif. 

Dari sini, dapat dilihat bahwa bimbingan dan kosneling perkembangan akan sangat berperan dalam menghadapi dan mempersiapkan generasi Z yang bermutu. Oleh karena itu, perlu adanya kajian tentang bagaimana peran bimbingan dan konseling untuk menghadapi generasi Z dalam perspektif bimbingan dan konseling komprehensif.  

 

PEMBAHASAN

 A. Hakikat Generasi Z 

1. Pengertian Generasi Z 

Generasi Z Generasi ini merupakan orang-orang yang lahir pada kurun waktu sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2010. Generasi Z disebut juga dengan iGeneration, Generasi Net atau Generasi Internet adalah mereka yang hidup pada masa digital. Elizabeth T. Santosa dalam bukunya yang berjudul Raising Children in Digital Era menyebutkan bahwa: Generasi Net adalah generasi yang lahir setelah tahun 1995, atau lebih tepatnya setelah tahun 2000. Generasi ini lahir saat internet mulai masuk dan berkembang pesat dalam kehidupan manusia. Generasi ini tidak mengenal masa saat telepon genggam belum diproduksi, saat mayoritas mainan sehari-hari masih tradisional.  

Selain itu, Hellen Chou P. (2012: 35) memberikan pengertian terhadap istilah generasi Z: Generasi Z atau yang kemudian banyak dikenal dengan generasi digital merupakan generasi muda yang tumbuh dan berkembang dengan sebuah ketergantungan yang besar pada teknologi digital. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Hellen Chou P. tersebut maka tidak mengherankan apabila pada usia muda, orangorang yang notabene masih berstatus sebagai siswa telah terampil dalam penguasaan teknologi.  

Generasi Z ini memiliki karakter yang unik dan sangat berbeda dengan karakter yang dimiliki oleh generasigenerasi sebelumnya. Pengaruh teknologi yang sangat kuat ini tercermin pada, misalnya, ketergantungan generasi Z dengan gadget dan durasi konsentrasi yang singkat (Ozkan & Solmaz, 2015). 

Generasi Z memiliki karakteristik yang khas dimana internet mulai berkembang dan tumbuh sejalan dengan perkembangan media digital. Adanya Generasi Z tersebut lahir dari perpaduan dua generasi sebelumnya yaitu Generasi X dan Generasi Y. Orang-orang pada masa generasi ini adalah mereka yang dilahirkan dan dibesarkan pada era digital, dimana beranekamacam teknologi telah berkembang semakin banyak dan canggih, seperti telah adanya perangkat keras elektronik berupa: komputer atau laptop, hand phone, iPad, MP3, MP4, dan lain sebagainya. 

Indikator Generasi Z 

Elizabeth T. Santosa ( 2015: 20) menyebutkan beberapa indikator anak-anak yang termasuk dalam 

Generasi Z atau Generasi Net:  

Memiliki ambisi besar untuk sukses  

Anak zaman sekarang cenderung memiliki karakter yang positif dan optimis dalam menggapai mimpi mereka. 

Cenderung praktis dan berperilaku instan (speed) Anak-anak di era generasi Z menyukai pemecahan masalah yang praktis. Mereka tidak menyukai berlama-lama meluangkan proses panjang mencermati suatu masalah. Hal ini disebabkan anak-anak ini lahir dalam dunia yang serba instan. 

Cinta kebebasan dan memiliki percaya diri tinggi  

Generasi ini sangat menyukai kebebasan. Kebebasan berpendapat, kebebasan berkreasi, kebebasan berekspresi, dan lain sebagainya. Mereka lahir di dunia yang modern, dimana sebagian besar dari mereka tidak menyukai pelajaran yang bersifat menghafal. Mereka lebih menyukai pelajaran yang bersifat eksplorasi. Anakanak pada generasi ini mayoritas memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Mereka memiliki sikap optimis dalam banyak hal. 

Cenderung menyukai hal yang detail Generasi ini termasuk dalam generasi yang kritis dalam berpikir, dan detail dalam mencermati suatu permasalahan atau fenomena. Hal ini disebabkan karena mudahnya mencari informasi semudah mengklik tombol search engine. 

Berkeinginan besar untuk mendapatkan pengakuan Setiap orang pada dasarnya memiliki keinginan agar diakui atas kerja keras, usaha, kompetensi yang telah didedikasikannya. Terlebih generasi ini cenderung ingin diberikan pengakuan dalam bentuk reward (pujian, hadiah, sertifikat, atau penghargaan), karena kemampuan dan eksistensinya sebagai individu yang unik. 

Digital dan teknologi informasi 

Sesuai dengan namanya, generasi Z atau generasi Net lahir saat dunia digital mulai merambah dan berkembang pesat di dunia. Generasi ini sangat mahir dalam menggunakan segala macam gadget yang ada, dan menggunakan teknologi dalam keseluruhan aspek serta fungsi sehari-hari. Anak-anak pada generasi ini lebih memilih berkomunikasi melalui dunia maya, media sosial daripada menghabiskan waktu bertatap muka dengan orang lain. 

Nilai Plus dan Minus Generasi Z 

Dalam AF Magazine (2015), diterangkan bahwa generazi Z memiliki nilai Plus dan nilai Minus sebagai berikut: 

Nilai Plus Gen-Z 

Sikap ingin tahu generasi Z sangat tinggi, ketika dihadapkan dengan teknologi, mereka tidak perlu diajari. Generasi Z dengan sendirinya akan berusaha menguasai apa yang dibutuhkan atau apa yang harus dilakukan untuk tahu dan mampu mengaplikasikan suatu teknologi. Sifat khas mereka lainnya adalah multitasking; terbiasa dengan berbagai aktivitas dalam satu waktu yang bersamaan, bisa membaca, berbicara, menonton, atau mendengarkan musik dalam waktu yang bersamaan. 

Generasi ini memiliki kepedulian yang tinggi soal lingkungan dan politik, sehingga apabila generasi ini mendapatkan pendidikan yang baik dan cocok maka mereka akan sangat bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. 

Nilai Minus Gen-Z Anak Generasi Z cenderung tidak sabaran, ingin menyelesaikan masalah menggunakan cara-cara instan karena terbiasa berkomunikasi dan menyelesaikan masalah melalui dunia maya yang serba cepat dan praktis. Sebagian dari generasi ini kurang terampil berkomunikasi verbal yang bisa menjurus menjadi tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Apabila nilai minus ini dapat diakamodir dengan baik oleh lingkungannya, baik di lingkungan pendidikannya maupun pekerjaannya, maka besar kemungkinan nilai minus ini akan tergerus. 

B. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling Perkembangan 

Asumsi dasar pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan adalah pemikiran bahwa perkembangan individu yang sehat akan terjadi dalam interaksi yang sehat individu dengan lingkungannya. Dengan kata lain, lingkungan tersebut bagi individu menjadi lingkungan belajar. "Being Educare for its proportional emphasis is on prevention and improvement, not corective and therapeutic, Being developmental for its main goal of counseling is to develop human cape city by provide developmental environment" (Myrick, 2011). Kata sehat dalam hal ini bukan hanya merujuk pada interaksi antara individu dan lingkungan, tetapi lingkungan itu sendiri juga harus sehat.  

Bimbingan dan konseling perkembangan dengan demikian dapat dartikan sebagai perspektif, pendekatan dalam bimbingan dan konseling yang berlandaskan pada teori-teori perkembangan dan bertujuan mengembangkan individu ke arah perkembangan optimal dalam lingkungan perkembangan yang mendukung.  

Bimbingan dan konseling perkembangan dirancang dalam pencapaian tujuan. Keberhasilan implementasi bimbingan dan konseling perkembangan perlu memperhatikan prinsip-prinsip dibawah ini:  

Bimbingan perkembangan bagi semua siswa. 

Bimbingan perkembangan memiliki suatu kurikulum yang terorganisasi dan terencana. 

Bimbingan perkembangan adalah bentuk yang berurutan dan fleksibel. 

Bimbingan perkembangan merupakan bagian terintegrasi dari proses pendidikan secara keseluruhan. 

Bimbingan perkembangan melibatkan semua personil sekolah

Bimbingan perkembangan membantu para siswa belajar lebih efektif dan efisen. 

Bimbingan perkembangan melibatkan para konselor yang menyediakan layanan konseling khusus dan intervensi (Myrick, 2011: 44). 

Bimbingan dan konseling komprehensif merupakan model bimbingan dan konseling yang berprinsip pada konsep bimbingan dan konseling perkembangan. Menurut Gysbers dan Henderson (2012: 62), "A comprehensive guidance and counseling program is a program as having a common language organizational framework with a spesific configuration of planned, sequenced, and coordinated guidance and counseling activities and services based on student, school, and community needs and resources, designed to serve all students and their parents or guardians in a local school district." 

Dalam penyusunan program bimbingan dan konseling komprehensif, harus memahami desain dan cara implemantasinya. Dollarhide (2011:51) menegaskan untuk menjadi komprehensif, program bimbingan dan konseling harus memiliki ciri sebagai berikut : 

Holistik 

Program bimbingan dan konseling komprehensif berorientasi pada upaya pengembangan seluruh aspek perkembangan siswa, tanpa terkecuali. Bidang yang dikembangkan adalah bidang akademik, karir, dan pribadi-sosial. 

Sistematik 

Untuk memfasilitasi perkembangan siswa yang optimal dipengaruhi oleh sistem lingkungan. Sistematik yang dimaksud adalah seluruh aktivitas layanan bimbingan tersusun secara sistematik, dimana dalam prosesnya melibatkan semua elemen atau pihak terkait, yang signifikan dalam kehidupan siswa. 

Seimbang 

Seimbang dalam perspektif kompehensif adalah aktivitas konselor harus seimbang pada layanan dasar, perencanaan individual, dan layanan responsif, dan dukungan sistem. Keseimbangan juga terdapat antara waktu dan tugas utama konselor, seperti konseling, edukasi, konsultasi dan kolaborasi, kepemimpinan, koordinasi dan advokasi. 

Proaktif 

Proaktf dalam program bimbingan dan konseling komprehensif yaitu konselor proaktif terahadap masalah kemungkinan timbul yang dapat menghambat kesuksesan siswa melalui tindakan preventif. 

Terintegrasi dalam kurukulum sekolah 

Program bimbingan dan konseling komprehensif bukan bagian terpisah dari kurikulum sekolah, namun bagian dari kurikulum sekolah untuk mencapai visi dan misi sekolah. Program BK harus masuk dalam program sekolah, selaras dengan tujuan sekolah. 

  Refleksi 

Refleksi merupakan kegiatan untuk menganalisa efektivitas kerja konselor dan efektifitas program bimbingan dan konseling komprehensif. Kegiatan ini untuk mengetahui sejauhmana pengaruh layanan bimbingan dan konseling dalam kehidupan dan perkembangan siswa. 

Program bimbingan dan konseling sekolah tidak hanya bersifat komprehensif dalam ruang lingkup, namun juga harus bersifat preventif dalam desain, dan bersifat pengembangan dalam tujuan (comprehensive in scope, preventive in design and developmental in nature) (ASCA, 2012: 85). Pertama, bersifat komprehensif berarti program bimbingan dan konseling harus mampu memfasilitasi capaian-capaian perkembangan psikologis peserta didik dalam totalitas aspek bimbingan (pribadisosial, akademik, dan karir). Layanan bimbingan dan konseling ditujukan untuk seluruh pesera didik tanpa terkecuali. Kedua, bersifat preventif dalam desain mengandung arti bahwa pada dasarnya tujuan pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah bersifat preventif. Melalui cara yang preventif tersebut diharapkan pesera didik mampu memilah tindakan dan sikap yang tepat dan mendukung pencapaian perkembangan psikologis ke arah ideal dan positif. Dan ketiga, bersifat pengembangan dalam tujuan bahwa program yang didesain konselor sekolah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan para peserta didik sesuai dengan tahap perkembangan.  

Peran Bimbingan dan Konseling Perkembangan dalam Menghadapi Generasi Z 

Secara umum, generasi Z memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan karakteristik generasi sebelumnya. Membelajarkan anak generasi Z akan menjadi hal sulit jika pendidik masih menerapkan gaya masa lalu, seperti menggunakan metode Duduk Dengar Catat Hapal (DDCH). Kini bukan zamannya lagi anak duduk menghabiskan waktu dengan mendengarkan, merangkum dan menuliskan PR di buku tulis. Seiring perkembangan zaman, pendidik harus meninggalkan cara lama agar sukses membimbing generasi Z menghadapi masa depan. Sangat diperlukan inovasi dalam mengajar anak generasi Z, karena mereka mempunyai konsep berpikir yang berbeda. Lingkungan generasi Z bukan hanya alam nyata, tetapi juga alam maya (Purnomo, 2016).  

Dalam melakukan berbagai strategi layanan BK di atas, tentunya guru BK tidak dapat bekerja sendirian. Guru BK memerlukan partner kerja agar dapat melakukan pendampingan terhadap siswa generasi Z. Dalam kontek bimbingan dan konseling komprehensif, sangat ditekankan adanya kolaborasi, yaitu kerjasama guru BK dengan stakeholder sekolah dan luar sekolah untk menyelenggarakan layanan BK. Adapun bentuk kolaborasi yang bisa dilakukan oleh guru BK dalam menyiapkan generasi Z ini adalah sebagai berikut:

Kolaborasi dengan orang tua untuk kegiatan edukasi dan pengawasan. Ketika di sekolah, maka guru yang mengedukasi dan mengontrol penggunaan media yang berlebihan (negatif) oleh siswa. Sedangkan ketika di rumah maka itu menjadi tanggungjawab orang tua.

Kolaborasi dengan penyedia jasa layanan internet (provider) untuk kegiatan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling secara online, yaitu penyediaan jaringan yang stabil serta tahan virus dan telah memiliki filter untuk situs-situs yang negatif bagi siswa.

Kolaborasi dengan guru mata pelajaran dalam hal pengembangan ketrampilan pemecahan masalah, berpikir kritis dan inovatif. Dimana guru mata pelajaran diminta untuk melakukan kegiatan mengajar dengan menggunakan teknik/metode berbasis teknologi informasi dan komunikasi

yang dapat merangsang perkembangan ketrampilan siswa.

Kolaborasi dengan wali kelas dalam memberikan motivasi sekaligus nasehat pada siswa tentang rambu-rambu penggunaan alat komunikasi dan internet.

Kolaborasi dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana dan Prasarana untuk pengadaan media/alat pendukung pelaksanaan layanan seperti LCD proyektor, screen, speaker, MP3/MP4 player, laptop yang terkoneksi internet, dan lain-lain.

PENUTUP

Generasi Z merupakan orang-orang yang lahir pada kurun waktu sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2010. Generasi ini memiliki ambisi besar untuk sukses, cenderung berprilaku praktis, dan ingin bebas. Generasi ini memiliki kepercayaan diri yang tinggi, menyukai hal yang detail, ingin diakui dan selalu bertentangan dengan teknologi. Generasi ini memerlukan bimbingan untuk mencapai kesuksesan, sehingga peran bimbingan dan konseling dalam konteks pendidikan generasi Z sangat dibutuhkan. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya menggunakan teknik dan media berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk menyampaikan sejumlah pesan. Teknik yang bisa diterapkan yaitu diskusi, FGD, problem solving, dan simulation games. Adapun media yang bisa diimplementasikan yaitu media jejaring sosial (Facebook, Instagram, Twitter, What's App, Telegram, dan sebagainya), video, film atau macromedia flash, yang didukung dengan sarana seperti laptop, LCD proyektor, screen, speaker, dan MP3/MP4 Players. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan tentunya harus mendukung bimbingan dan konseling berbasis teknologi informasi dan komunikasi dengan cara menyediakan fasilitas yang mendukung penyelenggaraan layanan.

08.42

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun