Mohon tunggu...
Fhadila Roza
Fhadila Roza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Bengkulu

i'm NCTzen

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Imbas Hallyu atau K-pop terhadap Perpajakan Indonesia?

8 Desember 2022   19:42 Diperbarui: 8 Desember 2022   20:01 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Unboxing Album K-pop ( Sumber : Channel Youtube NCT Dream )

Di masa globalisasi saat ini banyak fenomena interaksi yang masuk ke Indonesia, salah satunya budaya korea atau biasa disebut dengan Korean Wave (Hallyu). Semenjak tahun 2004 sampai saat ini antusiasme penggemar budaya Korea amat besar terutama dikalangan  generasi  muda , hal  ini mengakibatkan muda hanya pikiran Korea tersebut diterima serta bertumbuh di tengah publik Indonesia. Di tengah maraknya platform streaming audio semacam Spotify, anda barangkali sangat jarang  melihat orang mendengarkan musik dari CD. Tetapi, siapa sangka, perdagangan album K-pop justru  sedang laris manis.

Budaya K-pop sangat merajalela di kalangan anak muda, yang pada dasarnya seseorang penggemar K-pop yang memiliki kesukaan yang berlebih pada idol K-pop hendak membeli album sebanyak  mungkin untuk memperoleh photocard idol mereka yang ada di album itu sendiri, terlebih para penggemar mampu membantu idol mereka dalam penjualan album. Salah satu contohnya  dalam pembelian album Nct Dream, di mana Indonesia mendiami posisi kelima dengan Negara yang paling banyak membeli album idol Kpop tersebut. 

Komitmen dari sikap penggemar ini akhirnya dimanfaatkan oleh agensi di Korea guna mengambil manfaat serta profit sebanyak mungkin. Mereka membuat tipe album dengan bermacam-macam model guna kesenangan  penggemar serta profit yang maksimum bagi agensi. Dan  nyatanya pengorbanan dari penggemar ini dijadikan nilai  jual dan menimbulkan adanya pemanfaatan dan ternyata dalam perihal ini melahirkan Korea selaku negara tersukses di dunia hiburan.Fans Indonesia sering dikenal dengan master voting dan streaming hingga overshadowed fakta bahwa Indonesia masuk ke jajaran negara dengan pembeli album fisik Kpop terbanyak di dunia.

Pembelian barang seperti album dari korea termasuk pembelian barang impor dan akan dikenakan pajak bea cukai. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan tentang bea masuk dan pajak impor, pembeli tidak dikenai bea masuk tapi dikenakan PPN 10 persen jika harga album K-Pop di bawah US$ 3 atau setara dengan Rp43.500 namun, jika di atas US$ 3 akan dikenakan pajak bea masuk dan PPN. Pemerintah sebelumnya memutuskan untuk mengenakan bea masuk barang  impor dengan batas minimal US$ 75.  

Contoh perhitungan pajak untuk album Kpop bebas pajak. Misalnya, Nana membeli album boyband Nct Dream dari Korea Selatan dengan rincian harga seperti berikut:

Harga album K-Pop US$ 3 (karena FOB < US$ 3 maka bebas bea masuk); Ongkos kirim US$ 1 serta asuransi US$ 1 dengan kurs pajak US$ 1 setara dengan Rp14.000. Maka, perhitungan pajaknya: 

 

1. Nilai Pabean (NP) 

(Harga album + ongkos kirim + asuransi album K-Pop) x kurs pajak = (US$ 3 + US$ 1 + US$ 1) x Rp14.000 = Rp70.000 

2. Bea Masuk (BM) 

Karena masih berada dalam batas minimum jadi tidak dikenakan bea masuk (dibebaskan) 

3. Nilai Impor (NI) 

Nilai Pabean (NP) + Bea Masuk (BM) = Rp70.000 + 0 = Rp70.000 

4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 

Tarif PPN x Nilai Impor (NI) = 11% x Rp70.000 = Rp7.700 

Jadi, total yang harus dibayar Nana yaitu sebesar Rp7.700.

 

Contoh perhitungan pajak untuk album KPop seperti berikut, jika membeli album idol K-Pop dengan harga kisaran US$ 20 (Rp280.000), maka harus menambahkan bea masuk sebesar 7,5 persen dan ditambah dengan PPN sebesar 10 persen dari harga album atau 11 persen jika pembeliannya setelah bulan Maret 2022.

Jadi, harus membayar bea masuk US$ 1,5 (Rp21.000) ditambah PPN US$ 2 (Rp28.000) untuk tarif 10 persen atau US$ 2,2 (Rp30.800) untuk tarif 11 persen namun belum termasuk ongkos kirim. ( Sumber : https://www.pajakku.com/read/62f9e4b5a9ea8709cb18bad7/Pajak-Dalam-Industri-Hiburan-K-Pop-) . 

Pajak album KPop tersebut dibayarkan setelah album sampai di Indonesia. Jadi, apabila selama ini penggemar K-Pop biasa membeli album maupun merchandise dari Korea langsung sebagai bentuk dukungan kepada idola mereka, siap-siap harganya naik.

 Tidak sedikit masyarakat khususnya para K-Popers yang protes mengenai keputusan itu sebab merasa dirugikan dengan batas minimal tersebut. menurut mereka keterbatasan ketersediaan album dan merchandise yang terdapat di pasar lokal mengakibatkan mereka membeli dari luar negeri. Heru Pambudi selaku Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengungkapkan bahwa penurunan batas minimal bea masuk barang impor ini dilakukan untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri yang melakukan produksi barang-barang head-to-head (beradu) dengan barang kiriman.

 Beliau menyatakan bahwa selama ini kebanyakan impor barang kiriman yg tercatat dalam dokumen pengiriman barang yaitu nilainya berada pada bawah US$ 75 atau sekitar 98,65 %. Sedangkan di sisi lain, barang-barang yang mendominasi yaitu barang bebas bea masuk sebanyak 83,88 persen. berdasarkan data asal beacukai realisasi penerimaan bea cukai hingga Oktober 2022 yg mencapai Rp1.077,78 miliar atau Rp1,07 triliun.

Kembali lagi ke judul, bagaimana imbas Hallyu atau Kpop terhadap perpajakan Indonesia?  Menurut pendapat saya, budaya kpop dan pembelian album kpop memiliki imbas yang baik terhadap perpajakan di Indonesia. Karena kembali ke data yang diterbitkan dari Gaon Music Chart, Indonesia memasuki peringkat kelima pembeli album Kpop terbanyak di dunia. Dan apabila album tersebut masuk ke Indonesia maka akan dikenai pajak bea cukai yang akan masuk ke anggaran Indonesia.  

Pengenaan PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi seluruh pelaku usaha khususnya antara pelaku pada dalam negeri maupun di luar negeri, dan antara usaha konvensional serta usaha digital. 

Dengan berlakunya ketentuan ini maka produk digital seperti langganan streaming music, streaming film, perangkat lunak serta games digital, serta jasa online dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN, dan produk digital sejenis yang diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun