Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Yayasan Lentera Anak, di Tengah Pusaran Polemik PB Djarum Vs KPAI

9 September 2019   07:46 Diperbarui: 9 September 2019   11:37 2186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih lekat dalam ingatan kita, ketika menyaksikan pengembalian tunggal putri Korea Selatan  Bang Soo Hyun, melewati garis belakang, Out! Itulah momen bersejarah yang tak akan pernah dilupakan Susi Susanti dan seluruh bangsa ini.

Emas pertama  Indonesia di ajang olahraga 4 tahunan Olimpiade. Betapa harunya, betapa bangganya, ketika Sang Saka  Merah Putih berkibar diiringi lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Air mata kebanggaan Susi Susanti saat itu mewakili air mata haru seluruh bangsa Indonesia.Bersama Alan Budi Kusuma  yang meraih emas tunggal putra yang kemudian menjadi suaminya, memastikan Indonesia meraih 2 medali emas Olimpiade Barcelona.

Setelah  Bulutangkis dipertandingkan di Olimpiade tak sekali pun Indonesia melewatkan untuk meraih medali emas. Emas itu bukan hasil simsalabim abrakadabra, butuh perjuangan panjang untuk dapat meraihnya. Pembibitan di usia dini, sejak usia anak-anak dilakukan. Susi mulai berlatih bulutangkis secara intensif di usia 7 tahun, usia yang sangat belia.

Begitulah olahraga, jika ingin sukses pembibitan memang harus dimulai di usia sangat dini. Tidak semua orang memiliki bakat dan kesempatan yang sama. Ada proses kurasi yang biasanya dilakukan orang tua masing-masing untuk mengetahui bakat sang anak.

Apakah kemudian proses pembibitan dan pembinaan ini boleh disebut sebagai eksploitasi anak? 

Pembinaan usia dini dilakukan di seluruh negara di bumi ini. Amerika Serikat, Arab Saudi, Jepang, Inggris, China, dan seluruh negara melakukannya. Apakah mereka semua dianggap sebagai pelaku eksploitasi anak?

Rasanya hanya di Indonesia, proses pembibitan atlet dianggap sebagai eksploitasi terhadap anak-anak.

Polemik yang terjadi beberapa hari belakangan ini terkait proses pembibitan atlet, mencuat ketika PB Djarum mulai tahun depan, 2020 akan menghentikan Audisi Beasiswa Bulutangkis PB Djarum. 

 "Penyelenggaraan audisi tahun ini sekaligus ajang kami untuk pamit, karena di tahun 2020 kita memutuskan untuk menghentikan audisi umum. Memang ini disayangkan banyak pihak, tetapi demi kebaikan bersama kita hentikan dulu, biar reda dulu, dan masing-masing pihak agar bisa berpikir dengan baik," ujar Yoppy Rosimin Program Director Persatuan Bulutangkis Djarum di Purwekerto Sabtu (07/09/19) lalu.

Keputusan ini diambil bermula dari tuduhan dari KPAI yang menyatakan bahwa kegiatan ajang pembibitan atlet yang dilaksanankan oleh PB Djarum merupakan bentuk eksplotasi anak-anak.

"Kenapa disebut sebagai eksploitasi, eksploitasi adalah melakukan sebuah kegiatan yang di atas porsi yang seharusnya, jadi melebihkan," kata Sitti Hikmawaty salah satu komisioner KPAI, Minggu (28/07/19). Seperti yang dikutip dari Tirto.id.

Selain itu, KPAI menganggap bahwa yang dilakukan PB Djarum merupakan bentuk promosi produk tembakau kepada anak-anak sehingga anak akan berpikir bahwa rokok itu bukan sesuatu yang berbahaya bagi kesehatan, karena berdasarkan hasil penelitian yang mereka dapatkan"Itu sudah kami lakukan survei kepada anak-anak. Jadi ada empat dari lima anak yang ditanya mengatakan kalau Djarum itu pasti rokok, Djarum Foundation itu rokok. Walaupun dia sebut ini kan beda, tapi survei yang terjadi pada anak begitu," tambahnya.

Aneh juga sih KPAI itu, loud and clear PB Djarum itu bukan PT Djarum yamg memang perusahaan pengolah produk-produk tembakau, PB Djarum itu Persatuan Bulutangkis Djarum. Dua entitas berbeda, dengan pengurus dan tujuan berbeda pula.

Yang kemudian KPAI lakukan adalah mengasosiasikan kedua Entitas itu menjadi satu kesatuan, cuma berdasarkan asumsi dan penelitian yang katanya dilakukan mereka, walau tak jelas benar siapa yang melaksanakan penelitian tersebut.

Selidik punya selidik ternyata yang melakukan penelitian seperti yang diklaim KPAI itu ternyata sebuah LSM bernama "Yayasan Lentera Anak (YLA)".

LSM yang bergerak di bidang perlindungan anak ini, memang gencar sekali menyerang kegiatan Audisi ini karena dibiayai perusahan Rokok.

Dalam satu kesempatan di bulan Februari 2019 lalu,  Ketua YLA Lisda Sundari melaporkan  kepada KPAI, bahwa menurut hasil penelitian mereka kegiatan Audisi Beasiswa Bulutangkis  PB Djarum merupakan bentuk eksploitasi anak dan pencitraan perusahaan.

"Pemenang audisi ini sebenarnya bukanlah anak-anak yang mendapat secuil beasiswa, melainkan adalah penyelenggara audisi. Karena mereka membangun pasar masa depan dan pencitraan sebagai perusahaan yang seolah-olah peduli (dengan  bulutangkis) melalui kegiatan ini" ujar Lisda dalam penggalan laporanya 15 Februari lalu seperti yang dikutip dari situs Lentaraanak.org

Tuduhan mengerikan yang hanya berdasar asumsi-asumsi tanpa penelitian yang kredibel. Hal ini lah yang kemudian menjadi dasar KPAI melakukan tekanan kepada pelaksanaan audisi pencarian bakat bulutangkis menimbulkan polemik berkepanjangan antara KPAI vs PB Djarum, yang terakhir membuat PB Djarum menghentikan kegiatan ini.

Apabila kita amati cuitan-cuitan dari LSM lentera Anak  terkait masalah audisi ini memang sangat keras, entah apa motivasi mereka, apakah benar-benar murni untuk kepentingan anak atau kepentingan donaturnya.

Jika dasarnya kepentingan anak, untuk mencegah eksploitasi anak rasanya banyak kok audisi audisi anak-anak yang menggunakan anak sebagai obyeknya. Masterchef kid di RCTI, Indonesia idol kids atau Hafiz Al Quran misalnya itu melibatkan anak -anak dan mereka sama lah pasti dilatih dengan jangka waktu tertentu dan intensitas yang tinggi, seperti audisi bulutangkis, terus kemana mereka? Kok audisi itu tidak dihentikan?

Asal tahu saja Pembibitan usia dini itu lazim terjadi dibelahan manapun didunia ini, bakat itu harus ditemukan kemudian dibina dan diarahkan dengan sistematis, tak mungkin abrakadabra, jadi seperti Susi Susanti meraih medali emas Olimpiade. 

Sadar kah KPAI dan YLA ini bahwa untuk pembibitan atlet olahraga ini Pemerintah indonesia ini kedodoran, dan masih sangat membutuhkan sokongan sektor swasta dalam melakukannya.

Hal itu diakui oleh Ketua Komite Olimpiade Indonesia Erick Thohir "olahraga Indonesia saat ini masih sangat bergantung dari peran dunia usaha, baik dalam upaya pembibitan atlet maupun prestasi olahraga Indonesia"ujar Erick dalam siaran persnya pada Minggu (8/9/2019). Seperti yang dikutip dari Kompas.com.

Atas kondisi ini Erick merasa prihatin dan akan mencari jalan keluarnya.  "KPAI dan PB Djarum dua lembaga yang sama-sama dibutuhkan untuk bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, saya ingin kedua pihak duduk bersama sehingga mendapatkan solusi terbaik untuk bangsa kita, khususnya dunia olahraga," tambahnya.

Menurut saya hal ini bisa dilakukan sepanjang pihak yang mengompori seperti Yayasan Lentera Anak tidak perlu dilibatkan.  Mungkin maksud YLA baik agar anak-anak terlindungi, tapi tak menutup kemungkinan juga ada hidden agenda yang mereka usung dibelakang semua permasalahan ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun