Pergi ke Mekah, untuk menunaikan ibadah Haji merupakan impian setiap umat muslim yang ada di belahan dunia ini termasuk saya. Memiliki uang saja tidaklah cukup untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima ini. Harus ada keinginan kuat dan kemudahan dari Allah SWT untuk dapat melakukannya. Bayangkan, Di Indonesia daftar tunggu keberangkatan haji reguler secara rata-rata nasional pada tahun 2019 ini adalah 18 tahun.Â
Dengan waktu tunggu Haji reguler tercepat ialah Provimsi Maluku, 11 tahun, dan terlama adalah Sulawesi Selatan 36 tahun, jadi kalau daftar ketika usianya 40 tahun, kita baru bisa berangkat haji di usia 76 tahun. Usia yang sebenarnya kurang layak untuk melakukan ibadah yang memerlukan fisik yang kuat.
Bukan kah berat harus menunggu seperti itu? aturan berhaji itu ketat dan tidak bisa kita pergi sendiri kesana atas nama pribadi tanpa ijin dan surat-surat yang memang khusus untuk beribadah haji. Kalau bisa mungkin sudah banyak orang yang pergi secara incognito ke Mekah untuk berhaji.Â
Dalam film Le Grande Voyage (LGV) sepertinya hal itu bisa dilakukan tanpa harus ada ijin dari pemerintah Perancis bisa pergi ke Mekah tanpa harus di ribetin dengan urusan perijinan, tinggal menyiapkan Paspor dan bekal yang cukup, uang maksudnya. kemudian langsung bisa berangkat.
Le Grande Voyage  sebuah film yang luar biasa di tulis dan di sutradarai oleh Ismael Ferroukhi. Film ini di buka dengan percakapan kakak beradik yang sedang mencari pintu depan bagian kanan mobil di sebuah bengkel, dan akhirnya bisa menemukan walaupun dengan warna cat yang berbeda. Sebuah mobil Peugeot Station wagon berwarna  biru dengan pintu kanan bagian depan berwarna orange.Â
Kelihatan lucu sih emang, saya sempat berpikir kenapa Ismael sang sutradara harus memakai mobil seperti itu, akh tapi sampai akhir saya tidak berhasil menemukan korelasi dengan keseluruhan cerita LGV ini.
Film ini bercerita tentang Seorang ayah dari  keluarga imigran Muslim Maroko yang sudah berada di perancis selama 30 tahun, berniat melaksanakan ibadah haji dengan mengendarai mobil biru berpintu orange tadi, karena sang ayah (Mohamed Majd) tidak mau berangkat Ke Mekah naik pesawat. Tadinya sang ayah meminta anak sulungnya untuk menjadi supir dalam perjalanan itu.Â
Namun sayang dia menolak dengan alasan SIMnya dicabut karena ia melanggar lampu merah dan kemudian kabur. Sehingga akhirnya anak bungsunya lah yang menjadi supirnya. Reda (Nicholas Cazale) Â begitu nama anak bungsunya tersebut, ia adalah seorang pelajar Sekolah Menengah Umum (SMU) di Perancis Selatan.
Dalam waktu empat hari, Reda terjebak dilema. Ia harus mengikuti ujian akhir SMU. Ia pernah gagal, dan ini adalah kesempatan terakhirnya. Disamping, imannya memang tipis. Meskipun orang tuanya muslim, tapi lahir dan tumbuh di Perancis membuat Reda menjadi Hedonis, muslim sebatas KTP. Awalnya, ia berjanji kalau perjalanan ayahnya yang diantar sang kakak bisa berhasil, ia akan berhenti mabuk dan mulai sholat.
Dengan setengah hati Reda menyanggupi menemani ayahnya pergi ke Mekah. Berbekal keteguhan hati sang ayah dan uang yang pas-pasan serta selembar peta benua Eropa, maka perjalanan mereka menuju Mekah dengan melintasi Italia, Slovenia, Kroasia, Yugoslavia, Bulgaria, Turki, Syria dan Yordania itupun dimulai.
Sepanjang perjalanan mereka menghadapi berbagai macam masalah dan ribut satu sama lain karena pemikiran dan pendirian mereka berdua selalu bertentangan. terkadang ketegangan itu berubah menjadi perang dingin yang membuat mereka tidak bertegur sapa.Â
Seperti, ketika sang ayah mengakui telah membuang handphone Reda di tong sampah. Padahal tong sampah itu sudah tertinggal di belakang sejauh 300 KM. Atau, ketika Reda ingin berhenti di Milan, Sekadar jalan-jalan dan memotret. Tapi ayahnya menolak dengan tegas, "Kau pikir kita sedang pesiar, berhenti di setiap kota?" Tak ada kompromi.Â
Tiba-tiba ketika mulai memasuki Yugoslavia seorang nenek-nenek bisu menerobos masuk  dan kemudian menumpang mobil mereka. Nenek ini lah yang kemudian membawa mereka menuju Beograd. Padahal sebelumnya mereka berdebat di sebuah pertigaan untuk menentukan arah mana menuju Beograd. namun sesampainya di Beograd ketegangan antara keduanya terjadi hanya karena sang anak merasa tidak nyaman dengan kehadiran nenek itu.Â
Memasuki Bulgaria mereka dihadang oleh badai salju yang sempat membuat sang ayah harus dirawat disebuah rumah sakit, namun karena tekad kuatnya untuk segera sampai di Mekah, kesehatan sang ayah bisa pulih dengan cepat.Â
Dan perjalanan kembali dilanjutkan. Badai salju terus berlangsung akhirnya memaksa mereka untuk beristirahat sejenak di sebuah gubuk, mereka bercakap-cakap Reda bertanya kepada ayahnya, kenapa ayahnya tidak naik pesawat saja, sang ayah kemudian menjawab dengan bijak "Saat air laut naik ke langit, rasa asinnya hilang dan murni kembali. Air laut menguap naik ke awan. Saat menguap, ia menjadi tawar. Itulah sebabnya, lebih baik naik haji berjalan kaki daripada naik kuda. Lebih baik naik kuda daripada naik mobil. Lebih baik naik mobil daripada naik kapal laut. Lebih baik naik kapal laut daripada naik pesawat."Â
Bulgaria berhasil mereka lewati, untuk kemudian memasuki Turki. Ketika mereka memasuki check point di perbatasan Turki ternyata paspor Reda bermasalah, untung ada seorang yang bernama Musthopa membantu dan mereka berhasil mengatasi masalah tersebut. Orang itu  kemudian menumpang, dan perjalanan dilanjutkan.Â
Dalam perjalanan Musthopa mengajak Reda mampir di rumahnya kemudian ia mengungkapkan keinginannya untuk ikut berhaji menuju Mekah, ditengah jalan ketika mereka istirahat. Mustopha Mengajak Reda mabuk-mabukan dan dilalahnya uang milik ayahnya pun di sikat Musthopa, kemudian dia kabur. sang ayah  marah kepada Reda,  seraya berucap " kau bisa baca tulis, tapi buta akan kehidupan"
Di tengah kesedihan karena kehilangan uang mereka mulai memasuki Syiria menuju Damaskus, Bahan bakar habis uang tak ada begitulah pikiran Reda, dia berpikir untuk menghentikan saja perjalanan itu, Â namun tiba-tiba sang ayah mengeluarkan uang dari lipatan sabuknya. Kemudian sang ayah mengutarakan niatnya untuk menjual mobil tersebut buat biaya mereka pulang nanti.
Bahwa ketika orang yang sama-sama keras hatinya, harus saling menurunkan egonya masing-masing agar konflik tak semakin meruncing dan menggagalkan rencana baik. Dalam hal ini, sang ayah telah berhasil dengan bijak memulainya.
Dan Perjalanan kembali berlanjut memasuki Yordania, sang ayah kemudian membeli domba bagi kebutuhan kurban di saat menunaikan ibadah haji nanti, eh ditengah jalan Reda mulai marah karena terganggu dengan suara dan bau kambing yang disimpan di kursi belakang, ia keluar dan berniat menyembelih kambing tersebut, namun sayang kambing kabur, ia merasa bersalah dan kemudian meminta maaf pada sang ayah.Â
Ketika sang ayah meminta dia berhenti dan kemudian turun untuk melaksanakan shalat, Reda menemukan uang yang cukup banyak dalam kaos kaki ayahnya. Redapun tertawa lega, hampir menangis. Mungkin dalam hati mulai mengagumi ayahnya. Mereka menginap sejenak di hotel, meluruskan punggung. Ayahnya berkelit kalau uang itu diberikan oleh konsulat Perancis. Menurut ayahnya, itu sudah sebanding dengan jumlah yang telah dicuri oleh Mustopha.Â
Di hotel, lagi-lagi mereka berdebat mengenai asal-usul uang tersebut. Perdebatan itu membuat Reda marah, kemudian ia keluar dan menghabiskan waktu di klub malam, kemudian membawa seorang pelacur ke kamarnya ketika sedang berduaan dengan wanita tersebut masuklah sang ayah ke kamar, murka lah ia. Saking marahnya ia akhirnya memutuskan melanjutkan perjalanannya tanpa anaknya. Reda akhirnya meminta maaf.Â
Semua kembali berjalan tenang, dan mulai memasuki Saudi Arabia, rombongan-rombongan mobil jemaah haji sudah mulai berdatangan dari berbagai negara di sekililing Arab Saudi, Mesir, Yordania, Turki, Lebanon, dan negara-negara lainnya. Sebuah perjalanan panjang telah mereka lalui, segala duka dan halangan yang berhasil mereka lewati, akhirnya Mekah tanah impian bagi para peziarah yang berharap memperoleh gelar haji mabrur sudah di depan mata.Â
Kerinduan sang ayah akan Mekah membuat perjalan tersebut terlihat syahdu, adzan mulai terdengar, teriakan.. Labaik Allahhuma Labbaik, Labbaik Syarikalla Labaik bersahutan. Sang ayah turun untuk kemudian shalat, Reda tertegun memperhatikan sang Ayah, hatinya mulai terpanggil untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Hari terakhir, prosesi ibadah puncak haji mulai berlangsung. semburat muka bahagia sang ayah terlihat jelas, saat fajar menjelang sang ayah bergegas menaiki bis yang telah disediakan menuju Arafah untuk melakukan wukuf sebagai puncak ibadah haji.Â
Reda menunggu di parkiran yang memang disediakan untuk para Jamaah. Senja menjelang namun sang ayah tak kunjung datang, ia khawatir dalam pikirannya ia takut kehilangan ayahnya.Dan benar saja sang ayah tak pernah kembali. Ia terus mencari ditengah jutaan manusia berihram putih, akhirnya seorang polisi mengantarkannya ke sebuah rumahsakit dimana ayahnya telah terbaring kaku dibungkus ihram.
Perjalanan yang menakjubkan dan mengharukan. Lika-liku di dalamnya cukup memberikan pembelajaran. Saya suka endingnya yang terbuka, tidak serta-merta menunjukkan Reda berubah menjadi baik dengan menjadi rajin sholat misalnya. Hanya proses menuju berubah. Selanjutnya, penonton sendirilah yang menyimpulkan.
Sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H