Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Baiq Nuril, Ketika Semua Orang Jadi Hakim

9 Juli 2019   08:57 Diperbarui: 9 Juli 2019   09:03 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum Pidana Menurut Prof. Moeljatno, S.H. seperti dikutip dari wikipedia.org, Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

  1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
  2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
  3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Begitulah hukum pidana itu diberlakukan. Seperti yang terjadi kepada Baiq Nuril Maknun  yang diputuskan bersalah  dan di hukum selama 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp. 500 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim MA setelah upaya Peninjauan Kembali  (PK) di tolak majelis hakim Mahkamah Agung. Terkait pelanggaran yang dia lakukan seperti yang disangkakan kepadanya karena melanggar Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman hukumnya enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Kasus Baiq ini berawal dari pelaporan oleh H.Muslim Kepala Sekolah SMA Negeri 7 Mataram NTB kepada kepolisian atas tuduhan mentransmisikan rekaman elektronik berisi konten pornografi. Baiq Nuril dituduh merekam dan menyebarkan percakapan mesum kepala sekolahnya waktu itu, H Muslim.

Percakapan bermula Desember 2014. Sang kepala sekolah tanpa alasan menelepon Baiq Nuril. Dalam sambungan telepon itu, Muslim menceritakan dirinya berhubungan badan dengan orang lain. Karena pembicaraan seperti itu, Baiq Nuril juga merasa dilecehkan Muslim. Rekaman percakapan mesum tersebut ternyata tersebar sehingga membuat Muslim malu dan membuat ia kehilangan jabatan kepala sekolah atas dasar itu Ia lantas melaporkan Baiq Nuril ke Polres Mataram.

Akibat laporan tersebut Baiq Nuril sempat ditahan oleh Kepolisian Mataram, namun Pengadilan Negeri Mataram melalui Hakim Albertus memutus bebas Baiq Nuril pada Juli 2017 dan ia pun bebas.

Tapi Jaksa merasa tidak puas dengan putusan PN Mataram langsung mengajukan kasasi ke MA . Dan hasilnya Majelis Hakim MA pada tanggal 26 September 2018 menganulir keputusan PN Mataram seraya menjatuhkan vonis hukuman 6 bulan penjara disertai denda sebesar Rp. 500 subsider 3 bulan kurungan.

Pihak Baiq Nuril kali ini yang merasa keberatan dan upaya hukum dilakukan oleh tim pengacaranya berupa Peninjauan Kembali (PK). Namun sayang upaya PK Baiq Nuril itu di tolak dan menetapkan hukuman yang sama dengan putusan kasasi.

Alhasil Baiq Nuril tetap dinyatakan bersalah. Setelah putusan ini turun dan kemudian diketahui publik, maka ramailah seantero jagat maya dan dunia nyata Indonesia. Karena sebenarnya memang dari awal kasus ini sudah menyedot perhatian masyarakat luas karena ini kan kasus seksi yang melibatkan wanita yang kebetulan secara hirarki jabatan di tempatnya bekerja berada di bawah pihak yang melaporkan, dan merasa dilecehkan karena harus mendengar ucapan tidak senonoh sang bos.

Berbagai pihak seolah berebut panggung untuk mengomentari kasus ini mulai dari Presiden sampai anggota dewan, jangan tanya LSM hampir setiap hari komentarnya  memenuhi ruang publik. Begitulah masyarakat, jika ada kasus yang melibatkan rasa ketidakadilan, semua pihak dengan cepat bergerak ke arah yang sama untuk menggelontorkan simpati, bahkan ada gerakan koin untuk Baiq, agar ia mampu membayar hukuman denda yang dijatuhkan padanya. Dan itu semua baik sangat baik malah. Solidaritas seperti itu sangat dibutuhkan masyarakat.

Namun demikian putusan hakim MA juga tidak bisa serta merta disalahkan karena pastinya majelis hakim MA tentu saja punya dasar yang kuat dan kontruksi hukum yang jelas sebelum memutuskan perkara ini. 

Apabila kita melihat putusannya seperti yang bisa dibaca di website MA. Ketua majelis Dr Sri Murwahyuni dengan anggota MD Pasaribu dan Eddy Army menganggap bahwa Baiq Nuril telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia karena merekam percakapannya dengan H.Muslim tanpa ijin. Karena menurut majelis hanya lembaga-lembaga tertentu saja seperti yang diamanatkan undang-undang yang diberi kewenangan lakukan penyadapan dan itu tidak termasuk perorangan seperti Baiq Nuril. 

"Diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi terdakwa pada khususnya, maupun masyarakar Indonesia pada umumnya, agar dapat lebih berhati-hati dalam memanfaatkan dan menggunakan media elektronik. Terlebih lagi yang menyangkut data pribadi seseorang atau pun pembicaraan antarpersonal. Di mana pemanfaatan dan penggunannya harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan," papar majelis hakim dalam putusannya.

Putusan tersebut banyak yang menanggap tidak berkeadilan, tapi kan memang keadilan itu kadang sifatnya subyektif, mungkin bagi pihak yang diuntungkan dengan putusan ini. Putusan MA ini memenuhi unsur keadilan, tidak demikian bagi yang berpihak pada lawannya pasti merasa  keadilan telah hilang.

Makanya ada aturan perundangan yang menjadi dasar memutuskan sebuah kasus agar berkeadilan. Dan yang diberi kewenangan untuk memutuskan perkara di pengadilan adalah hakim yang tentunya sudah mendalami kasus  dengan berbagai bukti serta kontruksi hukum  yang telah disusunnya dan jangan lupa majelis hakim tentu memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan  yang cukup mumpuni dalam berbagai perkara hukum.

Toh apabila memang tidak puas dengan putusan tersebut masih ada lagi upaya yang bisa dilakukan. Terkait kasus Baiq Nuril ini masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan walaupun memang ini tidak murni hukum lagi, berupa amnesti yang hanya bisa diberikan oleh presiden.

Jokowi sudah menjanjikan hal tersebut.Walaupun ketika proses hukum masih berlangsung di MA , Jokowi berkomentarpun enggan mengenai kasus itu, karena ia sadar tidak boleh dan memang tidak seharusnya melakukan intervensi hukum seperti itu. Berbeda setelah putusan PK keluar, "Nah nanti kalau sudah masuk ke saya, di wilayah saya, akan saya gunakan kewenangan yang saya miliki. Saya akan bicarakan dulu dengan Menkumham, Jaksa Agung, Menko Polhukam, apakah amnesti atau yang lainnya," kata dia 

Jadi ga perlu lah menyalahkan siapapun dalam putusan kasus Baiq ini, termasuk majelis Hakim MA yang telah memutuskan kasus ini, dengan dalih apapun termasuk keadilan. Ajukan saja upaya hukum lain agar Baiq Nuril Maknun bisa terbebas dari hukuman.

Sumber: 1, 2

Wikipedia.org- asas-asas hukum, Prof.Moeljatno. SH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun