Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Cinta Segitiga Antara Ramadan, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi

8 Mei 2019   10:42 Diperbarui: 9 Mei 2019   15:44 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang kebutuhan pokok seperti sayu-sayuran, ikan, dan daging ayam di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Umat muslim di Indonesia mulai melaksanakan ibadah puasa wajib di bulan Ramadan. Tradisi bulan Ramadhan di Indonesia merupakan campuran antara penguatan di sisi religi dengan praktik budaya yang mengiringnya. 

Apabila kita melihat dari sisi ekonomi terdapat keunikan mengiringi momentum Ramadan ini. Di satu sisi ibadah puasa merupakan sebuah proses pembelajaran dalam mengekang hawa nafsu duniawi, tapi di sisi lain konsumsi masyarakat di bulan Ramadan berkali lipat dibanding bulan-bulan yang lain.

Tren konsumsi biasanya naik sangat tajam yang klimaksnya terjadi beberapa hari menjelang Ramadan berakhir, seiring turunnya tunjangan hari raya (THR) yang diterima hampir seluruh tenaga kerja.

Ditambah lagi dengan donasi-donasi sosial yang berbau religius seperti zakat mal misalnya. Efeknya akan mengerek daya beli kaum prasejahtera dalam jangka waktu yang pendek dan serentak.

Jadi selain berkaitan dengan asumsi hal-hal mikro seperti perubahan tingkat konsumsi, daya beli, dan berbagai ekspektasi lain, Bulan Ramadan diasumsikan berkorelasi positif terhadap pertumbuhan makroekonomi di daerah maupun nasional.

Makanya atas hal tersebut, pemerintah selalu optimis pertumbuhan ekonomi kita akan meningkat karena faktor musiman seperti Ramadan, lebaran, dan sedikit pada saat natal. Faktor pendorongnya adalah meningkatnya spending dari sektor rumah tangga yang naik secara signifikan.

ayobelanjabaju.com
ayobelanjabaju.com
Gabungan Pengusaha Makanan dam Minuman Indonesia (GaPMMI) memprediksi pertumbuhan penjualan akan meningkat sampai 30 persen pada saat Ramadan dan saat mendekati lebaran 2019, dibanding bulan-bulan sebelumnya.

Bahkan Alfamart memprediksi penjualan di bulan penuh berkah ini akan tumbuh 2 kali lipat dibanding bulan-bulan biasa, dari 8,5 persen menjadi lebih dr 16 persen. (Month to month).

Databoks.co.id
Databoks.co.id
Keputusan untuk mengandalkan konsumsi rumah tangga bagi pertumbuhan ekonomi indonesia memang tidak sepenuhnya keliru. Dalam lima tahun terakhir hampir selalu di atas 55 persen sumbangannya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), data terakhir di Kuartal I 2019 konsumsi rumah tangga menyumbang angka yang signifikan sebesar 56,82 persen.

Kendati begitu dalam prosesnya hal seperti ini harus diwaspadai, mengingat konsumsi merupakan faktor yang dipengaruhi (dependan) ketimbang faktor mempengaruhi (independan).

Pola konsumsi yang meningkat atau progresif akan mendorong meningkatnya kecepatan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi di sektor industri ma-min, pertanian, dan perdagangan serta barang-barang konsumsi lainnya.

Akan tetapi di sisi lain konsumsi ini sangat dipengaruhi oleh faktor daya beli, yakni episentrum antara tingkat pendapatan dengan inflasi.

Manakala tingkat pendapatan diasumsikan konstan sedangkan inflasi tengah menanjak, maka daya beli masyarakat akhirnya akan menurun juga.

Karena itu, agar ekspektasi pertumbuhan ekonomi tetap mampu dijaga, daya beli masyarakat harus terus dipelihara sepanjang Ramadhan dan lebaran ini.

Seperti kebiasaan bulan Ramadhan dan lebaran sebelumnya, prediksi laju tingkat inflasi di bulan Ramadhan dan Lebaran tahun ini juga akan menanjak secara signifikan.

Prediksi beberapa ekonom dari berbagai lembaga keuangan rata-rata tingkat inflasi bulan Ramadhan ini akan berada dikisaran 0,2 persen - 0,3 persen.

"Kenaikan tingkat inflasi disebabkan faktor musiman," ujar salah satu ekonom dari Bank Permata, Joshua Pardede.

Sementara itu menurut studi Bank Indonesia pola ini dipicu oleh meningkatnya harga bahan pangan dan sandang. Inflasi biasanya dipicu oleh tiga faktor:

  1. Kelebihan permintaan (demand-pull inflation): Inflasi dapat timbul dari sisi permintaan ketika ada kelebihan permintaan (excess demand) dalam interaksi antara sisi permintaan dan penawaran dalam sebuah perekonomian.
  2. Terjadi perubahan tingkat penawaran (cost-push/supply shocks inflation): Inflasi juga dapat dipicu oleh kenaikan biaya produksi suatu barang atau jasa sehingga memengaruhi tingkat penawarannya, baik terkait harga maupun kuantitas barang atau jasa tersebut.
  3. Ekspektasi: Inflasi juga dapat timbul karena perubahan ekspektasi yang terjadi secara umum di tengah masyarakat. Ekspektasi terhadap inflasi ini bergantung pada pandangan subyektif dari pelaku ekonomi.

databoks.co.id
databoks.co.id
Untuk menjaga daya beli masyarakat dari gerusan inflasi di bulan ramadhan dan lebaran ini pemerintah mencairkan THR bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) TNI dan Polri serta mengeluarkan aturan sektor swasta wajib membayarkan THR, dan dilakukan selambat lambatnya 2 minggu sebelum Hari Raya Idul Fitri. 

Terkait THR Menteri Keuangan Sri.Mulyani Indrawati menerangkan bahwa pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (PP) tentang THR dan gaji ke 13 untuk tahun 2019

"Telah selesai ditandatangani oleh Presiden sesuai dengan amanat APBN bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan PolRI serta Pensiunan," ujar SMI. 

Anggaran yang disiapkan untuk THR bagi para aparatur negara baik sipil maupun militer serta pensiunan ini cukup besar dan diprediksi akan lebih besar dari tahun lalu yang sebesar Rp 35, 7 triliun, karena ada kenaikan gaji ASN sebesar 5 persen dan tambahan formasi baru ASN beserta TNI dan PolRI.

Sejurus dengan peristiwa Ramadhan dan lebaran yang hanya terjadi sekali setahun, kita bisa melihat dahsyatnya kekuatan ekonomi konsumsi dan ekspektasi ekonomi dalam negeri. Namun sayang peristiwa ini tidak bisa terjadi sepanjang tahun karena yah ini memang peristiwa musiman, occasionally.

Seandainya peristiwa ini bisa terjadi sepanjang tahun, betapa bahagianya pemerintah sebagai pengelola makro ekonomi negara. Karena bisa dengan nyaman berkhayal pertumbuhan ekonomi akan selalu berada dikisaran antara 6-7 persen pertahun. 

Namun sayang khayalan itu belum bisa menjadi kenyataan, karena memang faktor musiman tersebut. Selain itu seperti sudah diterangkan diatas, sektor konsumsi lebih banyak berperan sebagai sektor dependen, dan sebagian lainnya diposisikan sebagai ekonomi hilir.

Ada hal-hal lain yang lebih penting untuk diperhatikan sebagai ekonomi hulu yakni lebih fokus terhadap geliat daya beli masyarakat yang dibentuk dari tingkat pendapatan dan inflasi.

Ada beberapa resep agar pertumbuhan ekonomi bisa terjaga seperti peristiwa musiman ramadhan dan lebaran ini, atau paling tidak, mendekatilah.

Resep yang pertama, menjaga daya saing investasi dan produksi dengan negara lain. Keduanya bisa mendorong faktor pendapatan dan inflasi secara bersamaan. Peningkatan investasi dalam keadaan normal akan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dan biasanya akan diikuti oleh kenaikan agregat pendapatan masyarakat. 

Untuk menjaga saya saing investasi diperlukan beberapa faktor yang harus jadi perhatian, Regulasi, Birokrasi Perizinan, Kebijakan Fiskal (Skema perpajakan, tax holiday bila diperlukan, dan belanja pemerintah), daya dukung infrastruktur yang memadai, kualitas Sumber Daya Manusia yamg mumpuni, Ketersediaan Bahan Baku, market Accesibility dan market size, dan yang terpenting adalah rasa aman melalui stabilitas sosial dan politik yang terjaga. 

Untuk meningkatkan daya saing produksi dibutuhkan perjuangan kearah efesiensi produksi itu sendiri tapi tetap dibutuhkan prasyarat yang serupa dengan penguatan investasi, arahnya sama lah seperti itu. Jika satu dan atau beberapa hal prasyarat daya saing tersebut tidak mampu dihadirkan oleh investor atau produsen maka ekspektasi profit yang ditawarkan akan mengalami penurunan. 

Maka kehadiran pemerintah baik pusat maupun daerah harus bisa dipastikan dalam memfasilitasi prasyarat tersebut agar semakin banyak para pelaku ekonomi yang memutar uang di wilayahnya, baik dalam bentuk investasi ataupun konsumsi.

Terkait hubungan antara investasi dan inflasi karena dipengaruhi adanya ekspektasi bahwa ketika barang hasil produksi itu tersedia dipasar lebih banyak, akibat dari peningkatan proses produksi maka imbasnya akan positif terhadap pengendalian inflasi.

Inflasi yang dimaksud adalah kategori Demand Pull Inflation, inflasi yang disebabkan kelangkaan barang/jasa. sehingga apabila kelangkaan barang/jasa itu bisa ditutupi dengan peningkatan jumlah produksi asumsinya harganya akan turun dan tingkat inflasi pun akan menjadi rendah.

Resep yang kedua adalah memprioritaskan kinerja sektor pertanian dan industri sebagai leading sector. Ketersedian pangan akan memengaruhi level kualitas dan produktivitas sumber daya manusia, dengan muaranya tingkat kesejahteraan setiap individu yang terlibat di dalamnya. Alasan lainnya adalah kedua sektor itu merupakan kontributor utama penyedia lapangan kerja di Indonesia. 

Sektor pertanian menurut data tahun 2018 dari Bappenas menyerap 28,7 persen pekerja. Sedangkan Industri menopang 14,62 persen lainnya. selain dua alasan tadi kedua sektor ini bisa berkolaborasi lebih jauh, misalnya sektor industri dapat berperan sebagai Buffer Stock, pada saat sektor pertanian mengalami over supply.

Karena biasanya pada saat panen raya dan stock melimpah maka dalam sesaat harga barang produk tani ini tiarap seketika. Untuk menghindari hal tersebut distribusi produk-produk pertanian itu perlu dijaga titik equilibriumnya. 

Pada saat Produktivitas tinggi, jika faktor harga dan tingkat pendapatan kedua sektor itu diperhatikan suplai pangan dan hasil industri bisa jadi juga akan meningkat.

Contohnya, dalam Kasus Ramadhan dan Lebaran, komoditas bahan makanan dari sektor pertanian beserta industri makanan dan minuman dari sektor indutri normalnya menjadi yang paling atraktif dalam menarik keatas tingkat inflasi, ini wajar mengingat konsumsi makanan dan minuman serta pakaian relatif paling banyak meningkat pada masa itu.

Resep ketiga adalah mengendalikan daya beli dengan menjaga efesiensi pasar melalui pengembangan infrastruktur dan penguatan sistem logistik.

Kedua hal tersebut memberi sumbangan yang cukup signifikan dalam meningkatnya biaya transaksi, biaya transaksi merupakan biaya tambahan yang harus dibayar oleh konsumen/produsen akibat skema administrasi kelembagaan tidak efesien karena biaya tambahan akibat, Pungutan-pungutan yag tidak jelas, problem distribusi, dan pemburu rente. 

Akibat tingginya biaya transaksi tersebut, tingkat inflasi terkadang menjadi agak sulit dikendalikan, harus ada kemauan dan sikap dari pemerintah untuk memangkas biaya transaksi ini dengan cara memendekan jalur-jalur distribusi, misalnya. 

Sumber:

bi.go.id | katadata.co.id | kontan.co.id | kompas.com | jpp.go.id | sindonews.com

Sindonews.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun