Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Kebijakan Gender Biner Trump dan Kontroversi Atlet Transgender

29 Januari 2025   15:40 Diperbarui: 29 Januari 2025   18:57 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sehari setelah dilantik secara resmi menjadi Presiden Amerika Serikat ke-47 pada 20 Januari 2025, Donald Trump menandatangani sederet executive order atau perintah eksekutif, mulai dari urusan keimigrasian, pemangkasan pajak, perampingan birokrasi, hingga kebijakan yang hanya mengakui dua jenis kelamin, pria dan wanita.

Dalam perintah tentang gender binary, ia menyebutkan, jenis kelamin adalah sesuatu yang given, tak dapat diubah, didasarkan pada realitas yang mendasar dan tak terbantahkan.

Lebih lanjut dalam perintah tersebut juga diintruksikan kepada seluruh kantor administrasi di seluruh Amerika Serikat untuk memastikan kebijakan tersebut ditegakan dan dilaksanakan. 

Bagi kantor catatan sipil, harus dipastikan dokumen identitas yang dikeluarkan Pemerintah termasuk paspor dan visa atau dokumen yang menunjukan identitas warga negara AS lainnya, secara akurat mencerminkan jenis kelamin pemegangnya, seperti yang didefinisikan dalam perintah eksekutif.

Sebelumnya di masa Pemerintahan Joe Biden, Pemerintah AS menerbitkan paspor dengan pilihan jenis kelamin 'X' untuk mengakomodasi pilihan warga yang tak mengindentifikasi dirinya sebagai pria atau wanita (non-binary).

Di luar urusan administrasi kependudukan, kebijakan gender Trump ini ditindaklanjuti oleh Dewan Perwakilan Rakyat AS yang dikuasai Partai Republik, dengan meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk dibahas lebih lanjut.

Dalam RUU tersebut secara tegas melarang atlet trangender yang bukan merupakan bagian jenis kelamin mainstream seperti yang dimaksud Trump dalam hal ini transgender, untuk berpartisipasi dalam olahraga kategori wanita.

Transgender di Dunia Olahraga

Sebenarnya, isu atlet transgender berpartisipasi dalam kompetisi yang diikuti oleh atlet-atlet wanita ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu.

Terutama saat Rachel Mc Kinnon, yang merupakan atlet sepeda asal Kanada, memenangkan Kejuaran Dunia balap sepeda UCI Master Track pada Oktober 2018.

Kemenangan atlet sepeda Kanada berusia 36 tahun itu menjadi kontroversi karena dia adalah seorang wanita transgender yang berkompetisi dalam kategori wanita, kelompok usia 35-44 tahun.

Mengutip BBC.Com, Jen Wagner-Assali, yang meraih juara ketiga, mengatakan bahwa kemenangan itu "tidak adil" dan menyerukan kepada badan olahraga sepeda internasional untuk merevisi peraturan kompetisi.

Beberapa pihak lain, berpendapat bahwa kejadian serupa di masa depan dapat "mengancam" partisipasi perempuan dalam olahraga, sebuah pandangan yang dianggap "sensasional" oleh pembalap mobil transgender Charlie Martin dan "transfobia" oleh McKinnon.

Pro dan Kontra Transgender di Dunia Olahraga

Setelah itu kontroversi keikutsertaan atlet transgender dalam event olahraga kategori wanita terus bergulir dan semakin meluas, pro dan kontra memanas dengan argumen masing-masing.

Pihak yang menentang keikutsertaan atlet transgender di kategori perempuan berpendapat tidak fair apabila seorang transgender berkompetisi di olahraga dengan peserta wanita, tetapi dengan tubuh biologis pria.

Dalam prespektif olahraga, pria pada dasarnya, memiliki keuntungan fisiologis yang rata-rata membuat mereka lebih besar/tinggi, lebih cepat, dan lebih kuat dibandingkan atlet wanita.

Dan faktanya memang demikian, siapapun tak bisa memungkiri itu. Contoh, dalam cabang olahraga atletik nomor sprint 100 meter, catatan waktu terbaik pria di pegang oleh Usain Bolt dengan catatan waktu 9,53 detik yang ia torehkan pada tahun 2012 di Olimpiade London.

Sedangkan rekor dunia putri masih digenggam oleh Florence Griffith Joyner alias Flo Jo dengan catatan waktu waktu 10,49 detik yang ia catatkan pada tahun 1988.

Catatan waktu terbaik nomor 100 meter putri ini, hanya sebanding dengan catatan waktu sprinter pria dengan prestasi medioker saja, bahkan jauh lebih buruk dari rekor nasional milik sprinter pria di negara-negara yang dianggap tak moncer di dunia atletik.

Tak sampai disitu saja, dari total 23 nomor atletik yang biasa dipertandingan diluar 2 nomor campuran, tak ada satu pun atlet wanita yang rekor terbaiknya menyamai atau bahkan mendekati rekor yang dicatakan atlet pria.

Tak terbatas di cabang atletik, diberbagai cabang olahraga lainnya pun hal serupa terjadi. Ini menandakan level of playing field atau tingkat kesetaraan dalam konteks olahraga antara pria dan wanita itu memang berbeda dan kompetisinya harus dibedakan 

Kecuali beberapa olahraga seperti catur yang membuka kesempatan kepada pecatur wanita untuk berkompetisi dengan pecatur pria secara head to head, itu pun hasilnya masih didominasi pecatur pria, hingga saat ini menurut catatan Organisasi Catur Dunia (FIDE) belum ada satu pun pecatur wanita yang mampu menjadi juara dunia catur pria.

Beberapa cabang olahraga lain ada yang mempertandingkan nomor campuran, pria dan wanita dalam satu tim melawan tim dengan komposisi serupa, seperti di cabang olahraga bulutangkis, kejuaran tenis kelas grandslam, atau tenis meja.

Kondisi yang sudah ajeg dan telah menjadi konsensus semua pihak sejak lama, tiba-tiba harus terdisrupsi oleh keberadaan atlet transgender yang basis biologis dan fisiologisnya serta memiliki hormon testoteron yang ada saat mereka lahir sebagai pria, bertanding di kategori wanita, ya wajar lah kalau banyak pihak menolak kondisi tersebut, karena memang tidak fair.

Padahal yang menjadi salah satu azas dari olahraga adalah fairness, yang menjadi titik tolak sportivitas

Sementara pihak lain yang mendukung atlet trans berkompetisi di kategori wanita, selain alasan 'Wokeism' yang menjunjung tinggi keberagaman dan hak azasi manusia.

Alasan lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Mc Kinnon yang juga merupakan seorang asisten profesor ilmu filsafat di College of Charleston South California AS, seperti yang dilansir BBC.Com, ia sejatinya sudah menjadi wanita utuh seperti wanita pada umumnya 

Karena dalam proses transformasinya dari pria menjadi wanita, ia banyak dan terus mengkonsumsi hormon estrogen yang bisa menghambat produksi hormon testoteron  yang dianggap sebagai sumber keunggulan pria dibanding wanita dalam olahraga.

Ia menambahkan bahwa masa otot atlet-atlet transgender sejatinya telah berkurang, begitu pun dengan kecepatan dan kekuatannya karena proses transformasi itu.

Intinya perubahan itu telah membentuk transgender menjadi sama dengan perempuan lainnya dengan ukuran tubuh serupa.

Namun, temuan lain yang dilansir ESPN, seperti yang saya saksikan lewat channel Youtube-nya, berdasarkan hasil penelitian Joanna Harper dari University Loughborough Inggris, yang secara khusus meneliti atlet transgender menemukan bahwa hormon testoteron yang menyusun struktur tubuh dalam hal kekuatan, kecepatan, dan ukuran ada di dua jenis kelamin pria dan wanita, tapi intensitasnya jauh lebih tinggi dimiliki pria, dan produksinya tak akan bisa sepenuhnya dihambat oleh apapun, termasuk oleh keberadaan hormon estrogen.

Kondisi itu given, sebagai konsekuensi fisiologis dari perbedaan gender pria dan wanita. Dengan demikian mau seperti apapun alasan dan upaya yang dilakukan, secara fisiologis, seseorang yang terlahir sebagai pria akan tetap sebagai pria sampai akhir hayatnya, begitu pun sebaliknya.

Oleh sebab itu, berbagai organisasi cabang olahraga dunia melarang keikutsertaan transgender untuk berkompetisi di kategori wanita.

Federasi atletik dunia (IAAF) melarang atket transgender bertanding di kategori perempuan dalam setiap tingkatan kompetisi atletik.

Federasi renang dunia, FINA pun melakukan hal yang sama, meskipun mereka menetapkan kategori terbuka dalam berbagai kompetisi renang untuk mereka yang gendernya berbeda dengan jenis kelamin saat dilahirkan.

Namun demikian, ada pihak di dunia olahraga yang masih terkesan belum jelas sikapnya atas urusan transgender ini lantaran kompleksitas dan sensitivitas masalahnya.

jika kita baca dokumen Organisasi Penyelenggara Olimpiade (IOC) terkait atlet transgender, bahasanya rumit penuh istilah-istilah yang tak mudah dipahami awam.

Sebagai pribadi, dalam konteks olahraga saya sepakat dengan kebijakan baru Donald Trump terkait isu gender ini.

Ya, memang isu gender kelihatannya begitu sederhana di Indonesia, lantaran secara sosial budaya perhatiannya belum semasif di negara-negara barat.

But anyway, terlepas dari bungkus politik dan eksosistem sosial budaya, mungkin ada baiknya, jika pun harus dikompetisikan,  atlet transgender harus bertanding dengan atlet transgender lainnya, jangan mengambil jatah atlet wanita, agar lebih berkeadilan dan sportif.

Penutup

Sebagai penutup, kita semua perlu menghormati apapun kebijakan Presiden Trump, termasuk dalam hal isu gender biner.

Sementara, isu transgender dalam olahraga harus dipahami sebagai masalah dengan kompleksitas tinggi  dan sensitif yang memerlukan pemahaman mendalam dari berbagai perspektif. 

Tidak ada jawaban yang mudah atau solusi yang bisa diterima oleh semua pihak. Penting untuk mempertimbangkan hak-hak semua atlet, terutama atlet wanita maupun transgender, dan untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan adil bagi semua orang.

Semua itu untuk memastikan bahwa olahraga tetap menjadi ajang yang adil dan kompetitif bagi semua orang, dengan berlandaskan fairness dan sportivitas

Selain itu, penting juga untuk diingat bahwa isu transgender bukan hanya tentang olahraga. Ini adalah masalah sosial yang lebih luas yang berkaitan dengan identitas, hak asasi manusia, dan kesetaraan. 

Oleh karena itu, solusi untuk isu ini harus ditemukan dalam konteks yang lebih luas,  dengan mempertimbangkan implikasi sosial dan budaya dari berbagai pendekatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun