Jadi apabila, menurut diskresi Kepolisian, kendaraan Menteri dan para pejabat pemerintahan lainnya boleh mendapatkan prioritas, maka "jadi tuh barang"
Mungkin poin dalam Pasal 139 Undang-Undang 22/2009 perlu di uji, agar lebih jelas, karena yang namanya diskresi, bisa saja subjektif, dan tidak berpihak pada kepentingan uunum
Harapan Kepada Presiden Prabowo
Namun, terlepas dari aturan hukumnya, Presiden Prabowo selaku "Boss besar" para menteri itu bisa mengeluarkan aturan tersendiri terkait penggunaan kendaraan para pembantunya di jalan umum.
Misalnya, para menteri tersebut tak perlu lagi di kawal voorijder, apalagi ditambah iring-iringan kendaraan di belakangnya. Hanya disediakan seorang ajudan saja, yang berada satu mobil dengan sang pejabat.
Hal ini sesuai dengan keinginan Presiden Prabowo agar roda pemerintahan dibawah pimpinannya berjalan secara efesien.
Karena kita tahu, seluruh aktivitas para pejabat pemerintahan menggunakan uang pajak yang dibayarkan rakyat, termasuk dalam hal penggunaan kendaraan.
Seharusnya para pejabat itu juga sadar, konsekuensi dari jabatannya, yang sebenarnya ditunjuk untuk melayani rakyat, bukan dilayani dan menyusahkan rakyat.
Jika alasannya keamanan, memang Indonesia saat ini sedang dalam kondisi yang tidak aman?
Penutup
Singkat kata, kegaduhan seputar 'voorijder' ini mengungkap ketimpangan nyata dalam penerapan hukum dan etika berlalu lintas di negeri kita.Â
Rakyat kecil harus rela bermacet-jam-jam, sementara segelintir elite dengan mudah menerobos antrean.Â
Ini adalah tamparan keras bagi prinsip keadilan dan kesetaraan. Sudah saatnya kita menuntut konsistensi dalam penegakan hukum. Jangan ada lagi pengecualian bagi siapapun, termasuk pejabat negara.