Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Perjalanan Pengawasan dan Pengaturan Aset Kripto hingga Kini di Bawah Kendali OJK

3 Januari 2025   12:42 Diperbarui: 3 Januari 2025   13:21 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah gempuran kabar kenaikan berbagai tarif dan pungutan, kabar yang melegakan bagi para investor, khususnya para pemburu cuan lewat aset kripto, mulai muncul kepermukaan.

Aset kripto yang merupakan salah satu bentuk dari hasil inovasi digital di bidang keuangan, perkembangannya cukup pesat di Indonesia. 

Nah, untuk lebih menjaga integritas dan kepercayaan pasar keuangan digital domestik, Pemerintah melalui Undang-Undang nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), mengalihkan fungsi pengawasan sekaligus regulator aset kripto di Indonesia, dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

OJK Menjadi Pengawas dan Pengatur Aset Kripto 

OJK kini sedang bersiap untuk mengambil alih fungsi pengawasan sekaligus regulator aset kripto di Indonesia. Langkah awal yang dilakukan OJK, adalah dengan menerbitkan aturan main Aset Kripto seperti yang tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) nomor 27 tahun 2024 tentang  Penyelenggaraan Perdagangan Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto, yang diterbitkan pada akhir Desember 2024 lalu.

Proses penyusunan POJK tersebut sudah dilakukan sejak dua tahun lalu, dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait, mulai dari akademisi, pelaku pasar dari sisi investor maupun Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo).

Hal tersebut mulai dilakukan selepas UU P2SK menugaskan OJK menjadi pengawas dan regulator perdagangan aset kripto.

Dalam UUP2SK, peralihan sepenuhnya harus dilaksanakan maksimal 2 tahun setelah aturan tersebut diberlakukan, yakni pada 12 Januari 2023. Artinya mulai 12 Januari 2025 pengawasan dan pengaturan aset kripto resmi ada di tangan OJK.

Selain menerbitkan POJK, berdasarkan informasi yang saya peroleh dari OJK, dalam menyikapi proses transisi tugas dan fungsi pengawasan aset kripto dari Bappepti, pihaknya menyusun strategi berupa tiga fase transisi agar proses peralihan tersebut berjalan smooth.

Pertama, menyiapkan "matras"  agar peralihan dilakukan secara soft landing, lewat pembentukan aturan yang mengadopsi Peraturan Bapepti yang diisempurnakan berdasarkan standar  best practices yang dikombinasikan dengan peraturan di sektor jasa keuangan lainnya.

Selanjutnya, setelah proses peralihan, akan masuk fase penguatan, dan terakhir, OJK akan melakukan fase pengembangan.

Secara umum, rule of the game terkait perdagangan aset kripto dan aset keuangan digital lainnya, yang diterbitkan oleh OJK tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa perdagangan aset kripto itu menjadi simetris, berlangsung secara teratur, wajar, transparan, dan efesien.

Selain itu, aturan tersebut sekaligus memastikan penerapan manajemen risiko, tata kelola, integritas pasar hingga keamanan data dan siber serta terhindar dari laku lancung pencucian uang hasil kejahatan.

Dan lebih penting lagi dalam POJK tersebut juga mengatur secara rigid terkait perlindungan konsumen, dalam konteks ini masyarakat investor aset kripto.

Peralihan pengawasan dan pengaturan dari Bappepti ke OJK ini, menandakan era baru dalam perdagangan aset kripto di Indonesia. Pemerintah berharap masyarakat dapat berinvestasi dengan tenang karena terlindungi dari berbagai praktik moral hazard saat mereka menginvestasikan dananya.

Sebelum lebih lanjut, kita akan mundur ke belakang untuk lebih mengenal apa itu aset kripto dan bagaimana perkembangan serta posisi pasarnya selama ini.

Kompas.com
Kompas.com
Apa Itu Aset Kripto

Menurut OJK, Aset Kripto adalah representasi digital dari nilai yang dapat disimpan dan ditransfer menggunakan teknologi yang memungkinkan penggunaan buku besar terdistribusi seperti blockchain untuk memverifikasi transaksinya dan memastikan keamanan dan validitas informasi yang tersimpan, tidak dijamin oleh otoritas pusat seperti bank sentral tetapi diterbitkan oleh pihak
swasta, dapat ditransaksikan, disimpan, dan dipindahkan atau dialihkan secara elektronik, dan dapat berupa koin digital, token, atau representasi aset lainnya yang mencakup aset kripto terdukung (backed crypto-asset) dan aset kripto tidak terdukung (unbacked crypto-asset).

Dana Moneter Internasional (IMF) mengklasifikasikan cryptocurrency sebagai salah satu bentuk virtual currency. Virtual currency sendiri merupakan representasi nilai digital yang dikeluarkan oleh pihak swasta. 

Cryptocurrency memiliki karakteristik unik, yaitu tidak terikat pada aset fisik, dikelola melalui teknologi distributed ledger (blockchain), dan tidak berada di bawah kendali lembaga moneter sentral.

Firma Auditor dunia, Earns and Young memberikan definisi yang lebih spesifik, menempatkan cryptocurrency sebagai subset dari crypto-asset. mata uang kripto digunakan sebagai alat tukar dalam transaksi peer-to-peer dan beroperasi secara independen dari sistem keuangan tradisional.

Dari definisi-definisi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa cryptocurrency dapat dicirikan sebagai aset digital yang beroperasi secara independen dari sistem keuangan tradisional. 

Teknologi blockchain memungkinkan pencatatan transaksi yang transparan dan aman, tanpa adanya pihak ketiga yang mengontrol. Fleksibilitas penggunaan menjadikan cryptocurrency tidak hanya sebagai alat pembayaran, tetapi juga sebagai instrumen investasi yang menarik.

Terkait keamanannya, setiap transaksi menggunakan aset kripto dilindungi oleh sebuah teknologi yang lahir dari inovasi digital disebut kriptografi.

Transaksi kripto dilakukan secara langsung antar pengguna tanpa perlu ada media perantara,(bisa bank atau lembaga keuangan lainnya). 

Meskipun tanpa perantara, semua transaksi tercatat di buku besar digital bernama blockchain. Blockchain ini seperti buku catatan yang bisa dilihat semua orang, tapi identitas penggunanya dirahasiakan.

Blockchain itu sendiri adalah teknologi yang menghubungkan banyak komputer untuk menyimpan data transaksi. Setiap transaksi akan membentuk sebuah blok yang terhubung dengan blok sebelumnya, sehingga membentuk blockchain.

Sejarah dan Perkembangan Aset Kripto di Dunia

Mengutip Investopedia, konsep mata uang digital sebenarnya sudah muncul jauh sebelum Bitcoin populer. 

Pada tahun 1983, seorang ahli kriptografi bernama David Chaum memperkenalkan ide tentang uang elektronik yang aman. 

Ia mengembangkan sistem bernama Digicash, yang memungkinkan transaksi digital yang bersifat anonim. 

Namun, Digicash membutuhkan perangkat khusus dan infrastuktur yang belum begitu mendukung pada masanya, sehingga tidak banyak digunakan.

Baru pada tahun 2008, seorang tokoh misterius yang dikenal sebagai Satoshi Nakamoto memperkenalkan Bitcoin. Bitcoin adalah terobosan besar karena berhasil menciptakan sistem mata uang digital yang terdesentralisasi dan dapat diakses oleh siapa saja dengan koneksi internet. 

Tidak seperti Digicash, Bitcoin tidak memerlukan perangkat khusus dan menggunakan teknologi blockchain yang inovatif untuk mencatat transaksi. 

Keberhasilan Bitcoin, telah membuka pintu bagi era baru dalam sistem keuangan. Inspirasi dari kesuksesan Bitcoin, beragam aset kripto bermunculan silih berganti.

Pada tahun 2010, ekosistem aset kripto mulai berkembang pesat dengan munculnya berbagai jenis cryptocurrency dan platform pertukaran. 

Sejak saat itu, nilai aset kripto terus mengalami fluktuasi yang signifikan, menarik minat banyak investor untuk berpartisipasi dalam pasar yang dinamis ini.

Status legalitas mata uang kripto hingga kini masih menjadi perdebatan sengit di tingkat global. Kekhawatiran utama terkait volatilitas harga yang ekstrem dan sifat desentralisasinya seringkali menjadi alasan utama sejumlah negara untuk bersikap skeptis. 

Selain itu, kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan aset kripto untuk kegiatan ilegal seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme juga menjadi pertimbangan penting. 

Akibatnya, beberapa negara seperti China, Rusia, dan Turki telah memberlakukan larangan total atau pembatasan yang ketat terhadap penggunaan mata uang kripto.

 Di sisi lain, negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Uni Eropa mengambil pendekatan yang lebih fleksibel, dengan fokus pada pengaturan dan pengawasan terhadap aktivitas terkait mata uang kripto.

Perkembangan Aset Kripto di Indonesia.

Indonesia alih-alih melarang total penggunaan mata uang kripto, mereka lebih memilih bergabung dengan tren global untuk mengatur perdagangan mata uang kripto. 

Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019, mata uang kripto secara resmi dikategorikan sebagai komoditas, tapi bukan sebagai alat pembayaran yang sah. 

Dalam aturan itu Pemerintah menetapkan aturan main yang jelas bagi pelaku pasar aset Kripto. 

Dengan ditetapkannya peraturan tersebut, aktivitas perdagangan mata uang kripto di Indonesia telah memiliki landasan hukum yang kuat dan berada di bawah pengawasan lembaga yang berwenang.

Keputusan pemerintah untuk mengategorikan mata uang kripto sebagai komoditas untuk berinvestasi memiliki beberapa alasan. Pertama, hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku pasar aset kripto. 

Kedua, dengan mengatur perdagangan aset kripto sebagai sarana investasi, pemerintah dapat mengawasi dan meminimalisir risiko penipuan serta melindungi konsumen.

Meskipun demikian, pelarangan penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Indonesia juga memiliki alasan yang kuat. 

Salah satu alasan utama adalah volatilitas harga aset kripto yang tinggi. Fluktuasi harga yang drastis dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi jika aset kripto digunakan secara luas sebagai alat pembayaran. 

Selain itu, penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran juga dapat menimbulkan tantangan dalam hal pengawasan dan pelaporan transaksi.

Perjalanan perdagangan mata uang kripto di Indonesia dimulai secara sederhana pada tahun 2013, dengan hanya 3 entitas platform pertukaran yang memfasilitasi transaksi Bitcoin. 

Namun, dalam kurun waktu yang relatif singkat, minat masyarakat terhadap aset digital ini tumbuh secara eksponensial. 

Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan teknologi blockchain dan potensi keuntungan finansial yang ditawarkan, semakin banyak platform pertukaran bermunculan, dan volume perdagangan pun melonjak tajam.

Berdasarkan  catatan Bappepti, mulai dari bulan Februari 2021 hingga September 2024 jumlah pelaku transaksi aset kripto telah mencapai 21,27 juta orang, dengan nilai transaksi sebesar Rp426,69 triliun.

Angka ini menunjukan lonjakan kenaikan yang sangat signifikan setiap tahunnya yang rata-rata sebesar 351,97 persen.

Alasan Pengalihan Fungsi Pengawasan dan Pengaturan Aset Kripto dari Bappepti ke OJK

Dengan perkembangan yang luar biasa pesat baik dari sisi jumlah investor dan nilai transaksinya serta semakin beragamnya  aset kripto yang diperdagangkan, sehingga potensial berdampak pada stabilitas sistem keuangan nasional, maka lewat Undang-Undang P2SK fungsi pengawasan dan pengaturan perdagangan aset kripto dialihkan dari Bappepti ke OJK.

Selain itu, menurut OJK, sifat aset kripto dalam perkembangannya semakin mendekati aset keuangan konvensional. Banyak jenis aset kripto, terutama stablecoin dan token yang merepresentasikan aset underlying, memiliki karakteristik yang lebih dekat dengan saham atau obligasi. 

Hal ini membuat pengawasan oleh OJK yang memiliki keahlian dan pengalaman luas dalam mengatur sektor jasa keuangan menjadi lebih relevan dan efektif. 

Selain itu, integrasi yang semakin erat antara aset kripto dengan sistem keuangan tradisional juga menjadi pertimbangan penting.

Munculnya berbagai layanan keuangan berbasis kripto, seperti pinjaman kripto dan produk derivatif, menuntut adanya pengawasan yang komprehensif untuk mencegah timbulnya risiko sistemik. 

OJK memiliki infrastruktur dan kewenangan yang lebih memadai untuk mengidentifikasi dan mitigasi risiko-risiko tersebut, serta memastikan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Pengembangan pasar aset kripto yang lebih sehat juga menjadi tujuan utama dari peralihan ini. OJK memiliki standar yang lebih tinggi dalam hal perlindungan konsumen, transparansi, dan akuntabilitas. 

Dengan demikian, diharapkan dapat mendorong terciptanya pasar aset kripto yang lebih terpercaya dan menarik minat investor institusional. 

Selain itu, OJK juga dapat berperan sebagai fasilitator inovasi di sektor keuangan, termasuk dalam pengembangan produk dan layanan berbasis aset kripto, namun tetap dalam koridor yang aman dan tidak merugikan konsumen.

Penutup

Dengan peralihan pengawasan aset kripto dari Bappepti yang berada di ranah Kementerian Perdagangan ke OJK, Indonesia telah memasuki babak baru dalam dunia keuangan digital. 

Langkah strategis ini tidak hanya memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi para investor, tetapi juga membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi pusat inovasi keuangan di kawasan. 

Diharapkan, dengan adanya regulasi yang lebih komprehensif dan pengawasan yang ketat, ekosistem aset kripto di Indonesia akan tumbuh semakin sehat dan berkelanjutan. 

Hal ini tidak hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi juga akan memperkuat posisi Indonesia dalam peta keuangan global

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun