"All That Glitters is Not Gold" Â - Shakespeare dalam 'The Merchant of Venice.'
"Tak semua yang berkilauan itu emas," begitu kira-kira metafora yang disampaikan Shakespeare, untuk menggambarkan sesuatu yang terlihat berharga dipermukaan  seperti halnya emas, acapkali menyimpan sesuatu yang "menipu"
Ungkapan ini relate dengan istilah"Window Dressing" yang dalam industri keuangan diartikan sebagai upaya untuk memoles laporam keuangan atau portofolio investasi agar terlihat berkilau saat dilihat oleh para investor.
Dalam konteks investasi portofolio di pasar saham, fenomena window dressing sering terjadi pada akhir tahun, seperti saat ini, menjelang pergantian tahun 2024 ke tahun 2025.
Apa itu Window Dressing?
Mengutip Investopedia, istilah window dressing merujuk pada strategi yang digunakan oleh para pengusaha toko atau retailer saat menata etalase-nya agar terlihat menarik, sehingga menarik perhatian kostumernya.
Nah, kemudian istilah tersebut diadopsi oleh industri keuangan dan bisnis untuk menerangkan usaha manajemen atau manajer investasi memoles data-data keuangannya agar kinclong dan cantik sehingga investor atau kliennya tertarik untuk menanamkan modalnya.
Dalam dunia investasi terutama di pasar modal, window dressing merujuk pada tindakan manajer investasi saat menata porofolio investasi dengan cara menjual dan membeli sekuritas atau surat berharga pada periode tertentu, agar ketika memberikan laporan pada kliennya, terlihat berkilau.
Dengan portofolio yang tampak berkilau nan menjanjikan cuan,harapannya bakal menarik lebih banyak dana untuk dikelola.
Salah satu cara yang umum dilakukan para manajer investasi dalam melakukan window dressing adalah dengan membuang saham-saham yang memiliki performa buruk untuk menghindari penurunan kinerja secara keseluruhan dan membeli saham-saham yang sedang naik daun, demi meningkatkan rata-rata keuntungan portofolio.
Atau bisa juga dengan cara mengubah alokasi aset dalam keranjang investasi mereka, salah satunya dengan cara meningkatkan porsi investasi pada aset yang sedang dalam tren naik, dalam saat bersamaan mengurangi investasi di aset yang sedang lesu.
Lantaran fenomena window dressing ini dilakukan secara masif, biasanya perdagangan saham akan lebih semarak di akhir tahun.
Namun perlu diperhatikan, meskipun faktanya window dressing dapat membuat portofolio investasi tampak lebih menarik, tapi itu hanya strategi jangka pendek saja.
Kinerja portofolio investasi mereka, sebenarnya tak seindah dan menguntungkan seperti yang terlihat disaat periode windows dressing berlangsung.
Oleh sebab itu, investor harus sangat hati-hati dalam menyikapi fenomena windows dressing di pasar saham tersebut.
Praktik Windows Dressing. Tindakan Ilegal
Karena kinerja portofolio jangka pendek acapkali tak linier atau mencerminkan kinerja dalam jangka panjang. Apalagi jika cara memoles portofolio investasinya, dengan membeli instrumen investasi berdasarkan analisis yang dangkal, atau bahkan dengan cara membeli sekuritas yang kenaikannya berdasarkan "hasil gorengan" atau cornering.
Alhasil pembentukan portofolio saham hasil dari window dressing itu bisa dianggap semu, tak mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
Dan hal tersebut jelas melanggar Pasal 91 Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yang berbunyi :
"Setiap pihak dilarang melakukan tindakan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di Bursa Efek"
Dengan begitu, praktik window dressing yang hari-hari belakangan, menjelang pergantian tahun ramai berlangsung di pasar modal Indonesia bisa dianggap sebagai tindakan ilegal.
Terlebih lagi, jika pembentukan harga efek yang menjadi sarana penyusunan portofolio para manajer investasi saat melakukan windows dressing, melalui laku "cornering" atau dalam "bahasa" pasar modal Indonesia disebut "gorengan"
Istilah cornering, menurut Investopedia  adalahÂ
"to acquire enough shares of a particular security type, such as those of a firm in a niche industry, or to hold a significant commodity position to be able to manipulate its price."
Dalam koridor pasar modal di Indonesia, definisi di atas sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pasar Modal Bab IX tentang Penipuan, Manipulasi Pasar, dan Perdagangan Orang Dalam, Pasal 92, yang berbunyiÂ
"Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek."
Apabila para pihak atau siapapun terbukti melanggar pasal tersebut, dalam Pasal 104 UU yang sama, diancam hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp15 miliar.
Pergeseran Makna
Meskipun praktik "window dressing" secara terang dan jelas melanggar hukum, namun anehnya dibiarkan saja praktiknya terus berlangsung di pasar modal Indonesia, bahkan menjadi semacam ritual tahunan yang disambut gegap gempita oleh pelaku pasar.
Mungkin sudah saatnya sebagai regulator dan pengawas pasar modal di Indonesia Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menindak tegas siapapun pihak yang melakukan window dressing di pasar modal Indonesia.
Bukan hanya OJK, para stakeholder terkait mulai dari investor, manajer investasi,perusahaan sekuritas, atau emiten, maupun media harus "memperlakukan" praktik window dressing sebagai sebuah kejahatan di pasar modal, bukan malah mengglorifikasi, seperti yang saat ini terjadi.
Jika menilisik berbagai pemberitaan berbagai media, ada kesan "window dressing" itu coba digeser maknanya menjadi hanya "menata portofolio saham menjadi lebih baik untuk kepentingan semua pelaku pasar"
Misalnya judul berita dari salah satu media ekonomi daring ini "Window Dressing Akhir Tahun Bakal Meriah, Incar Saham Ini"
Padahal yang paling diuntungkan hanya lah satu pihak, manajer investasi dan perusahaan sekuritas, bagi investor jika dirinya tak pandai meniti buih bisa terjebak dalam pusaran kerugian yang tak bertepi, bukan untung malah buntung.
Sedikit Tips Agar Tak Terjebak
Sambil menunggu ada tindakan nyata dari otoritas terkait dalam hal ini OJK, jangan pernah mau terbuai dengan bujuk rayu siapapun yang menggunakan istiilah windows dressing sebagai mantera investasi yang berpotensi menghasilkan cuan gede.
Waspadai pergerakan dari volume dan harga saham, karena fenomena windows dressing biasanya ditandai lonjakan volume perdagangan dan volatilitas harga saham yang kurang wajar, dan tidak didukung oleh fundamental yang kuat.
Selalu cermati aspek fundamental perusahaan yang sahamnya kita minati, dengan cara membaca laporan keuangannya terutama di sisi pendapatan, laba bersih, rasio keuangan, dan prospek bisnisnya dalam jangka panjang.
Kemudian jangan lupa bandingkan nilai intrinsik suatu saham yang berpotensi kita koleksi dengan perusahaan sejenis dengan peers yang sama.
Selain itu, sebelum mulai berinvestasi kenali risiko dan batas kemampuan kita dalam menangggung risiko tersebut. Kemudian, sebelum berinvestasi kita sudah memiliki tujuan untuk apa kita berinvestasi, agar kita bisa menentukan horizon waktu berinvestasinya dan jenis-jenis instrumen investasi yang akan menjadi pelabuhan bagi uang yang kita miliki.
Dan jangan lupa, hindari menyimpan telur dalam satu keranjang yang sama, sebarkan investasi pada berbagai instrumen atau aset yang berbeda untuk mengurangi risiko.
Penutup
Ingat! 'Tak semua yang berkilauan itu emas', begitu pula dengan portofolio investasi yang telah dipoles sedemikian rupa melalui praktik "window dressing." Â itu jelas merupakan praktik ilegal yang jauh dari etika bisnis.Â
Di balik penampilannya yang menawan, seringkali tersembunyi praktik-praktik yang sejatinya merugikan investor. Harapannya praktik sesat dalam berinvestasi ini, bisa disikapi secara tegas oleh otoritas terkait.Â
Praktik window dressing adalah ancaman serius bagi integritas pasar modal. Regulator perlu mengambil langkah tegas untuk mencegah dan menindak pelaku window dressing.Â
Dengan demikian, investor dapat merasa lebih aman dan percaya diri dalam berinvestasi. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk menciptakan pasar modal yang sehat dan berkelanjutan.
Maaf sekedar mengingatkan, investasi yang berkelanjutan dibangun di atas fondasi yang kokoh, bukan sekadar tampilan yang menarik untuk sesaat, tetapi merana kemudian.Â
Dengan memahami trik-trik window dressing, investor dapat lebih bijak dalam memilih manajer investasi dan produk investasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H