Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sesaat Sebelum Ditutup, Pemesanan ST013 Tembus Rp16,18 Triliun, Mengapa Tenor Pendek Lebih Laris?

3 Desember 2024   12:42 Diperbarui: 3 Desember 2024   14:05 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masa penawaran Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk ritel seri Sukuk Tabungan ST013, Selasa 4 Desember 2024 Pukul 10 resmi di tutup.

Sejak ditawarkan mulai 9 November 2024 hingga saat tulisan ini dibuat menjelang masa penutupan penawaran sekitar, Pukul 09.55, menurut data dari salah satu mitra distribusi yang telah bekerja sama dengan Pemerintah, PT. Bibit Tumbuh Bersama atau lebih dikenal dengan Bibit.Id, terpantau investor cukup antusias dengan memborong dua sub seri ST013 senilai Rp 16,18 triliun.

Perinciannya, ST013T2 yang memiliki tenor 2 tahun dengan imbal hasil 6,40 persen per tahun telah dipesan sebesar Rp11,95 triliun atau 92,7 persen dari kuota nasional yang disediakan Rp13 triliun.

Sedangkan, nilai pemesanan ST013T4 bertenor 4 tahun, dengan imbal hasil 6,50 persen per tahun telah dipesan sebanyak Rp4,86 atau 87,4 persen dari kuota yang ada yakni sebesar Rp5,5 triliun

Sebenarnya, jika berpedoman pada kuota nasional awal yang ditetapkan saat masa penawaran ST013 dibuka, sebesar Rp15 triliun, kuota tersebut sudah habis beberapa hari lalu.

Namun, melihat antusiasme masyarakat untuk menikmati gurihnya cuan ST013, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR-Kemenkeu) memutuskan untuk menambah kuota nasional sebesar Rp3,5 triliun, menjadi Rp18,5 triliun

Mengacu pada data pemesanan di atas, terlihat jelas bahwa investor lebih berminat menginvestasikan uangnya di ST013T2 yang memiliki masa jatuh tempo lebih pendek dibandingkan di ST013T4  yang bertenor 4 tahun, meskipun imbal hasil yang ditawarkan lebih besar.

Mengapa Tenor  Pendek, Lebih Laris Dibanding Tenor Panjang

Fenomena struktur pemesanan seperti ini, di mana SBN ritel yang memiliki tenor lebih pendek direspon lebih besar dibandingkan yang bertenor lebih panjang, berlangsung di semua penerbitan SBN ritel, sejak skema dual tranches atau satu penerbitan dengan tenor dan imbal hasil berbeda, diperkenalkan pada tahun 2023.

SBN ritel pertama yang diterbitkan menggunakan skema dual tranches adalah seri Saving Bonds Ritel, SBR012T2 dan SBR012T4 yang ditawarkan pada awal tahun 2023.

Menurut data DJPPR-Kemenkeu, total dana masyarakat yang berhasil dimobilisasi instrumen Surat Utang Negara khusus investor domestik tersebut mencapai Rp21,18 triliun, yang sebagian besarnya disumbang oleh SBR012T2 yang bertenor lebih pendek, Rp16,73 triliun.

Sedangkan SBR012T4 yang bertenor lebih panjang, nilai pemesanannya hanya sebesar Rp5,45 triliun.

Dan fenomena terus berlanjut dalam penerbitan SBN ritel selanjutnya, terakhir seri Sukuk Ritel Sub seri SR021T3 dan SR021T5 yang dirilis mulai 23 Agustus-18 September 2024 dipesan sebesar Rp24,22. 

Nilai pemesanan SR021T3 yang sebesar Rp19,27 trilium, sementara SR021T5 hanya senilai Rp4,94 triliun.

Begitu pun, ORI026 sub seri ORI026T3 bertenor 3 tahun dan ORI026T6 dengan masa jatuh tempo 6 tahun, hasilnya ORI026T3 jauh lebih banyak dipesan oleh investor, mencapai Rp16,31 triliun dari total pemesanan yang sebesar Rp19,35 triliun.

Artinya hanya Rp3,04 triliun yang dipesan investor untuk ORI026T6 yang bertenor lebih panjang.

Analisa

Berdasarkan pengamatan dan analisa sederhana saya, ada beberapa faktor utama yang mendasari preferensi investor terhadap SBN ritel bertenor lebih pendek dalam skema dual tranches ini.

Dari sisi profil  investor, merujuk pada konsep behavioral finance, teori yang menggabungkan ilmu psikologi dan ilmu ekonomi untuk menjelaskan bagaimana emosi dan bias kognitif mempengaruhi keputusan investasi.

Sebagian besar investor, terutama investor pemula yang faktanya banyak berinvestasi di SBN ritel cenderung lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah. 

Tenor yang lebih pendek dianggap memiliki volatilitas yang lebih rendah, sehingga risiko fluktuasi  juga lebihk pendek waktunya.

Kemudian, horizon waktu yang dimiliki investor lebih pendek, lantaran periode idle money yang mereka miliki cukup singkat, sehingga tenor yang pendek lebih sesuai dengan tujuan finansialnya.

Selain itu, investor seringkali lebih menyukai kepastian akan hasil investasi mereka dalam jangka pendek. 

Dengan tenor yang lebih pendek, mereka dapat dengan cepat mengetahui hasil investasi mereka dan mengambil keputusan selanjutnya.

Dan jangan lupa, investor kadang terkena juga oleh FOMO (fear of missing out) di mana investor terdorong untuk segera berinvestasi karena takut ketinggalan peluang mendapatkan keuntungan. Tenor pendek yang lebih mudah diakses dan dipahami, seringkali menjadi pilihan pertama.

Di luar itu, pendekatan teknis keuangan juga bisa menerangkan mengapa tenor lebih pendek larisnya lebih manis dibandingkan yang bermasa jatuh tempo lebih panjang.

Kondisi pasar, seperti ketidakpastian ekonomi membuat investor lebih berhati-hati dalam menanamkan uangnya, meski SBN ritel terjamin keamanannya di hampir setiap sisi, tapi tetap saja ada concern investor terhadap kondisi pasar, dan umumnya SBN ritel dengan karakteristik tradeable bertenor pendek, lebih mudah diserap di pasar sekunder.

Seperti kita tahu hubungan sebab akibat antara perubahan suku bunga acuan bank sentral dengan SBN ritel, investor yang khawatir akan fluktuasi suku bunga cenderung memilih tenor pendek untuk meminimalisasi risiko.

Intinya, pilihan investor terhadap SBN ritel tenor pendek didorong oleh kombinasi faktor psikologis, kondisi pasar, dan profil risiko investor itu sendiri. 

Meskipun imbal hasil yang ditawarkan lebih rendah, namun faktor keamanan, likuiditas, dan risiko yang lebih rendah membuat instrumen ini menjadi pilihan yang menarik bagi sebagian besar investor.

Penutup

But, anyway, terlepas dari pilihan investor tersebut, SBN ritel secara natural merupakan instrumen investasi yang sangat aman, nyaris bebas dari risiko pasar maupun risiko likuiditas.

Antusiasme investor terhadap Sukuk Tabungan ST013, membuktikan bahwa instrumen ini semakin menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam mencapai tujuan keuangan. 

Dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang positif, minat terhadap investasi baik syariah maupun konvensional diperkirakan akan terus meningkat. 

Pemerintah pun semakin gencar mendorong inklusi keuangan melalui berbagai inovasi produk SBN ritel, membuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan negara.

https://www.djppr.kemenkeu.go.id/sbnritel

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun