Hal ini dapat terjadi lantaran investor akan menjadi lebih sensitif dan mereka biasanya cenderung melakukan aksi jual dalam volume cukup besar.
Bagi investor yang memiliki portofolio yang terdiversifikasi, fluktuasi harga saham ini mungkin tidak terlalu berdampak signifikan.
Namun, bagi investor yang memiliki konsentrasi investasi pada sektor-sektor yang sangat sensitif terhadap kenaikan PPN, risiko kerugiannya akan lebih besar.
Nah, agar terhindar dari kerugian yang signifikan investor perlu melakukan diversifikasi portofolio investasinya, selain tentu saja memilih saham-saham perusahaan yang memiliki fundamental yang kuat dan prospek pertumbuhan yang positif.
Strategi dan Instrumen Investasi yang Tepat Di Tengah Isu Kenaikan PPN.
Ketika menghadapi kenaikan PPN, salah satu pendekatan yang paling bijaksana saat berinvestasi adalah melakukan diversifikasi portofolio.Â
Dengan menyebarkan investasi ke berbagai jenis aset, seperti saham, obligasi, reksa dana, atau bahkan properti, risiko kerugian dapat diminimalisir. Jika satu jenis aset mengalami penurunan nilai, kemungkinan aset lainnya dapat memberikan imbal hasil yang positif.
Lantas bagaimana dengan investor yang memiliki dana terbatas dan tak mampu berinvestasi pada ragam instrumen.
Salah satu yang menjadi pilihan adalah Surat Berharga Negara (SBN) atau Reksadana. Keduanya lebih aman dibandingkan saham.
SBN baik yang konvensional maupun ritel sering dianggap sebagai instrumen investasi yang aman dan relatif terlindungi dari potensi kerugian di tengah situasi perekonomian yang penuh ketidakpastian akibat kenaikan PPN seperti saat ini.
Apalagi imbal hasil yang ditawarkan SBN seringkali cukup kompetitif. Terlebih lagi dalam kondisi inflasi yang potensial naik akibat kenaikan tarif PPN, tingkat bunga riil (tingkat bunga nominal dikurangi tingkat inflasi) bisa menjadi lebih menarik.
Selain itu, SBN juga acapkali dianggap sebagai instrumen lindung nilai (hedging) terhadap inflasi. Ketika nilai mata uang melemah akibat inflasi, nilai SBN cenderung lebih stabil.