Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenaikan PPN 12%, Mimpi Ala Nordic atau Mimpi Buruk Rakyat Indonesia?

22 November 2024   10:37 Diperbarui: 22 November 2024   10:57 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun harus diingat kenaikan tarif PPN akan menambah ongkos setiap produksi. Alurnya mulai dari saat sektor industri membeli bahan baku, untuk diolah menjadi bahan setengah jadi, kemudian bahan setengah jadi tersebut kembali dibeli oleh industri dan itu pasti terkena PPN.

Carilah jalan keluar yang lain untuk menambah pundi-pundi anggaran negara sebelum keukeuh menaikan tarif PPN.

Dan jangan pula mencari justifikasi dengan membandingkan tarif pajak Indonesia dengan negara-negara Nordic, dan lupa bercermin bedanya wajah pengelolaan negaranya antara kita dan mereka.

Penutup

Kenaikan PPN menjadi isu yang kompleks. Di satu sisi, kenaikan PPN dapat meningkatkan pendapatan negara untuk membiayai program kesejahteraan. Namun, di sisi lain, kenaikan PPN dapat membebani masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah.

Sebelum memutuskan untuk menaikkan PPN, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk dampaknya terhadap daya beli masyarakat, kesiapan infrastruktur, dan efektivitas pengelolaan anggaran. 

Selain itu, pemerintah juga perlu membangun kepercayaan masyarakat melalui transparansi dan akuntabilitas.

Intinya, kenaikan PPN bukanlah solusi tunggal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah perlu mencari solusi yang lebih komprehensif, termasuk dengan meningkatkan efisiensi belanja negara, memperluas basis pajak, dan memberantas korupsi.

Kenaikan PPN adalah pisau bermata dua. Jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas layanan publik, transparansi, dan akuntabilitas, maka kebijakan ini hanya akan membebani rakyat tanpa memberikan manfaat yang signifikan. 

Pemerintah harus belajar dari keberhasilan negara-negara Nordic, namun juga harus menyesuaikan kebijakan dengan kondisi dan karakteristik Indonesia yang unik. Jangan sampai semangat membangun negara kesejahteraan justru menjadi bumerang bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun