"Artinya, kalau pelemahan daya beli masyarakat ini terus dibebani oleh kebijakan fiskal yang kontraproduktif," ujarnya dalam catatan Apindo, seperti dilansir CNBCIndonesia.
Senada dengan Apindo, lembaga think tank ekonomi INDEF menyampaikan kenaikan tarif PPN akan menekan daya beli hingga konsumsi kelas menengah.
"Kalau pelaksanaannya (PPN naik jadi 12 persen) dilakukan pakai kacamata kuda, tanpa melihat realitas ekonomi yang sedang turun ini, ya kita mungkin akan mulai berbicara pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen tahun depan," katanya, seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Tantangan Ekonomi Lainnya
Selain kenaikan PPN yang pasti dilakukan tahun depan, masyarakat Indonesia juga kemungkinan akan dibebani tantangan ekonomi lain, hasil dari berbagai kebijakan ekonomi Pemerintahan baru Prabowo-Gibran maupun warisan pemerintahan sebelumnya. Di antaranya, perubahan pola subsidi energi, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, hingga pengenaan cukai minuman berpemanis.
Perubahan Formulasi Subsidi Energi
Untuk urusan subsidi energi ini, jargon yang digunakan pemerintah adalah subsidi tepat sasaran.Â
Seperti yang selama ini diterapkan di Indonesia, subsidi energi menggunakan skema subsidi terbuka, yang berbentuk pengurangan langsung harga jual suatu barang atau jasa.
Subsidi terbuka seperti yang dilakukan pada energi ini, kelemahan utamanya tidak tepat sasaran. Akibatnya, banyak pihak yang tidak berhak menikmatinya, sehingga menimbulkan ketidakadilan dan juga membebani anggaran negara.
Mengutip dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), alokasi anggaran untuk subsidi energi tahun 2025 mencapai Rp203,4 triliun, dengan perincian BBM dan LPG Rp113,6 triliun dan listrik Rp90,22 triliun.
Agar subsidi energi lebih efisien dan efektif, Presiden Prabowo memerintahkan kementerian terkait untuk sesegera mungkin melakukan kajian untuk mengubah skema subsidi energi menjadi subsidi tertutup, yang lebih tepat sasaran dan mengurangi beban negara
Artinya, masyarakat yang dianggap layak mendapatkan subsidi nantinya akan langsung mendapat bantuan langsung tunai (BLT).
Namun, konsekuensinya harga energi yang selama ini ditetapkan setelah disubsidi akan menjadi naik, karena nilainya akan sebesar harga keekonomiannya, yang oleh masyarakat akan dianggap sebagai kenaikan harga.