Agus menambahkan, prioritas utama pemerintah adalah menyelamatkan karyawan agar tetap memiliki penghidupan.
Skema Penyelamatan yang Mungkin
Seperti apa skema penyelamatannya? Kita belum tahu persis apa yang akan dilakukan oleh pemerintah.Â
Mungkin saja menggunakan skema bailout, atau mengucurkan dana talangan, dengan konsekuensi saham perusahaan Sritex dan pengelolaannya diambil alih oleh negara melalui perusahaan BUMN, atau pilihan skema penyelamatan lain yang sifatnya win-win solution untuk semua pihak.
Namun apa pun skemanya, pemerintah harus melakukan langkah-langkah serius untuk memitigasi kondisi di Sritex ini.
Sritex, meskipun bukan lembaga keuangan seperti yang digambarkan dalam film "Too Big to Fail", namun memiliki skala operasi yang sangat besar dan peran cukup signifikan dalam industri tekstil Indonesia.
Perusahaan yang berdiri tahun 1966 oleh HM Lukminto tersebut mempekerjakan puluhan ribuan karyawan, memiliki jaringan pemasok yang luas, dan berkontribusi besar terhadap perekonomian lokal di sekitar lokasi operasionalnya.
Kejatuhan Sritex tidak hanya berdampak pada perusahaan itu sendiri, tetapi juga pada seluruh rantai pasok industri tekstil, termasuk petani kapas, pengrajin benang, dan penjahit.Â
Selain itu, kebangkrutan Sritex juga dapat mempengaruhi penerimaan negara dari sektor pajak dan ekspor.
Oleh karena itu, dalam konteks industri tekstil dan perekonomian Indonesia, SSritex dapat dianggap"Too Big To Fail"karena dampak kebangkrutannya yang luas dan sistemik.
Kejatuhannya dapat menimbulkan efek domino yang merugikan dan menyulitkan perekonomian nasional. Oleh karena itu, penyelamatan Sritex bukan hanya tentang menyelamatkan perusahaan, tetapi juga tentang menyelamatkan perekonomian Indonesia dan hajat hidup orang banyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H