Namun, di sisi lain, Â banyak juga pelaku usaha, terutama dari kalangan UMKM dan usaha mikro, yang menolak menggunakan QRIS dan sistem pembayaran digital lainnya. Salah satu kendala utama adalah kurangnya pemahaman dan keterampilan dalam menggunakan teknologi.Â
Bagi sebagian pedagang, terutama yang berusia lanjut atau kurang melek teknologi, mengoperasikan aplikasi pembayaran digital terasa rumit dan membingungkan.Â
Mereka lebih nyaman dengan cara lama, menerima uang tunai, dan menghitung manual. Proses adaptasi terhadap teknologi baru membutuhkan waktu dan kesabaran, yang terkadang dirasa merepotkan bagi mereka.
Faktor lain yang menjadi pertimbangan utama para pelaku usaha dalam menggunakan QRIS atau sistem pembayaran digital lainnya adalah biaya dan proses menarik uangnya yang mereka anggap cukup ribet.Â
Meskipun sebagian besar penyedia layanan QRIS tidak mengenakan biaya transaksi bagi pedagang, namun ada beberapa yang membebankan biaya administrasi atau persentase dari nilai transaksi.Â
Bagi pedagang kecil dengan margin keuntungan yang tipis, biaya tambahan ini dirasa cukup membebani, apalagi saat ini daya beli masyarakat disebutkan sedang mengalami pelemahan.
Untuk menyikapi kondisi ini, Â sering kali pelaku usaha membebani konsumen dengan biaya tertentu jika menggunakan QRIS atau sistem pembayaran digital lainnya. Â
Nah, dengan alasan itulah, BI mulai 1 Desember 2024  akan menetapkan Merchant Discount Rate (MDR) 0 rupiah untuk transaksi hingga Rp500.000 khusus untuk pelaku usaha mikro.
"Kami melihat bahwa kanal pembayaran QRIS bisa menopang daya beli masyarakat khususnya kelas menengah bawah," kata Deputi Gubernur BI Filianingsih, seperti dilansir CNBCIndonesia.com.Â
Sebagaimana diketahui, biaya layanan QRIS atau MDR adalah biaya layanan yang dibebankan kepada para pedagang yang menggunakan layanan QRIS.Â
Sebelumnya, para merchant usaha mikro akan dikenakan biaya MDR sebesar 0,3 persen ketika melakukan transaksi lebih dari Rp100 ribu.