Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Daya Beli Lemah tapi Tiket Konser Jutaan Rupiah Ludes Terjual, Paradoks Ekonomi Indonesia

8 Oktober 2024   16:11 Diperbarui: 8 Oktober 2024   16:19 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk menjelaskan fenomena ini, pendekatan ekonomi perilaku (behavioral  economics) lebih relevan dibandingkan ekonomi tradisional. 

Ekonomi perilaku menggabungkan teori ekonomi dengan konsep psikologi dan ilmu sosial untuk memahami bagaimana individu membuat keputusan ekonomi. 

Ekonomi perilaku mempertimbangkan faktor rasional seperti  untung rugi, serta faktor psikologis, sosial, dan emosional yang mempengaruhi keputusan kita

Keberadaan teknologi digital dan media sosial semakin mempertegas relevansi ekonomi perilaku dalam menjelaskan fenomena ini.

Sebelum era digital, pola konsumsi cenderung linier: daya beli melemah, konsumsi tersier dipangkas. Namun, kini media sosial telah mengubah perilaku konsumen. Orang lebih mudah terpapar gaya hidup konsumtif dan terpengaruh oleh tren yang berkembang di media sosial. Fear of missing out (FOMO), social currency, dan herding behaviour menjadi faktor pendorong konsumsi, meskipun daya beli sedang melemah.

Media sosial, dengan algoritmanya yang cerdas, mampu menciptakan lingkungan di mana konser musik dan gaya hidup konsumtif lainnya terlihat sangat menarik dan diinginkan.  

Hal ini memengaruhi persepsi masyarakat, terutama generasi muda, tentang apa yang dianggap penting dan berharga. Strategi pemasaran yang cerdik, seperti penawaran terbatas dan pembayaran cicilan, juga semakin memudahkan konsumsi.

Fenomena daya beli melemah tapi tiket konser laris dan investasi tetap tinggi mencerminkan paradoks ekonomi Indonesia di era digital.

Ekonomi perilaku memberikan lensa yang lebih tepat untuk memahami fenomena ini. Diperlukan kebijakan ekonomi yang tidak hanya berfokus pada indikator makro, tetapi juga memperhatikan dinamika perilaku konsumen di tingkat mikro.

Fenomena ini juga menjadi pengingat bagi kita untuk bijak dalam mengambil keputusan konsumsi dan tidak terjebak dalam perangkap gaya hidup konsumtif yang didorong oleh media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun