Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Melampaui Cukai dan Isu Downgrading, Diperlukan Strategi Komprehensif Menurunkan Prevalensi Perokok di Indonesia

29 September 2024   13:20 Diperbarui: 30 September 2024   07:31 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika perokok beralih ke rokok yang lebih murah, penerimaan cukai dari penjualan rokok tersebut juga lebih rendah. Hal ini berarti kenaikan cukai tidak menghasilkan peningkatan pendapatan negara yang optimal seperti yang diharapkan.

Harus diingat, downgrading juga dapat mendorong peningkatan permintaan rokok ilegal yang harganya jauh lebih murah daripada rokok legal. Rokok ilegal tidak dikenakan cukai, sehingga merugikan negara dari segi penerimaan dan juga sulit diawasi kualitasnya.

Dilema Pemerintah: Kesehatan vs Ekonomi

Fenomena downgrading yang kian merebak inilah yang menjadi salah satu dasar Pemerintah membatal kenaikan tarif cukai rokok pada tahun depan, seperti disampaikan Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Askolani.

"Kebijakan cukai hasil tembakau 2025 ini tentunya bisa mempertimbangkan downgrading, yaitu dari perbedaan antara rokok golongan I dengan golongan III," ungkapnya, seperti dilansir Kontan.co.id.

Mungkin yang perlu dilakukan agar fenomena downgrading ini bisa dieliminasi adalah dengan cara mengubah struktur cukai menjadi lebih progresif dan sederhana.

Saat ini Pemerintah menerapkan sistem cukai spesifik bertingkat, di mana tarif cukai ditentukan berdasarkan beberapa faktor, mulai dari jenis rokoknya yang terdiri dari Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Tangan (SPT), dan Sigaret Putih Mesin (SPM).

Golongan Harga Jual Eceran (HJE) dan volume produksinya, semakin besar produksinya, semakin tinggi pula tarif cukainya.

Berdasarkan PMK Nomor 191/2022 yang mengatur tarif cukai, kenaikan cukai rokok tertinggi dikenakan pada jenis SPM golongan 1 yang naik 11,9 persen.

Sementara yang terendah jenis SKT golongan III yang kenaikannya hanya 3,3 persen.

Struktur cukai yang cukup kompleks dan rumit ini, menyulitkan produsen, konsumen, dan bahkan petugas pajak untuk memahami dan menerapkannya.

Dan kurang efektif dalam pengendalian konsumsi karena strukturnya yang bertingkat dapat mendorong downgrading, sehingga mengurangi efektivitas cukai dalam mengendalikan konsumsi rokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun