Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Melampaui Literasi Keuangan, Memutus Rantai Kecanduan Judi

13 September 2024   14:13 Diperbarui: 13 September 2024   22:27 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hasil survei terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan signifikan dalam literasi keuangan masyarakat Indonesia. 

Angka 65,43 persen penduduk yang melek keuangan pada tahun ini jauh lebih tinggi dibandingkan 49 persen pada tahun 2019, dan bahkan lebih mengesankan jika dibandingkan dengan dua dekade lalu yang hanya sekitar 20 persen.

Namun, peningkatan literasi keuangan ini tidak serta-merta menjamin masyarakat terbebas dari keputusan-keputusan irasional dalam mengelola keuangan, termasuk ketika berhadapan dengan judi online yang semakin meresahkan.

OJK dan pihak berwenang lainnya seringkali berargumen bahwa meningkatkan literasi keuangan masyarakat adalah salah satu cara paling ampuh untuk memberantas kecanduan judi online. 

Argumen ini didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan linier antara tingkat literasi keuangan yang tinggi dengan kecenderungan yang lebih rendah untuk terlibat dalam perjudian.

Sebagai contoh, penelitian berjudul "Financial Literacy and Gambling Behavior: Evidence from Japan" yang dirilis di Journal of Gambling Studies oleh Yoshihiko Kadoya dkk, menunjukkan bahwa orang dengan literasi keuangan yang lebih tinggi cenderung kurang terlibat dalam perjudian.

Namun, tidak semua penelitian sependapat. Beberapa studi lain menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat literasi keuangan dengan kecanduan judi online.

Misalnya, studi yang dilakukan oleh Hiroshima University Jepang, berjudul "Financial Literacy and Gambling Behavior in the United States" dan dipublikasikan di Journal of Gambling Studies, menemukan bahwa seseorang dengan literasi keuangan yang tinggi pun dapat kehilangan rasionalitasnya dan terjebak dalam perjudian tanpa akhir.

Hal ini menunjukkan bahwa ketagihan judi, baik offline maupun online, melibatkan aspek psikologis yang jauh lebih kompleks daripada yang dapat diatasi hanya dengan literasi keuangan semata. Dengan kata lain, kecanduan judi tidak selalu berkaitan dengan tingkat literasi keuangan seseorang.

Ini menjelaskan mengapa seiring waktu penjudi cenderung bertaruh semakin besar dan tak terkendali hingga menggerus semua uang yang dimilikinya, sampai pada akhirnya menjual aset pribadinya bahkan berutang sana-sini.

Lingkaran Setan Judi Online, Dampak yang Merusak

Kecanduan judi online dapat menciptakan lingkaran setan yang menghancurkan, baik bagi individu maupun masyarakat secara luas. Secara finansial, kerugian yang diakibatkan bisa sangat besar, mulai dari kehilangan tabungan hingga terlilit hutang yang mendalam. 

Bahkan, tak jarang individu yang terjerumus dalam judi online terpaksa menjual aset berharga atau melakukan tindakan kriminal untuk memenuhi kebutuhan berjudinya.

Dari sisi psikologis, dampaknya tak kalah mengerikan. Kecanduan judi online dapat memicu depresi, kecemasan, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri. Individu yang terjebak dalam lingkaran ini seringkali merasa putus asa dan kehilangan harapan, karena merasa tidak mampu keluar dari situasi tersebut.

Dampak sosialnya pun tak bisa diabaikan. Hubungan keluarga dan pertemanan bisa rusak akibat perilaku penjudi yang tidak bertanggung jawab. Kepercayaan hilang, konflik meningkat, dan bahkan perceraian bisa terjadi. 

Selain itu, judi online juga dapat meningkatkan tingkat kriminalitas di masyarakat, karena individu yang terdesak kebutuhan finansial akibat judi mungkin akan melakukan tindakan ilegal untuk mendapatkan uang.

Secara keseluruhan, dampak negatif judi online sangat luas dan merugikan, baik bagi individu, keluarga, maupun masyarakat secara keseluruhan. 

Oleh karena itu, penting untuk mengatasi masalah ini dengan pendekatan yang komprehensif dan tidak hanya berfokus pada peningkatan literasi keuangan.

Mengatasi Masalah Judi Online Dengan Pendekatan Multifaset

Dari hasil studi yang terkesan berseberangan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa kecanduan atau kebiasaan berjudi tidak bisa "diobati" hanya dengan satu pendekatan saja. 

Masalah ini harus diselesaikan secara komprehensif, karena pada dasarnya candu bernama judi ini memang memiliki kompleksitas penyelesaian yang tinggi dan beragam faktor pendorongnya.

Padahal sebenarnya para penjudi itu tahu bahwa akhirnya secara akumulatif mereka akan tetap kalah.

Pertanyaannya kemudian, apa yang terjadi ketika seorang penjudi begitu yakin bahwa dirinya bakal menang padahal mereka tahu di ujungnya pasti kalah?

Pertanyaan ini menjadi salah satu hal yang banyak dieksplorasi dalam berbagai literatur Financial Behaviour - cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari keterkaitan antara psikologi dan keputusan keuangan seseorang.

Misalnya, ketika melihat polanya, kita kerap mendapati seorang penjudi berani bertaruh dalam jumlah tinggi atau mempertaruhkan uangnya terus menerus hanya karena di awal pernah merasakan kemenangan.

Perilaku seperti ini, menurut studi berjudul "Carry on winning: The gamblers’ fallacy creates hot hand effects in online gambling", disebut sebagai hot-hand fallacy, yaitu keyakinan bahwa kemenangan pada akhirnya dapat dirasakan dan ketika kemenangan tersebut sudah didapatkan, keyakinan tersebut membuncah semakin besar lagi.

Hot-hand fallacy ini menjadi teori dasar model bisnis operator judi, terutama yang online. Mereka membiarkan penjudi menang di awal dan beberapa kali setelahnya, tapi kalah untuk seterusnya.

For some extent, pola ini mirip ponzi scheme dalam investasi bodong. Diberi keuntungan terlebih dahulu untuk "dihajar" kemudian.

Bias psikologi lain yang sering menghinggapi para penjudi adalah "gambler's fallacy." Bias ini mendorong pemain judi agar tetap bertaruh karena beranggapan peluang untuk memenangkan "slot" misalnya akan semakin besar setelah kalah berulang kali.

Mereka merasa yakin rangkaian gambar atau karakter tertentu yang membawa pada kemenangan akan muncul karena belum pernah muncul sebelumnya.

Nyaris serupa dengan hot-hand fallacy, operator judi online juga menggunakan bias "illusion of control" untuk merangsang penjudi terus bertaruh dengan jumlah semakin besar. Operator judi akan memberikan kemenangan bagi penjudi dengan akun baru, alhasil penjudi berpikir "wah akun baru pasti menang nih, buat akun baru sebanyak-banyaknya" untuk mengikuti pola kemenangan awal.

Padahal tindakan itu adalah jebakan batman, seolah penjudi memiliki kendali penuh dan tahu rahasia memenangkan pertarungannya melawan mesin judi, hingga akhirnya mereka terjerat erat dalam pangkuan judi online.

Intinya, manipulasi bias psikologi yang dilakukan operator judi menunjukkan bahwa memberantas judi, terutama yang online, tidak cukup hanya dengan literasi keuangan. Dibutuhkan pendekatan lain seperti edukasi, pendekatan secara norma sosial serta keagamaan.

Edukasi, Norma Sosial, dan Agama: Solusi Holistik

Dari perspektif financial behaviour, upaya untuk mengatasi irasionalitas ini dapat difokuskan pada edukasi. Salah satunya dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang trik-trik manipulatif operator judi online yang menyebabkan kecanduan. Masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan tentang bagaimana operator judi online memanfaatkan bias psikologis untuk membuat pemain terus bermain dan menghabiskan uang mereka.

Selain itu, pendekatan berbasis norma sosial dan keagamaan juga penting. Menekankan bahwa judi bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, serta melanggar ajaran agama, dapat menjadi pencegah yang efektif. Di negara seperti Indonesia yang masih memegang teguh nilai-nilai sosial dan agama, pendekatan ini dapat sangat relevan dan efektif.

Pendekatan berbasis norma sosial dapat melibatkan kampanye kesadaran publik yang menyoroti dampak negatif judi online pada individu, keluarga, dan masyarakat. Kampanye ini dapat menggunakan berbagai media, seperti televisi, radio, media sosial, dan bahkan kegiatan komunitas, untuk menyampaikan pesan tentang bahaya judi online dan mendorong perubahan persepsi sosial tentang aktivitas ini.

Sementara itu, pendekatan berbasis keagamaan dapat melibatkan tokoh agama dan komunitas keagamaan dalam upaya pencegahan dan penanganan masalah judi online. Mereka dapat memberikan bimbingan spiritual dan konseling kepada individu yang terjerumus dalam judi, serta berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang pandangan agama terhadap perjudian.

Dengan menggabungkan pendekatan edukasi, norma sosial, dan keagamaan, diharapkan dapat tercipta upaya yang lebih holistik dan efektif dalam mengatasi masalah judi online di Indonesia.

Peningkatan literasi keuangan masyarakat adalah langkah krusial dalam membangun fondasi yang kuat untuk pengambilan keputusan finansial yang bijaksana. Namun, dalam menghadapi masalah kompleks seperti judi online, literasi keuangan saja tidaklah cukup.

Kita perlu menyadari bahwa kecanduan judi online adalah masalah multifaset yang membutuhkan pendekatan holistik. Edukasi yang komprehensif tentang risiko dan dampak judi, penguatan norma sosial yang menolak perjudian, serta penanaman nilai-nilai keagamaan yang melarang aktivitas tersebut, harus berjalan beriringan dengan peningkatan literasi keuangan.

Hanya dengan sinergi dari berbagai pendekatan ini, kita dapat berharap untuk memutus rantai kecanduan judi online dan membangun masyarakat yang lebih sejahtera, baik secara finansial maupun moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun