Karena utang Indonesia mayoritas berbentuk SBN sehingga bisa di-revolving, hanya saja yang harus diperhatikan adalah biaya yang harus dikeluarkan dalam bentuk bunga yang akan dibayarkan, agar ada di posisi yang wajar.
Namun, selama perekonomian dan politik Indonesia stabil, biaya revolving-nya kemungkinan tak akan besar.
Sebagai ilustrasi tambahan, utang yang berasal dari penerbitan SBN terdiri dari SBN domestik senilai Rp5.993,14 triliun dan SBN valuta asing mencapai Rp1.468,81 triliun.
Sedangkan pinjaman langsung, berasal dari pinjaman dalam negeri Rp39,95 triliun serta pinjaman luar negeri sebesar Rp1.000,49 triliun.
Sekali lagi, rasionalitas utang negara ini bukan berarti menjadikan pemerintah bisa semena-mena berutang, pengelolaannya tetap harus penuh kehati-hatian, tapi jangan juga terus menerus digoreng sedemikian rupa hingga menimbulkan dampak buruk, seperti hilangnya kepercayaan, yang pada akhirnya akan merugikan kita semua.
Utang negara, seperti halnya banyak isu ekonomi lainnya, kerap kali terjebak dalam pusaran politisasi dan perdebatan emosional. Namun, di balik angka-angka dan retorika politik, terdapat landasan teori ekonomi yang kokoh yang menjelaskan mengapa utang negara bisa menjadi pilihan yang rasional dan bahkan diperlukan.
Memahami utang negara secara komprehensif, termasuk alasan di baliknya, cara mengelolanya, dan indikator-indikator kesehatannya, adalah kunci untuk menghindari kesalahpahaman dan pemanfaatan isu ini untuk kepentingan politik semata.Â
Mari kita bangun diskusi yang lebih rasional dan konstruktif tentang utang negara, demi masa depan bangsa yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H