Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Utang Negara dalam Pusaran Politisasi, Antara Rasionalitas dan Hasrat Berkuasa

10 September 2024   06:48 Diperbarui: 10 September 2024   06:49 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada masa-masa sulit, pendapatan negara cenderung menurun, sementara pengeluaran untuk program-program sosial dan stimulus ekonomi meningkat. Utang dapat membantu negara mengatasi fluktuasi ini dan menjaga stabilitas ekonomi, seperti yang terjadi saat pandemi Covid-19, di mana belanja negara meningkat tajam sementara pendapatan menurun drastis.

Kondisi Utang Indonesia Saat Ini

Berdasarkan data APBN Kita edisi Agustus 2024, per Juli 2024, posisi utang pemerintah Indonesia mencapai Rp8.502 triliun. 

Angka ini secara nominal memang terlihat besar, namun perlu dilihat secara proporsional dengan menggunakan rasio utang terhadap PDB, yaitu perbandingan antara total utang suatu negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang merupakan nilai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam satu tahun.

Rasio utang terhadap PDB Indonesia saat ini berada di kisaran 38,08%, jauh di bawah batas aman 60% yang ditetapkan undang-undang. Selain itu, beberapa indikator lain juga menunjukkan pengelolaan utang yang sehat, antara lain, Avarage Time to Maturity (ATM) utang Indonesia relatif panjang, menunjukkan risiko gagal bayar yang rendah.

DJPPR-Kemenkeu
DJPPR-Kemenkeu
Memang, utang jatuh tempo Indonesia akan mengalami lonjakan cukup signifikan dalam 3 tahun mendatang, sebelum berangsur-angsur turun. Kenaikan utang jatuh tempo ini adalah bagian dari efek pandemi.

Mengutip data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR-Kemenkeu), pada tahun ini mencapai Rp434,29 triliun, dalam bentuk SBN sebesar Rp371,8 triliun dan pinjaman langsung Rp62,49 triliun.

Kemudian, komposisi utang didominasi oleh utang jangka panjang dan utang dalam negeri, mengurangi risiko nilai tukar dan ketergantungan pada asing, dengan mayoritas berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7. 642,25 triliun. Sisanya pinjaman langsung sebesar Rp1.040,44 triliun.

Sscara nominal jumlahnya terlihat "menyeramkan", tapi itu  tak akan jadi masalah sepanjang  persepsi terhadap APBN, ekonomi nasional secara keseluruhan dan kondisi politik Indonesia baik, seperti diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Mengapa demikian?

Karena utang Indonesia mayoritas berbentuk SBN sehingga bisa di revolving, hanya saja yang harus diperhatikan adalah biaya yang harus dikeluarkan dalam bentuk bunga yang akan dibayarkan, agar ada di posisi yang wajar.

Namun, selama perekonomian dan politik Indonesia stabil, biaya revolving-nya kemungkinan tak akan besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun