Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

(NIK)mati Rencana Tarif Baru KRL, Subsidi Tepat Sasaran atau Mimpi Buruk Baru?

30 Agustus 2024   14:02 Diperbarui: 30 Agustus 2024   22:24 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai pengguna reguler Kereta Rel Listrik (KRL) jabodetabek tentu saja saya concern terhadap isu perubahan skema subsidi tarif yang kemungkinan bakal diperlakukan tahun depan.

Sejumlah media daring nasional, mengabarkan bahwa mulai tahun 2025 mendatang Pemerintah akan mengubah pola subsidi KRL agar lebih efesien dan tepat sasaran, dengan basis Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Jika demikian, besar kemungkinan bakal ada yang berubah dalam skema pentarifannya, dan peluang kenaikan tarif KRL menjadi sangat terbuka.

Perlu diketahui, dalam urusan skema tarif ini yang menentukan bukan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Sebagai operator mereka hanya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah, dan mungkin ikut memberikan gambaran kondisi terkini dari perkeretapian ulang-alik ini.

Lantas siapa yang bertanggung jawab dalam menentukan skema pentarifan KRL, ya Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Perhubungan Cq Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).

Dasar DJKA Kemenhub merancang skema pentarifan, yang utama adalah anggaran subsidi yang ditetapkan Pemerintah seperti yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun yang akan berjalan. Subsidi untuk KRL ini disebut dengan Public Service Obligation (PSO).

Subsidi PSO adalah bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah kepada penyedia layanan publik (seperti transportasi umum, listrik, atau BBM tertentu) untuk memastikan bahwa layanan tersebut tetap terjangkau bagi masyarakat, meskipun biaya operasional sebenarnya lebih tinggi dari tarif yang dikenakan kepada pengguna.

Nah, isu penggunaan NIK sebagai basis skema pentarifan KRL muncul setelah dalam Dokumen Nota Keuangan RAPBN 2025 disebutkan subsidi PSO total untuk tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp7,96 triliun.

Alokasi anggaran PSO untuk PT.Kereta Api Indonesia sebagai operator angkutan berbasis rel di Indonesia sebesar Rp4,79 triliun yang akan dipergunakan untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan di kelas ekonomi Kereta Api Jarak Jauh (KJJ), Kereta Api jarak sedang dan jarak dekat. 

Lantas, Subsidi PSO Ini juga diperuntukan bagi Kereta Rel Diesel (KRD) ekonomi, Kereta Ekonomi Lebaran dan KRL Jabodetabek, KRL Jogyakarta serta  LRT Jabodetabek.

Khusus untuk KRL, dalam dokumen itu ada catatan yang menerangkan bahwa skema tarifnya akan menggunakan tiket elektronik berbasis NIK bagi pengguna KRL di wilayah aglomerasi Jabodetabek.

Dengan perubahan skema subsidi tarif berbasis NIK , berarti nantinya tarif KRL tak akan seragam untuk semua masyarakat seperti saat ini, meskipun layanan dan jarak tempuhnya serupa.

Jadi, kalau kebijakan ini direalisasikan, tarif saya, anda, dan penumpang lainnya akan berbeda meski mendapat kualitas layanan dan jarak tempuh yang sama.

Memang kebijakan ini masih dalam tahap dimatangkan oleh Pemerintah, seperti diungkapkan oleh Dirjen KA Kemenhub, Risal Waas.

"Untuk memastikan agar skema tarif ini betul-betul tepat sasaran, saat ini kami masih terus melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait. Nantinya skema ini akan diberlakukan secara bertahap, dan akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan," ungkapnya, seperti dilansir Beritasatu.com. Kamis (29/08/2024) kemarin.

Namun, ketika sebuah rencana kebijakan sudah masuk dalam dokumen negara, itu bukan sekedar wacana, potensi direalisasikan cukup besar.

Oleh sebab itu, sebagai pengguna KRL rasanya saya perlu untuk bersuara. Mungkin tujuan dari kebijakan tersebut, baik, agar subsidi yang dikeluarkan tepat sasaran sehingga anggaran negara bisa dipergunakan secara efesien dan tepat sasaran.

Namun, calon kebijakan ini sepertinya berpeluang menjadi disinsentif bagi berbagai arah program Pemerintah yang lain seperti misalnya mendorong masyarakat untuk lebih banyak menggunakan angkutan umum dan hal yang berkaitan dengan mengurangi polusi serta perubahan iklim.

Kompleksitas Implementasi Tarif KRL Berbasis NIK

Oke lah urusan itu ada di level Pemerintah, sinkronisasi menjadi urusan elit birokrat. Tapi bagaimana penerapan kebijakan tarif berbasis NIK ini di tingkat pelaksanaannya yang melibatkan masyarakat luas.

Kita tahu data kependudukan di Negeri ini belum sepenuhnya valid dan sesuai dengan faktanya. Ambil contohnya saja data kependudukan untuk bantuan sosial yang ada di Kementerian Sosial (Kemensos), Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang masih carut marut.

Lantas, bagaimana cara mengukur seseoramg layak mendapatkan tarif KRL yang lebih murah dibandingkan yang lain?

Sedalam apa analisa NIK bisa dilakukan agar mendapatkan angka tarif yang layak dan presisi bagi seorang pengguna KRL.

Apakah setiap pengguna yang akan naik KRL harus mengisi form seperti halnya saat akan menggunakan Kereta jarak jauh?

Jika form itu dibuat secara daring, bagaimana dengan mereka yang tak memiliki kecakapan digital yang cukup. Padahal kita tahu, rentang segmen pengguna KRL itu sangat luas dari segi usia, status sosial, hingga tingkat pendapatan?

Terus, kita tahu juga, setiap hari pasti ada pengguna yang baru pertama kali naik KRL. Intinya turnover penggunanya sangat tinggi.

Belum lagi jika kita bicara kelebihan layanan tambahan yang akan didapat oleh seseorang yang membayar tarif lebih mahal.

Kalau membayar tarif lebih mahal dibandingkan pengguna yang membayar lebih murah sudah sepantasnya mendapat insentif atau layanan tambahan.

Kita analogikan ke program subsidi tepat sasaran BBM, jelas terlihat orang yang membeli BBM bersubsidi jenis Pertalite, akan mendapatkan bensin dengan oktan lebih rendah dibandingkan BBM non-subsidi Pertamax.

Atau di KRL nantinya, pengguna yang membayar tarif lebih mahal akan mendapat jaminan tempat duduk, atau layanan sepadan lainnya

Secara teknologi pun bisa jadi akan rumit juga,sampai sejauh mana keamanan data para penggunanya?

Kalau sampai terjadi breach data, karena Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sudah diberlakukan pada Oktober 2024 ini,  bukan tidak mungkin PT. KCI dan PT.KAI harus menghadapi tuntutan hukum dari penggunanya.

Terdapat banyak hal yang  harus dipikirkan dan dikaji terkait kebijakan tarif KRL berbasis NIK ini, ingat loh the devil is on detail. Jangan asal bikin kebijakan tapi tak memerhatikan perintilan konsekuensinya.

Seharusnya pengguna angkutan umum itu diberi insentif atau paling tidak tak di buat "riweuh" lah, saat akan menggunakan angkutan umum seperti KRL.

Agak mustahil pentarifan berbasis NIK itu diterapkan di KRL yang penggunanya begitu terbuka, tanpa kita tahu persis siapa mereka.

Skema subsidi tepat sasaran seperti ini, baru bisa berjalan apabila penggunanya memang teridentifikasi by name by adress seperti misalnya pelanggan listrik PLN.

Kalau seperti tarif KRL ya bakal menjadi mimpi buruk dalam pelaksanaannya di lapangan, yang akan habis menjadi bulan-bulanan masyarakat ya PT.KCI sebagai operatornya.

Sudah lah jangan membuat kebijakan yang aneh-aneh yang tak bisa dilaksanakan. Apabila memang alokasi subsidi PSO dari Pemerintah untuk PT.KAI dirasa kurang, naikan saja tarif KRLseluruhnya tanpa skema ini itu yang tak jelas juntrungannya.

Subsidi berbasis NIK memang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi anggaran, namun jangan sampai mengorbankan kemudahan dan kenyamanan pengguna KRL. 

KRL adalah transportasi publik yang seharusnya mudah diakses oleh semua kalangan. Penerapan skema ini perlu dikaji secara mendalam, mempertimbangkan semua aspek, termasuk dampak sosial, politik dan ekonomi, Jangan sampai niat baik untuk efisiensi justru menciptakan mimpi buruk baru bagi masyarakat dan operator KRL.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun