Apakah setiap pengguna yang akan naik KRL harus mengisi form seperti halnya saat akan menggunakan Kereta jarak jauh?
Jika form itu dibuat secara daring, bagaimana dengan mereka yang tak memiliki kecakapan digital yang cukup. Padahal kita tahu, rentang segmen pengguna KRL itu sangat luas dari segi usia, status sosial, hingga tingkat pendapatan?
Terus, kita tahu juga, setiap hari pasti ada pengguna yang baru pertama kali naik KRL. Intinya turnover penggunanya sangat tinggi.
Belum lagi jika kita bicara kelebihan layanan tambahan yang akan didapat oleh seseorang yang membayar tarif lebih mahal.
Kalau membayar tarif lebih mahal dibandingkan pengguna yang membayar lebih murah sudah sepantasnya mendapat insentif atau layanan tambahan.
Kita analogikan ke program subsidi tepat sasaran BBM, jelas terlihat orang yang membeli BBM bersubsidi jenis Pertalite, akan mendapatkan bensin dengan oktan lebih rendah dibandingkan BBM non-subsidi Pertamax.
Atau di KRL nantinya, pengguna yang membayar tarif lebih mahal akan mendapat jaminan tempat duduk, atau layanan sepadan lainnya
Secara teknologi pun bisa jadi akan rumit juga, sampai sejauh mana keamanan data para penggunanya?
Kalau sampai terjadi breach data, karena Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sudah diberlakukan pada Oktober 2024 ini, bukan tidak mungkin PT. KCI dan PT. KAI harus menghadapi tuntutan hukum dari penggunanya.
Terdapat banyak hal yang  harus dipikirkan dan dikaji terkait kebijakan tarif KRL berbasis NIK ini, ingat loh the devil is on detail. Jangan asal bikin kebijakan tapi tak memerhatikan perintilan konsekuensinya.
Seharusnya pengguna angkutan umum itu diberi insentif atau paling tidak tak di buat "riweuh" lah, saat akan menggunakan angkutan umum seperti KRL.