Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Cukai Minuman Berpemanis, Solusi Pahit untuk Masa Depan Manis Indonesia

22 Agustus 2024   09:32 Diperbarui: 22 Agustus 2024   19:33 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Minuman Manis | SHUTTERSTOCK via Kompas.com

Sifat dan karakteristik dari barang-barang terkena cukai adalah yang konsumsinya harus dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup, serta pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Namun pertanyaannya kemudian adalah apakah cukai saja cukup menurunkan konsumsi gula secara berlebihan yang sumber utamanya dari MBDK? Jawabannya, Tentu Saja Tidak!

Ada hal lain yang perlu diperhatikan agar konsumsi MBDK lebih terkendali yakni mendorong industri makanan dan minuman untuk mereformulasi produknya agar kandungan gula dalam setiap kemasan diturunkan.

Dan satu lagi, ini penting, perlu adanya filter personal dalam mengurangi konsumsi MBDK. Filter personal antara lain mencakup kondisi ekonomi konsumen, informasi dan pemahaman, preferensi, dan kondisi serta situasi konsumen pada saat ini.

Untuk hal ini perlu intervensi berupa kebijakan tertentu, literasi dan edukasi agar masyarakat memahami bahaya mengkonsumsi gula secara berlebihan terutama yang bersumber dari MBDK.

Misalnya dengan cara membatasi akses mereka terhadap konsumsi minuman berpemanis, mengeluarkan aturan yang mewajibkan produsen MBDK mencantumkan kadar gula yang terkandung didalamnya. Atau  bisa saja dengan menawarkan insentif tertentu agar mereka berinovasi supaya kadar gula dalam makanan dan minuman mereka lebih rendah.

Dan terakhir, harus ada political will dari para pemangku kepentingan agar dapat mendukung suksesnya pemberlakukan cukai MBDK.

Apabila cukai MBDK berhasil diterapkan  sebesar 20 persen, menurut perhitungan CISDI akan dapat menurunkan konsumsi MBDK sebesar 24 persen.

Di kawasan Asia Tenggara, sudah ada empat negara yang mengimplementasikan  cukai MBDK, yakni Thailand dan Brunei pada 2017, Filipina 2018, dan Malaysia sejak 2019.

Hasilnya, Thailand dengan cukai MBDK sebesar 20 dan 25 persen berhasil menurunkan prevalansi obesitas menjadi 3,83 persen dari sebelumnya 4,91 persen.

Cerita sukses yang lain, di Meksiko sebagai negara yang konsumsi gulanya paling tinggi di dunia, mulai mengenakan cukai MBDK pada 2014 sebesar 10 persen. Kebijakan ini berdampak terhadap penurunan konsumsi MBDK sebanyak 37 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun