Secara lebih sederhana SRBI ini dapat diterangkan sebagai sebuah instrumen moneter yang diterbitkan oleh BI. Instrumen moneter  adalah salah satu alat untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar.
Ketika BI menerbitkan SRBI dan investor membelinya, maka jumlah uang Rupiah yang beredar menjadi berkurang.
Sesuai hukum ekonomi, supply and demand, ketika Rupiah peredarannya berkurang, diharapkan akan mendorong penguatan nilai tukarnya terhadap Dollar AS. Selain itu, berkurangnya peredaran Rupiah maka inflasi akan lebih mudah dikendalikan.Â
SRBI berbeda dengan Obligasi Pemerintah, seperti Sukuk, ORI seperti yang sering saya tulis, atau FR yang kini ada di pasar.
Kalau Obligasi Pemerintah, dikelola dan diterbitkan oleh Pemerintah yang otomatis pembayaran imbal hasilnya pun dibayar melalui APBN.
Dana hasil dari penerbitannya, akan digunakan oleh negara  untuk membiayai pembangunan infrastruktur, bantuan sosial, subsidi dan operasional pemerintah lainnya.
Sedangkan SRBI, pengelolaan, penerbitan dan pembayaran imbal hasilnya dilakukan oleh BI. Hasilnya pun disimpan di BI, tidak dipakai oleh Pemerintah.
Dengan imbal hasil yang lebih tinggi dari obligasi pemerintah (misalnya, SRBI tenor 1 tahun menawarkan imbal hasil 7,5 persen, sedangkan obligasi pemerintah bertenor 10 tahun hanya 7 persen), SRBI tentu saja sangat menarik bagi para pemburu cuan. Bahkan bank pun akan lebih memilih menyimpan uangnya di SRBI daripada menyalurkannya lewat kredit kepada masyarakat, yang memiliki risiko lebih tinggi.
Alhasil, likuiditas di pasar uang menjadi berkurang sehingga perebutannya menjadi ketat. Karena ketat maka cost of fund-nya naik, ujungnya suku bunga deposito naik yang otomatis bakal mendorong naiknya suku bunga pinjaman.
Lantaran suku bunga pinjaman naik dan uang masyarakat tersedot, tak heranlah jika ada kekhawatiran pertumbuhan ekonomi pun bakal melemah.
Dengan situasi seperti ini, BI perlu secara cermat mengelola penerbitan SRBI untuk menyeimbangkan antara tujuan menjaga stabilitas nilai tukar dan mengendalikan inflasi dengan kebutuhan menjaga likuiditas di pasar keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Koordinasi yang erat dengan Kementerian Keuangan dalam pengelolaan instrumen moneter dan fiskal juga menjadi krusial.