SRBI diharapkan menjadi alternatif investasi yang menarik bagi investor domestik dan asing, sehingga meningkatkan kedalaman dan likuiditas pasar keuangan Indonesia.
Lantas, apa dampaknya penerbitan SRBI secara umum terhadap perekonomian Indonesia?Â
Penerbitan SRBI memiliki dampak multifaceted terhadap perekonomian Indonesia, seperti dua sisi pedang, dampak positifnya, antara lain
Pertama, Stabilisasi Nilai Tukar: Sejak peluncurannya, SRBI terbukti efektif menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, terutama dalam menghadapi tekanan eksternal seperti kenaikan suku bunga  Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed.
Kedua. Pengendalian Inflasi: Penyerapan likuiditas melalui SRBI berkontribusi pada pengendalian inflasi, meskipun faktor lain seperti harga pangan dan energi global juga berpengaruh.
Ketiga. Pengembangan Pasar Keuangan: SRBI telah menarik minat investor, tercermin dari total outstanding SRBI sejak penerbitannya di September 2023 sampai  Juni 2024, yang menurut Gubeernur BI Perry Warjiyo mencapai Rp721 triliun. Fakta ini menunjukkan potensi pengembangan pasar keuangan yang lebih dalam dan likuid.
TIngginya dana yang diserap SRBI lantaran imbal hasil yang ditawarkan  memang sangat kompetitif, sebagai contoh pada lelang 12 Juli 2024 imbal hasil yang ditawarkan sebesar 7,43 persen untuk tenor 12 bulan, 7,39 persen untuk 9 bulan, 7,30 persen untuk tenor 6 bulan.
Namun demikian, SRBI pun berpotensi menimbulkan dampak negarif, antara lain :
Pertama, Likuiditas Ketat: Penerbitan SRBI yang agresif dapat menyebabkan likuiditas di pasar keuangan menjadi ketat,seperti disampaikan oleh Chatib Basri yang tercermin dari peningkatan suku bunga PUAB (Pasar Uang Antar Bank). Hal ini jika tak dikelola dengan baik, akan menghambat pertumbuhan kredit dan investasi.
Kedua. Crowding Out Effect: SRBI dapat menarik minat investor yang biasanya menyimpan uangnya di instrumen investasi lain, seperti obligasi Pemeritah, obligasi korporasi, atau saham, sehingga mengurangi dana yang tersedia bagi sektor riil dan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.Â
Ketiga. Risiko Ketergantungan pada Investor Asing: Tingginya kepemilikan SRBI oleh investor non-residen pada Kuartal I 2024 mencapai 22 persen, sehingga memunculkan kekhawatiran akan menimbulkan risiko volatilitas pasar jika terjadi penarikan dana secara tiba-tiba.