Kenapa kelas menengah yang di mention, lantaran rata-rata yang menjadi pemilik kendaraan bermotor adalah mereka yang masuk dalam strata ekonomi kelas menengah, jadi mereka lah yang akan paling banyak terkena dampak kebijakan ini.
Sebenarnya, bagi kelas menengah, kewajiban asuransi TPL ini ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, ada potensi manfaat yang signifikan.Â
Perlindungan finansial yang lebih baik, peningkatan kesadaran berkendara, dan peluang investasi menjadi daya tarik utama. Kelas menengah tidak perlu lagi khawatir tentang biaya ganti rugi yang besar jika terlibat dalam kecelakaan.
Namun, di sisi lain, ada juga potensi kerugian yang tidak bisa diabaikan.Â
Premi asuransi TPL seperti survei yang dilakukan oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunjukkan bahwa rata-rata premi asuransi TPL untuk mobil berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 2.000.000 per tahun akan menjadi beban finansial tambahan, terutama bagi mereka yang memiliki anggaran terbatas.Â
Potensi kenaikan tarif premi dan penyalahgunaan oleh oknum tertentu juga menjadi momok yang harus diwaspadai.
Jadi kebijakan yang nantinya akan berupa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau POJK ini, bisa menjadi semacam bitter sweet bagi kelas menengah, pahit di awal manis kemudian.
Akan tetapi potensi menjadi pahit hingga seterusnya bisa terjadi apabila dalam implementasinya pihak perusahaan asuransi berlaku nakal, dan kenyataan ini banyak terjadi sehingga menimbulkan "Trust Issue" terhadap produk keuangan bernama asuransi.
Misalnya, bukan sekali dua kali kita mendengar kabar atau bahkan mungkin mengalaminya, ketika giliran pembayaran premi kencang dikejar, eh saat kita mengajukan klaim pelayanannya lambat macam siput, dipersulit, seolah mereka berusaha keras untuk menolaknya, ini lah itu lah syarat yang harus dipenuhi seperti tak berkesudahan.
Ini lah salah satu tantangan terbesar dalam implementasi kewajiban asuransi TPL, masalah kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi. Banyak yang merasa skeptis dan khawatir bahwa asuransi hanya akan menjadi beban tanpa manfaat nyata.
Selain itu memang pada dasarnya, masyarakat Indonesia kurang terliterasi dengan baik untuk produk keuangan bernama asuransi ini.