Awal bulan Juli 2024 lalu saya mendapatkan undangan untuk menghadiri sebuah kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementeriam Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang berbicara tentang ekonomi hijau atau green economy.
Topik bahasan utamanya meliputi pengembangan ekosistem ekonomi, transisi energi yang komprehensif, serta penguatan Research and Development.
Yang menarik buat saya adalah topik tentang konsep ekonomi baru yang belakangan memang sedang hype diperbincangkan, yakni bioekonomi, apalagi dikaitkan dengan ekonomi sirkular, yang juga sedang ramai menjadi bahan "gibah" akibat persaingan dua merk air minum dalam kemasan (AMDK) papan atas Indonesia.
Menikmati sajian presentasi yang disuguhkan pakar ekonomi sirkular dan bioekonomi, para pelakunya, serta dari pihak pemerintah sungguh menambah wawasan tentang konsep baru ekonomi ini.
Mereka yang menjadi pemateri antara lain, Diaz Hendropriyono dari Kantor Staf Presiden (KSP) yang membidangi ekonomi berkelanjutan, Nunu Anugrah, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik, pada Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK), sebagai wakil Pemerintah.
Kemudian, perwakilan akademisi ada peneliti dari The School of Life Science Institut Teknologi Bandung (ITB), Angga Dwiartama. Pelaku industri di wakili oleh Tiur Simamora dari PT. Jamu Sido Muncul dan Tommy Watimena CEO Great Giant Food, perusahaan perkebunan yang salah satu produknya buah-buahan segar,mulai dari pisang, Nenas, Melon, hingga jambu crystal dengan merk Sunpride.
Setelah mendengat paparan mereka yang cukup komprehensif, saya jadi membayangkan sebuah ekosistem industri di mana tidak ada limbah yang terbuang sia-sia, setiap produk memiliki siklus hidup yang panjang, dan sumber daya alam digunakan secara efisien.
Inilah visi sirkularitas dalam bioekonomi, sebuah konsep yang mengubah cara kita memandang produksi dan konsumsi.
Sebelum melangkang lebih jauh saya akan coba memberikan sedikit informasi, apa itu Bioekonomi dan sirkuralitas.
Menurut situs Bioekonomie-BW.de, bioekonomi adalah model ekonomi berbasis pengetahuan yang memanfaatkan sumber daya hayati terbarukan, seperti tanaman, hewan, mikroorganisme, dan limbah biomassa, untuk menghasilkan berbagai produk dan jasa, termasuk makanan, energi, bahan baku industri, obat-obatan, dan produk biokimia lainnya.
Bioekonomi juga mencakup pengembangan teknologi baru, seperti bioteknologi, rekayasa genetika, dan bioinformatika, untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan produksi.
Indonesia, dengan keanekaragaman hayati yang melimpah dan sumber daya alam yang kaya, memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam bioekonomi global.
Sedangkan, sirkularitas adalah prinsip dasar dari ekonomi sirkular yang mengacu pada kemampuan suatu sistem untuk menjaga sumber daya, material, dan produk tetap berputar dalam siklus produktif selama mungkin.Â
Prinsipnya sederhananya, produk dirancang agar mudah diperbaiki, didaur ulang, atau digunakan kembali. Material dari produk yang tidak terpakai didaur ulang atau digunakan kembali untuk membuat produk baru.
Dalam konteks ekonomi sirkular, sirkularitas dapat dicapai melalui, desain produk yang sirkular, dengan mempertimbangkan siklus hidupnya, termasuk kemudahan perbaikan, penggunaan kembali, dan daur ulang.
Mendorong penggunaan produk secara optimal, seperti melalui perbaikan, penyewaan, dan penjualan kembali, untuk mengurangi kebutuhan akan produk baru.
Dan, mengelola limbah sebagai sumber daya berharga dengan mengutamakan daur ulang dan penggunaan kembali material.
Nah, sirkularitas dalam bioekonomi sendiri merupakan sebuah pola pendekatan yang bertujuan untuk memaksimalkan nilai dan penggunaan sumber daya hayati semaksimal siklus hidupnya.Â
Ini berarti mengurangi limbah, mendaur ulang produk, dan menggunakan sumber daya terbarukan untuk menciptakan sistem produksi yang lebih berkelanjutan.
Sirkularitas bukan hanya sekadar tren, tetapi sebuah kebutuhan mendesak. Data menunjukkan bahwa model ekonomi linear yang kita gunakan saat ini tidak berkelanjutan.
Menurut World Economic Forum, hanya 9% dari 92,8 miliar ton sumber daya yang digunakan setiap tahun didaur ulang. Ini berarti sebagian besar sumber daya berakhir sebagai limbah, mencemari lingkungan dan menyia-nyiakan potensi ekonomi.
Lantas, apa yang harus dilakukan, agar derap langkah sirkuralitas dalam bioekonomi melaju lebih cepat?
Merangkum apa yang dipaparkan para pemateri d iatas, paling tidak ada 4 langkah kunci yang biss dilakukan.untuk mempercepat sirkularitas dalam bioekonomi:Â
Pertama, desain Produk yang Berkelanjutan: Produk harus dirancang dengan mempertimbangkan seluruh siklus hidupnya, mulai dari pemilihan bahan baku hingga akhir masa pakainya.Â
Ini berarti menggunakan bahan baku terbarukan, mengurangi penggunaan bahan berbahaya, dan merancang produk yang mudah dibongkar dan didaur ulang.P
Kedua, Pemanfaatan Limbah Biomassa: Limbah biomassa, seperti sisa pertanian dan limbah organik, memiliki potensi besar sebagai sumber daya. Limbah ini dapat diolah menjadi bioenergi, biomaterial, atau pupuk organik.
Ketiga, pengembangan Teknologi DaurUlang: Teknologi daur ulang yang inovatif diperlukan untuk mengubah limbah menjadi sumber daya baru. Ini termasuk teknologi untuk mendaur ulang plastik biodegradable, mengolah limbah makanan menjadi biogas, dan mengubah limbah tekstil menjadi serat baru.
Keempat,Kolaborasi Lintas Sektor: Sirkularitas membutuhkan kolaborasi antara berbagai sektor, termasuk pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat.Â
Pemerintah dapat menciptakan kebijakan yang mendukung sirkularitas, industri dapat menerapkan praktik produksi yang lebih berkelanjutan, akademisi dapat mengembangkan teknologi baru, dan masyarakat dapat mengubah perilaku konsumsi mereka.
Agar mudah dipahami ada beberapa contoh praktik sirkuralitas bioekonomi yang dekat dengan keseharian kita, antara lain:
Pemanfaatan Limbah Makanan: Limbah makanan dari rumah tangga dan industri dapat diolah menjadi biogas atau kompos. Atau, daur ulang pllastik Biodegradable:Â
Beberapa perusahaan di Indonesia telah mengembangkan teknologi untuk mendaur ulang plastik biodegradable, seperti plastik berbahan dasar singkong atau jagung.Â
Lantas apa sih keuntungannya jika sirkuralitas bioekonomi ini dilakukan secara serius:Â
Pertama, dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Menurut Ellen MacArthur Foundation, penerapan ekonomi sirkular dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 45%.
Kedua, menumbuhkan lapangan lerja baru. Menurut laporan International Labour Organization (ILO) memperkirakan sirkularitas ekonomi dapat menciptakan hingga 24 juta lapangan kerja baru secara global pada 2030.
Ketiga, seperti dilaporkan "The Circurality Gap Report 2023" yang menyebutkan bahwa peningkatan sirkuralitas global sebesar 1 persen, dapat meningkatlan pertumbuhan ekonomi global sebesar 700 miliar US Dollar.
Khusus untuk Indonesia, menurut studi terbaru yang dilakukan Bappenas, sirkuralitas ekonomi dapat memberikan konrribusi sebesar Rp593 triliun pada tahun 2030.
Walaupun keuntungan dan benefit lainnya sudah terpampang di depan mata, penerapan sirkularitas dalam bioekonomi di Indonesia, masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti kurangnya infrastruktur, investasi, dan kesadaran masyarakat.Â
Namun, peluang yang ditawarkan juga sangat besar. Dengan mempercepat sirkularitas, diharapkan kita dapat membangun ekonomi yang lebih hijau, berkelanjutan, dan inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H