Gula juga bisa menjadi salah satu musabab munculnya jerawat membandel, karena memicu produksi minyak berlebih di kulit, menyumbat pori-pori, dan akhirnya menimbulkan jerawat yang tak kunjung hilang.
Dengan deretan begitu banyak kerugian yang ditimbulkan oleh konsumsi gula berlebihan, sudah benar pelabelan kandungan gula dilakukan, demi mencegah korban-korban "gula" terus berjatuhan.
Pelabelan kandungan gula pada makanan dan minuman kemasan itu seperti "jendela" yang memberikan informasi penting. Kita bisa melihat seberapa banyak gula yang sebenarnya tersembunyi di balik ragam kemasan menarik itu, dan kita bisa membuat pilihan yang lebih bijak untuk kesehatan.
Namun demikian, pelabelan kandungan gula di kemasan tak akan ada artinya jika kita semua, masyarakat awam tak paham standar baku berapa kadar gula dalam setiap kemasan yang bisa dikonsumsi.
Di sinilah repotnya, karena kadar gula dalam makanan dan minuman yang layak dikonsumsi memang tidak memiliki batasan yang baku, karena kebutuhan gula setiap individu berbeda-beda tergantung usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, dan kondisi kesehatan.
Namun ada beberapa pedoman yang bisa dijadikan acuan untuk menjaga asupan gula, antara lain seperti yang direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO.
Rekomendasinya, konsumsi gula tambahan sebaiknya dibatasi hingga kurang dari 10% dari total asupan energi harian.Â
Untuk orang dewasa dengan kebutuhan energi 2000 kalori per hari, ini berarti kurang dari 50 gram atau sekitar 12 sendok teh gula tambahan per hari.Â
WHO bahkan menyarankan untuk membatasi konsumsi gula hingga kurang dari 5% dari total asupan energi harian untuk manfaat kesehatan yang lebih baik.
Meskipun pedomannya ada, persoalannya kemudian, kita kadang enggan untuk repot-repot menghitung "rumus" di atas. Hal ini lah yang menimbulkan keraguan terkait efektifitas pelabelan tersebut.