Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Defisit APBN 2024 Membengkak, Harga BBM Bersubsidi Dinaikan, Konsumsinya Dibatasi, atau Ada Alternatif Lain?

11 Juli 2024   14:46 Diperbarui: 11 Juli 2024   15:36 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh sebab itu, tanpa  terus berlanjutnya kenaikan harga minyak mentah dan melemahnya kurs Rupiah terhadap US Dollar sekalipun, pagu anggaran subsidi energi dalam APBN 2024 hampir pasti harus dinaikan.

Apalagi potensi kenaikan harga minyak mentah dan pelemahan Rupiah terus berlanjut masih sangat terbuka, dan akan semakin menggerogoti APBN, alhasil tekornya bakal semakin dalam.

Untuk memitigasinya, agar APBN kita tetap bisa survive, dan terus bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional, antara lain dengan mengurangi subsidi energi yang konsekuensinya akan membuat harga jual BBM, LPG, dan listrik ke masyarakat naik, mendekati harga keekonomiannya.

Atau bisa juga lewat cara membatasi konsumsi energi masyarakat dengan jargon "subsidi tepat sasaran" yang mekanismenya cukup ruwet dan secara praksis agak sulit diterapkan.

Toh selama ini, sejatinya jargon subsidi tepat sasaran itu sudah digaungkan dan dipraktikan, seperti misalnya dengan menggunakan aplikasi MyPertamina di mana hanya kendaraan-kendaraan dengan klasifikasi tertentu yang boleh menyedot BBM bersubsidi, atau mengharuskan pembeli "gas melon" menyertakan KTP untuk memastikan yang bersangkutan masuk kategori layak subsidi.

Fakta dilapangan semua upaya itu belum optimal, kalau tidak mau disebut masih jauh panggang dari api, tak efektif.

Opsi menaikan harga energi bersubsidi pun dalam kondisi perekonomian yang masih tidak menentu seperti saat ini,  belum memungkinkan, meskipun sebenarnya untuk ekonomi jangka menengah dan panjang opsi menaikan harga energi merupakan pilihan yang paling masuk akal.

Namun harus diingat implikasi dari kenaikan harga energi terutama BBM tak hanya akan berkutat di sisi ekonomi saja, tapi juga bakal merambat ke urusan sosial dan politik. Hampir dapat dipastikan masyarakat akan bereaksi negatif terhadap opsi menaikan BBM.

Dalam bahasa sederhananya, menaikan harga BBM bersubsidi itu secara ekonomi itu benar dan baik, perfectly sound, tapi tidak secara sosial dan politik, it's perfectly bad.

Dan Pemerintah naga-naga nya tak akan mengambil opsi menaikan harga energi dalam waktu dekat. Pemerintah mungkin lebih memilih mencari solusi alternatif lain untuk mengurangi beban subsidi. Seperti melakukan efesiensi subsidi dan mendorong penggunaan sumber energi terbaruka.

Kendati demikian, opsi menaikan harga BBM dan energi lain yang bersubsidi pintunya tak akan ditutup sama sekali, tergantung pada perkembangan nilai tukar Rupiah, harga minyak dunia, kondisi fiskal pemerintah, dan pertimbangan sosial-politik dalam beberapa waktu mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun