Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Penawaran SBR013 Resmi Dibuka Hari Ini, Dengan Imbal Hasil 6,45-6,60 Persen, Pahami SBN Ritel Sebelum Berinvestasi

10 Juni 2024   10:09 Diperbarui: 10 Juni 2024   14:43 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penawaran Surat Berharga Negara (SBN) Ritel seri SBR013 resmi dibuka hari ini, Senin 10 Juni 2024 Pukul 09.00.

Mengutip keterangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR-Kemenkeu) SBR013 ditawarkan dalam dua sub seri SBR013T2 dengan tenor atau masa jatuh tempo 2 tahun dan SBR013T4 yang memiliki tenor 4 tahun.

Pemerintah menawarkan imbal hasil atau kupon yang cukup menarik untuk SBN ritel keempat yang diterbitkan tahun 2024 ini. 6,45 persen per tahun untuk SBR013T2  dan 6,60 persen per tahun bagi SBR013T4. 

Kupon yang ditawarkan bersifat floating with the floor atau mengambang dengan batas minimal, yang memungkinkan imbal hasil yang ditawarkan naik jika suku bunga acuan Bank Indonesia naik, tapi tak akan ikut turun di bawah kupon yang ditawarkan diawal penawaran andai suku bunga acuan BI turun.

Karakteristik lain dari kedua sub seri SBR013 adalah instrumen investasi ini tak dapat diperdagangkan kembali di pasar sekunder, namun jika membutuhkan dana sebelum masa jatuh temponya tiba, SBR013 memiliki fitur early redemption atau pencairan lebih awal, paling cepat setengah dari waktu jatuh temponya tiba, 1 tahun bagi SBR013T2 dan 2 tahun untuk SBR013T2.

Dengan jumlah minimal 50 persen dari dana yang diinvestasikan, misalnya berinvestasi di SBR013 sebesar Rp.10 juta maka yang bisa dicairkan lebih awal hanya Rp.5 juta saja. Oleh sebab itu minimal investasi yang dapat menggunakan fitur early redemption Rp.2 juta

Sedangkan,  batas minimal pemesanan secara umum, relatif terjangkau, dengan uang Rp. 1 juta saja siapapun sepanjang ia warga negara Indonesia sudah dapat memiliki 1 unit SBR013.

Nah, jika berminat untuk berinvestasi di instrumen keuangan fixed income ini bisa menghubungi mitra distribusi (Midis) yang terdiri dari pelaku sektor jasa keuangan, perbankan, perusahaan sekuritas, dan perusahaan keuangan berbasis teknologi (fintech) yang telah bekerjasama dengan Kemenkeu.

Untuk SBR013  Kemenkeu bekerjasama dengan 26 midis, diantaranya  Bank BCA, Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, Bank Danamon, Bank OCBC, Mandiri Sekuritas, BRI Danareksa Sekuritas, Bahana sekuritas, Bareksa, hingga Bibit.

Pahami Sebelum Investasi

Namun sebelum berinvestasi di SBR013 ada baiknya kita mengenal lebih jauh tentang instrumen keuangan yang dirilis Pemerintah ini.

SBN ritel sederhananya adalah produk investasi yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia kepada individu atau investor ritel khusus pemegang KTP Indonesia.

Ketika kita berinvestasi di  SBN Ritel, artinya kita meminjamkan uang kepada pemerintah dan sebagai imbalannya, pemerintah akan membayarkan imbal hasilnya (kupon)  secara berkala dan mengembalikan pokok pinjamannya pada saat jatuh tempo.

SBN ritel terbagi menjadi dua jenis yakni SBN ritel konvensional yang terdiri dari seri Obligasi Ritel Indonesia (ORI) yang telah ditawarkan sebanyak 25 kali sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2006 dan Savings Bond Ritel (SBR)  yang pertama kali diluncurkan pada tahun 2018.

Dasar hukum penerbitan SBN konvensional adalah Undang-Undang nomor 22 tahun 2004 tentang Surat Berharga Negara.

Jenis lain dari SBN ritel adalah Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ritel berbasis syariah atau yang lazim disebut dalam istilah keuangan syariah sebagai Sukuk.

Sukuk ritel terdiri dari dua seri yakni Sukuk Ritel (SR) dan Sukuk Tabungan (ST).  Sukuk Ritel pertama kali diluncurkan Pemerintah Indonesia pada tahun 2009 pasca keluarnya beleid yang mengaturnya yaitu Undang-Undang nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

Lantaran penerbitannya dijamin oleh undang-undang yang dalam hirarki sistem hukum negara cukup kuat, maka investasi di SBN dan SBSN ritel sangat aman, imbal hasilnya pasti dibayarkan tepat waktu dan pokoknya pasti dibayarkan saat jadwal jatuh temponya tiba.

Oleh sebab itu, seluruh ekonom atau analis pasar uang  acap menyebut kedua instrumen investasi fixed income ini sebagai safe heaven.

Apalagi terkait pembayaran imbal hasil dan pokoknya juga dijamin oleh Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN), yang setiap tahun pasti mengalokasikan untuk kebutuhan pembayaran bagi para investor pemegang SBN baik yang umum maupun ritel.

Asal tahu saja, sepanjang sejarah penerbitan SBN, Pemerintah Indonesia tak pernah gagal bayar atau default. 

Informasi tambahan lain tentang keempat seri SBN dan SBSN ritel ini adalah terkait karakteristik khas yang dimilikinya. Seri ORI dan ST memiliki karakteristik utama, berimbal hasil tetap dan bisa diperdagangkan kembali (tradeable)di pasar sekunder antar investor domestik.

Sedangkan Sukuk Tabungan dan SBR, Karakteristik utamanya menawarkan imbal hasil mengambang dengan batas minimal atau floating with the floor dan tak dapat diperdagangkan kembal atau non-tradeable di pasar sekunder.

Khusus untuk SBN ritel berbasis Syariah, tata kelola ke-syariah-an pun terjamin dan tak kaleng-kaleng lantaran dalam setiap penerbitannya selalu melibatkan Dewan Syariah Nasional (DSN) yang digawangi oleh ahli-ahli keuangan syariah di Otoritas Jasa Keuangan(OJK) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta pihak-pihak yang berkompeten lainnya.

Sesuai aturan syariah, setiap penerbitan Sukuk selalu memiliki underlying asset berupa proyek dan aset negara, dengan skema penyewaan atau ujrah dalam istilah teknis keuangan disebut asset to be lease sehingga dapat dipastikan dalam setiap penerbitan sukuk, bebas dari unsur gharar (ketidakjelasan), riba, atau judi atau maysir.

Sampai disini jelas dan terang bahwa keamanan berinvestasi di keempat seri SBN dan SBSN ritel tak diragukan lagi, lantas bagaimana dengan risikonya?

Ada 3 risiko utama dalam sebuah penawaran instrumen investasi berpendapatan tetap ini. Pertama Risiko Pasar atau market risk, potensi risiko pasar bisa terjadi ketika nilai investasi di suatu instrumen turun akibat pengaruh dari perubahan tingkat suku bunga yang menjadi acuan, dalam konteks SBN ritel suku bunga acuan BI, kondisi ekonomi domestik dan global, serta stabilitas politik.

Namun, risiko pasar ini tak akan terjadi pada SBN atau SBSN ritel yang tak dapat diperdagangkan kembali di pasar sekunder, seperti Sukuk Tabungan atau Saving Bonds Ritel seperti SBR013 yang baru saja diluncurkan, lantaran imbal hasilnya terjaga hingga masa jatuh temponya tiba.

Potensi berbeda jika kita berinvestasi di SBN ritel yang tradeable di pasar sekunder, seperti ORI dan Sukuk Ritel. Akan tetapi agar risiko bisa dinihilkan, mitigasinya pun sangat mudah, ya jangan jual kedua seri SBN ritel tersebut sebelum masa jatuh temponya tiba.

Jadi dengan mitigasi seperti itu, risiko pasar di instrumen investasi SBN atau SBSN ritel nyaris nol, atau tak berisiko sama sekali.

Kedua, Risiko Likuiditas yang artinya risiko yang dapat terjadi saat investor tidak dapat menjual kembali atau mencairkan produk investasi dalam waktu yang cepat pada harga wajar.

Hal ini dapat terjadi manakala investor membutuhkan dana segar dalam waktu cepat, sayangnya investor tak dapat menjual kembali instrumen investasinya dalam waktu yang cepat dengan minimal harga sesuai pembeliannya.

Untuk ORI dan ST, risiko ini dapat dihindari karena kedua seri tersebut bisa dijadikan jaminan saat mengajukan pinjaman ke bank atau institusi keuangan lainnya, atau dijadikan jaminan dalam transaksi efek di pasar modal, dan bisa juga dijual kembali ke mitra distribusi dimana investor bertransaksi.

Bagi SR atau SBR, relatif tak berisiko lantaran instrumen investasi ini non-tradeable, sehingga baru bisa dicairkan pada saat masa jatuh temponya tiba.

Namun jika investor membutuhkan dana, ada fasilitas pencairan lebih awal tanpa pinalti sepeser pun.

Ketiga, Risiko Gagal Bayar, risiko ini dapat terjadi kala investor tidak mendapatkan pembayaran seperti yang dijanjikan oleh penerbit pada saat jatuh tempo kupon dan pokok.

Seperti diterangkan di atas, SBN dan SBN Ritel tak memiliko risiko ini karena pembayaran pokok dan imbal hasilnya dijamin dua undang-undang sekaligus.

Meskipun demikian, kita tetap harus ingat sekecil apapun risikonya, investasi selalu memiliki risiko. Semakin besar potensi cuannya, maka semakin besar pula potensi risikonya. Semakin kecil potensi cuannya, maka semakin kecil pula risiko cuannya

Namun, untuk SBN Ritel ini sebenarnya potensi cuannya tak kecil juga, masih cukup menarik kok. Karena sudah pasti imbal hasil yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan  dengan rata-rata suku bunga deposito rupiah di bank-bank BUKU IV di Indonesia dan selalu memiliki selisih dua digit dengan suku bunga acuan BI.

Selain itu pajak yang dikenakan terhadap imbal hasil SBN ritel hanya 10 persen, jauh lebih rendah dibandingkan pajak bunga deposito yang sebesar 20 persen .

Dengan memahami lebih jauh tentang tingkat keamanan dan risiko serta sedikit sejarah dan dasar hukum SBN dan SBSN ritel paling tidak kita bisa memitigasi risiko "buntung" saat berinvestasi  dan memaksimalkan cuan di instrunen investasi ini.

Satu hal penting lain yang perlu diungkapkan, adalah seluruh hasil investasi masyarakat di SBN Ritel digunakan untuk sebesarnya-besarnya kepentingan negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Menjadi bagian dari pembiayaan APBN, yang bisa dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan SBN ritel ini merupakan salah satu bentuk investasi yang memiliki dampak positif bagi lingkungan dan sosial atau impact investing.

Bahkan untuk Sukuk Tabungan sudah masuk dalam kategori "Green Bond" yang hasil investasinya hanya untuk membiayai proyek-proyek Pemerintah berbasis kelanggengan lingkungan.

So, tunggu apa lagi, Wis wayahe cerdas dalam mengelola keuangan, maka mulai lah berinvestasi.

https://www.djppr.kemenkeu.go.id/sbnritel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun