Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sedikit Tentang BP-Tapera dan Peran OJK dalam Pengawasannya

29 Mei 2024   14:08 Diperbarui: 1 Juni 2024   09:15 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Sumber: SHUTTERSTOCK/TITIS CAHYA AJI PAMUNGKAS via kompas.com)

Polemik keberadaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) terus bergulir di tengah masyarakat, pro dan kontra ramai disuarakan oleh berbagai pihak terutama di media sosial.

Sebagaimana diketahui Presiden Jokowi telah menetapkan peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2024 Tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada Senin (20/05/2024), awal pekan lalu.

Mengutip beleid dimaksud, dijelaskan bahwa Tapera adalah penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan, dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaannya berakhir.

Sejatinya,"mahluk" bernama Tapera itu bukan merupakan barang baru di Indonesia. Menukil situs resmi BP-Tapera,sebelum bersalin rupa menjadi BP-Tapera, entitas ini dikenal dengan nama Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS)

Badan ini dibentuk pada tahun 1993 berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 14 tahun 1993 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto, yang ditetapkan pada 15 Februari 1993.

Bapertarum ini mengemban tugas meningkatkan kesejahteraan PNS, melalui skema untuk memperoleh rumah yang layak. Caranya dengan melakukan pemotongan gaji PNS untuk dikelola sebagai tabungan perumahan.

Pada praktiknya, Bapertarum ini tidak terlalu berhasil, paling tidak itu yang dirasakan oleh ibu dan bapak saya yang menjadi PNS dimasa kebijakan ini diluncurkan, subsidi uang muka rumah yang dijanjikan tak pernah berwujud, hasil dana kelolaannya pun menguap tak jelas juntrungannya, sampai akhir hayat kedua orang tua saya yang gajinya dipotong setiap bulan, tak pernah melihat uang itu lagi.

Entah karena dianggap tidak jelas, pada tahun 2016 Bapertarum diubah bentuknya oleh Pemerintah menjadi Tapera melalui Undang-Undang nomor 4 tahun 2016 tentang Tapera, setelah proses transisi kelar, akhirnya BP-Tapera resmi didirikan pada Maret 2018 dengan cakupan kepesertaan yang diperluas secara bertahap hingga ke segmen pekerja  penerima upah di TNI/Polri, BUMN, BUMD, BumDes, sektor swasta, mandiri, dan informal.

Struktur Organisasi BP-Tapera, digawangi oleh Komite Tapera yang terdiri  dari  5 orang, yakni, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang saat ini dijabat oleh Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziah, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Friderica Widyasari Dewi, semuanya itu jabatan ex officio ditambah satu unsur profesional yang saat ini masih kosong setelah Vincentius Sonny Loho meninggal dunia, beberapa waktu lalu.

Di sisi pelaksana, BP-Tapera dipimpin oleh seorang Komisioner dengan dibantu oleh empat Deputi Komisioner.

Menurut Laporan Pengelolaan Dana Tapera yang terakhir dirilis, sampai dengan 31 Desember 2022 BP-Tapera memiliki dana kelolaan sebesar Rp7,6 triliun.

BP-Tapera mengelola dana tersebut bekerjasama dengan sejumlah bank umum melalui Kontrak Pengelolaan Dana Tapera (KPDT), yang mayoritas penempatan dananya dalam bentuk portofolio efek.

Dalam rangka pengelolaan dan pengawasan BP-Tapera ini, Otoritas Jasa Keuangan diberi tanggung jawab langsung sebagai pengawas eksternal seperti diatur dalam UU No 4/2016 tentang Tapera, oleh sebab itu lah salah satu anggota Komite Tapera merupakan anggota Dewan Komisioner OJK.

Sehubungan dengan itu, OJK kemudian merilis dua Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) spesifik tentang Tapera, yakni POJK No.20 Tahun2022 tentang Pengawasan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dan POJK Nomor 22 Tahun 2022 tentang Kegiatan Penyertaan Modal oleh Bank Umum. 

Mengutip situs resmi OJK, ruang lingkup pengawasan OJK terhadap BP-Tapera meliputi pengawasan kepatuhan (compliance supervision) BP-Tapera terhadap peraturan perundangan di bidang Tapera dan ketentuan internal BP-Tapera yang mencakup aktivitas penyelenggaraan Tapera, pengelolaan aset, serta serta penerapan tata kelola dan risk management BP-Tapera.

Selain itu dalam hal penyusunan dan penyampaian laporannya nya pun diatur oleh OJK secara rigid, seperti yang tertuang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 2/SEOJK.6/ 2024 Tentang Laporan Bulanan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat.

Laporan bulanan seperti yang tertulis dalam SEOJK tersebut, terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan penghasilan komprehensif, laporan perubahan aset netto, laporan arus kas, dan laporan lain.

Tak sampai disitu,ketika dianalisa, kemudian terlihat sedikit saja kejanggalan dan itu dianggap perlu untuk dilakukan pemeriksaan ke TKP (on-site supervision), maka OJK akan turun langsung.

Pengawasan langsung OJK ke BP Tapera juga dilakukan secara berkala, paling tidak sekali dalam satu tahun akan melakukan supervisi langsung ke BP Tapera.

Hasil dari pengawasan langsung maupun tidak langsung akan dilaporan ke Komite Tapera dalam bentuk rekomendasi yang nantinya akan ditindaklanjuti oleh Komite Tapera.

Dengan adanya pengawasan yang begitu ketat tersebut, harapannya pengelolaan program dana Tapera bisa berjalan, transparan, berkelanjutan, dan dan mampu melindungi kepentingan masyarakat.

Namun demikian, meskipun pengawasan "terlihat" sudah dilakukan dengan seksama dan ketat, kepercayaan masyarakat terhadap Program Dana Tapera tak bisa diharapkan serta merta terjadi, butuh waktu untuk membuktikannya.

Apalagi yang akan terkena pemotongan penghasilan untuk Program Dana Tapera ini sangat luas, semua warga negara Indonesia berusia di atas 18 tahun dan sudah memiliki penghasilan, yang jumlahnya diperkirakan sekitar 200 juta jiwa.

Dan Pemerintah menargetkan dana kelolaan BP-Tapera dalam 10 tahun setelah lengkap diterapkan akan mencapai Rp200 triliun, jumlah yang luar biasa besar.

Oleh sebab itu, wajar juga apabila sejumlah pihak misuh-misuh, karena mereka takut kasus-kasus pengelolaan dana acak kadut seperti kasus Asabri, Jiwasraya dan lainnya terulang lagi, dan tak dapat dipungkiri potensi itu memang ada.

Selain masalah Trust Issue dalam praktik pengelolaan dananya, ada dua kritik lain terhadap Program Dana Tapera ini, pertama, beban iuran yang sebesar 3 persen terlalu berat bagi pekerja maupun pengusaha, makanya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melontarkan keberatannya terhadap program ini.

Kedua, Ketidakjelasan manfaatnya, masih banyak masyarakat yang belum mengetahu persis manfaat dari program ini, andai pun tahu, mereka belum tpaham mekanisme menggunakannya.

Selagi masih ada waktu yang tersisa sebelum diberlakukan secara utuh pada tahun 2027, Program Dana Tapera yang tujuannya baik ini sistem dan mekanisme serta sosialisasinya bisa disempurnakan lagi, agar manfaatnya nyata bagi masyarakat dan tidak dijadikan arena bancakan baru oleh para pihak yang terlibat langsung mengelola Program Dana Tapera ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun