Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Jatuh Cinta dan Fanatisme Pilihan Capres, Membutakan?

3 Desember 2023   13:20 Diperbarui: 5 Desember 2023   08:21 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Tiga pasangan calon foto bersama usai rapat pleno terbuka pengundian dan penetapan nomor urut dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pemilu 2024. (Foto: KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO)

"Siapa orang yang paling susah dinasehati dan dipengaruhi?
Ada dua, orang yang sedang jatuh cinta dan pendukung fanatik  calon presiden."

Begitu kira-kira, adagium lucu-lucuan yang laris manis dikutip saat musim politik datang menjelang.

Kendati terkesan berkelakar, rangkaian kalimat itu sejatinya merupakan hasil observasi perilaku serius yang validitasnya bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Kalau kata Eyang Titik Puspa, jatuh cinta itu berjuta rasanya, biar putih, biar hitam  manislah tampaknya.

Esensi cinta, setidaknya cinta yang dimanifestasikan dengan penuh gairah dan romantis, terungkap dalam diksinya.

Jatuh cinta alias falling in love.

Bukan "berjalan" menuju cinta atau mengembara ke dalam cinta. Karena "jatuh" biasanya rasa cinta datang begitu saja, mendadak tanpa sempat berhitung cermat,bahkan hingga "jungkir balik"  membawa si pemilik rasa pada posisi "buta" terhadap keburukan orang yang "dijatuhcintainya." 

Panah asmara cupid datang lebih cepat dibanding penilaian dan pertimbangan-pertimbangan rasional.

Menurut artikel yang ditulis Gery Karantzar, Profesor Social Psychologi dari Deakin University Australia, yang saya kutip dari The Conversation, studi Neurofisiologis tentang cinta romantis, menemukan, ketika seseorang sedang dilanda cinta yang menggebu-gebu, ia akan mengalami peningkatan aktivitas di daerah otak yang berkaitan dengan gairah dan kesenangan.

Daerah otak itu merupakan otak bagian depan yang melepaskan bahan kimia seperti oksitosin, vesopresin, dan dopamin yang menghasilkan bahagia tak terhingga dan euforia yang berkaitan dengan gairah dan libido seksual.

Liputan6.com
Liputan6.com
Dan faktanya, bagian otak yang diaktifikan oleh cinta sama dengan bagian otak yang diaktifkan oleh narkotika.

Oleh sebab rasa bahagia penuh gairah merupakan sesuatu yang paling dicari oleh semua manusia, maka ketika individu tersebut tengah menggegamnya akan menjadi candu yang nagih sehingga sulit untuk melepasnya, atas dasar itu lah kemudian seseorang yang jatuh cinta itu susah sekali untuk diberi fakta sebaliknya atau dinasehati.

Hal ini yang terjadi juga pada para pendukung fanatik calon presiden, lantaran lahirnya fanatisme juga berawal dari bagian otak yang sama dengan "jatuh cinta"

Seseorang yang sudah masuk pada fase fanatik, lazimnya sulit untuk menerima perbedaan pandangan dengan pihak lain. Mereka akan cenderung anti kritik lantaran merasa memiliki pemikiran paling benar.

Fanatisme menurut Kadar Risyman dalam bukunya bertajuk "Fanatisme Mahasiswa Islam" berasal dari dua kata yakni fanatik dan isme.

Secara etimologis, fanatik berasal dari bahasa latin "fanaticus" yang kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris sebagai "frantic" yang artinya gila-gilaan, sedangkan isme adalah pandangan atau paham.

Jadi, bisa diartikan fanatisme itu adalah perilaku dengan sikap antuasiasme dan kesetiaan berlebihan terhadap suatu objek, seseorang, ajaran, agama, atau politik.

Yang aneh dan tak terpikirkan sebelumnya, menurut Guru Besar Psikologi politik Univesitas Indonesia, Prof. Hamdi Muluk, seperti yang saya kutip dari Podcast The Conversation, fanatisme politik justru baru bisa tumbuh subur ketika iklim politik di sebuah negara demokratis.

Faktanya memang demikian, di Indonesia fanatisme politik mulai terasa berlari kencang saat menjelang pemilihan umum pasca reformasi yang secara nyata jauh lebih demokratis di banding era orde baru yang cenderung otoritarian.

Kita semua merasakan bagaimana terbelahnya masyarakat pada Pemilu 2014, 2019, dan  dalam kadar serta topik berbeda mulai terasa menjelang pemilu 2024 saat ini.

Namun demikian bukan berarti fanatisme politik itu selalu berdampak buruk, hingga titik tertentu hal tersebut diperlukan.

Fanatisme yang tinggi terhadap kelompok sendiri akan mendorong seseorang untuk memperjuangkan kelompoknya, which is itu wajar dan natural dalam sebuah kontestasi politik.

Namun, jika dorongan itu terlalu kencang, fanatisme bisa menyeret orang pada posisi tidak bisa lagi menerima kebenaran dari pihak lain, satu-satunya kebenaran yang dipercayai hanya yang asalnya datang dari pihaknya sendiri. 

Orang yang fanatik biasanya akan rentan terhadap bias kognitif. Kondisi yang sama seperti yang terjadi pada insan yang sedang jatuh cinta, meski pintu masuknya berbeda.

Kendati demikian, tak semua orang yang jatuh cinta akan mengejawantahkan "kejatuhacintaannya" itu dengan membabi buta seperti itu juga, sebenarnya, karena pendekatan dan latar belakang "pelaku jatuh cinta" juga berbeda-beda, sehingga masih banyak yang cintanya dijatuhkan pada seseorang tapi menggunakan dan melakoninya dengan cara yang rasional.

Pun demikian dengan fanatisme pendukung capres, masih banyak pula dari kelompok mereka yang rasional.

Jatuh cinta dan fanatik mendukung satu hal ya boleh-boleh saja, tetapi jangan terlalu berlebihan, yang sedang-sedang saja, biar kalau tak sesuai harapan tak jadi sakit jiwa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun